Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Sam tidak langsung pulang karena beberapa detik lalu Zio mengiriminya pesan bahwa dirinya akan terlambat menjemput Sam. Dan Zio tidak mengizinkan Sam pulang sendirian, maka Sam diminta menunggu kakaknya itu di sekolah.
Sam terduduk lesu di kantin setelah membaca ulang pesan Zio.
"Asli deh ngeselin, jam berapa coba kak Zio baru keluar kelas? Belum lagi kalo kejebak macet pas jemput ke sini, mau sampe jam berapa gue nunggu di sini?!!"
Sam merebahkan kepalanya di meja dihadapannya sambil memandang keluar kantin. Asik melamun, tiba-tiba ada yang menggebrak mejanya, membuat Sam sedikit terlonjak kaget begitu pula beberapa siswa yang belum pulang dan masih berada di kantin.
"Lo apaan sih? Ngga jelas bener siang-siang pukul-pukul meja." Sinis Sam.
"Lo makin belagak ya sekarang!"
Sam menatap siswi dihadapannya dengan salah satu alis terangkat. Mela, gadis itu juga menatap Sam dengan tatapan tidak suka. Di sampingnya ada Puput dan Ira, dua dayang setia Mela.
"Apa maksud lo?" Sam berdiri dari kursinya dan menaruh kedua tangannya dipinggang.
"Lo yang apa?! Gara-gara lo sekarang Raka jadi cuek sama gue! Sok cantik banget sih lo? Pake acara kecentilan juga deketin kak Jo?!"
Sam menganggukan kepalanya, "jadi ceritanya lo sirik sama gue?"
Mela mendesis kesal mendengar ucapan Sam.
"Masalah Raka, itu bukan urusan gue, kenapa lo jadi curhat sama gue? Dan soal kak Jo, kalo lo merasa bisa deketin dia ya lo deketin lah, bukan salah gue kalo gue cantik kan?"
Kemarahan Mela tersulut.
"Wah makin jadi aja songongnya nih anak." Ira berkacak pinggang.
"Gue ngomong apa adanya kok, ngga ada yang dilebihkan atau dikurangkan, so, songong sebelah mananya tante?"
Murid-murid lain mulai berdatangan untuk menyaksikan percekcokan antara Samantha dan Mela serta kedua pengikutnya.
"Kalian ngga malu jadi bahan tontonan begini?" Lanjut Sam.
Mela tersenyum miring, "gue ngga peduli, biar semua tau kalo lo itu cewe yang suka kecentilan di sekolah ini!"
Sam menghela nafasnya sekilas, "memangnya lo seberapa kenal sih sama gue? Yang lo tau lo cuma bisa cari masalah sama gue kan? Lalu kenapa lo bisa menyimpulkan kalau gue cewe yang suka kecentilan?"
"Gue ngga perlu kenal sama lo cuma buat tau satu hal itu."
Sam terkekeh, "lucu ya lo, cuma gara-gara sirik jadi menebarkan fitnah soal orang lain. Gue cuma kasih saran, jangan mempermalukan diri lo sendiri deh."
Mela sudah tidak tahan lagi, emosinya semakin tersulut, salah satu tangannya segera meraih rambut Sam dan Sam mengelak namun kuku panjang Mela mengenai pipi Sam hingga menggoresnya cukup kuat. Sam meringis menahan perih sedangkan Mela tersenyum penuh kemenangan.
"Sepertinya merusak sedikit wajah lo ngga ada salahnya." Mela kembali melayangkan kuku panjangnya untuk mencakar Sam lagi namun Sam kembali mengelak.
Ira dan Puput ikut turun tangan ingin menahan Sam dan Sam berhasil menghindar.
Tiga cewe ini mau bunuh gue kayaknya, horor bener muka-mukanya.
"Kenapa lo menghindar hah? Lo takut sama gue?" Mela tersenyum miring.
"Gue cuma ngga mau mati sia-sia ditangan psikopat kayak kalian."
"Wah mulut lo minta digaruk kayaknya." Ira akan maju namun sebuah panggilan menghentikannya.
"Ada apa ini?" Seorang guru mendekati mereka.
"Bu Ika." Gumam Sam.
Bu Ika, guru BK terkiller di sekolah Sam menatap keempat siswi dihadapannya, "cepat katakan, ada apa ini? Kalian punya mulut kan untuk bicara?!"
"Mereka menyerang saya duluan Bu." Adu Sam membela diri.
"Dia bohong Bu!" Puput menatap tajam Sam.
"Ibu bisa lihat sendiri siapa yang terluka di sini." Lanjut Sam.
Bu Ika menatap seksama wajah Sam, terlihat jelas ada bekas cakaran di pipi kirinya.
"Siapa yang mencakarmu Sam?" Tanya Bu Ika.
"Yang kukunya paling panjang diantara mereka bertiga Bu." Sam menatap ketiga siswi dihadapannya.
Bu Ika ikut menatap Mela dan kedua temannya, "tunjukkan kuku kalian!"
Dengan ragu ketiga siswi itu mengangkat kedua tangannya. Hanya Mela yang memiliki kuku lebih panjang dan memungkinkan membuat luka gores di wajah Samantha.
"Jadi kamu yang melakukannya Mela?"
Mela terdiam.
"Jawab saya Mela!" Bentak Bu Ika.
Mela sedikit terlonjak, "i-iya Bu."
Mela tidak berani menatap Bu Ika yang sejak tadi tidak melepas tatapannya padanya, hatinya terus mengutuki Sam dan berjanji akan membalasnya nanti.
"Sudah Bu tidak perlu diperpanjang, mungkin saya memang salah sama mereka." Sam menatap datar ketiga cewe didepannya, "walau saya juga ngga tau apa kesalahan saya Bu."
"Baiklah, kamu hanya akan saya berikan konsekuensi Mela karena sudah melukai salah satu siswi di sini, besok pagi temui saya di ruang BK, sekarang kalian boleh pulang, dan Samantha, segera obati lukamu di ruang UKS."
Sam mengangguk. Bu Ika beranjak meninggalkan kantin setelah membubarkan beberapa siswa yang menonton mereka.
Mela ikut meninggalkan kantin bersama Puput serta Ira sambil menatap tajam Sam.
Sam menyentuh perlahan pipinya yang terasa perih. "Sial!"
Notif pesan baru di ponselnya mengalihkan perhatian Sam dari pipinya. Zio mengiriminya pesan bahwa dirinya baru saja sampai di depan gerbang sekolah Sam. Sam mengurungkan niat ke UKS dan melangkah menghampiri Zio sambil memikirkan alasan mengenai pipinya.
.
.
"Jelas-jelas ini bekas cakaran! Bilang sama kakak, siapa yang lakukan ini Samantha?!"
Sam meringis saat Zio mengobati pipinya. Sejak pulang tadi, Zio terus memaksa Sam menceritakan lukanya, Sam mengatakan itu hanya tidak sengaja tergores. Alasan yang tidak dapat dipercaya oleh Zio tentunya.
Zio yang berencana akan ke rumah Arga setelah mengantar Sam pulang, akhirnya membatalkan rencananya karena saat ini Sam lebih penting baginya.
"Wah ada apa nih?" Arga dan Sammy muncul saat Zio menutup luka Sam dengan plester dan kapas.
"Lho Sam kenapa pipinya?" Arga menghampiri Sam yang sedang duduk di kasur Zio.
"Ngga apa kak." Sam tersenyum kecil.
"Ngga apa kok diplester gini pipinya?"
"Percuma lo nanya Ga, gue kakaknya aja ngga dikasih tau." Sewot Zio.
Sam terkekeh kecil, "kan Sam udah bilang kak kalo ini ngga sengaja tergores."
"Tergores apanya? Jelas-jelas itu bekas cakaran Samantha!"
Sam tahu, percuma membohongi Zio, bukan setahun dua tahun mereka kenal tapi sejak dirinya lahir. Zio sudah terlalu mengenal adik kesayangannya ini. Namun Sam tidak ingin membuat kakaknya ini terlalu cemas, meski dengan berbohong justru membuat Zio lebih merasa cemas.
"Ngga perlu berbohong, lo bilang aja yang sebenarnya apa yang terjadi, kalau lo sayang sama Zio lo harus bisa jujur sama kakak lo, Zio hanya khawatir." Sela Sammy.
Sam tersenyum masam mendengarnya, menatap sang kakak yang duduk di kursi sebelah tempat tidur kakaknya yang sedang ia duduki.
"Maaf ya kak, Sam cuma ngga mau buat kakak terlalu banyak pikiran soal Sam, sebenernya ini memang bekas cakaran, tadi di sekolah waktu lagi nunggu kak Zio ada yang nyerang Sam."
"Bilang sama kakak, siapa orangnya?!"
Sam menatap ragu kakaknya, "dia-- dia orang yang sama dengan tiga tahun lalu."
"Maksudmu Raka?"
Sam menggeleng.
"Jadi pacarnya Raka?"
Sam hanya diam menundukan wajahnya. Ia tidak ingin kakaknya ikut dalam masalahnya dengan Mela.
"Jadi bener cewe itu pelakunya? Dia yang buat pipi kamu luka begitu?"
Kali ini Sam mengangguk sekilas.
"Lo kenal dia Zi?" Tanya Arga.
"Gue ngga kenal, tapi gue tau siapa dia."
"Perlu diurus?"
"Jangan!" Sergah Sam, "jangan diapa-apain, Sam ngga mau masalahnya malah makin panjang."
"Tapi kan dia udah buat--"
Sam menggeleng memotong ucapan Arga. "Jangan, dia udah dapet hukuman dari guru BK di sekolah."
"Tapi sepertinya hal itu ngga cukup untuk Zio." Sammy menatap Zio, Sam melakukan hal yang sama, menatap kakaknya yang menatap kosong ke arahnya dengan wajah kesal.
Sam berdiri dan duduk di pangkuan Zio, memeluk leher kakaknya, "Sam ngga mau kakak terkena masalah karena Sam."
Zio tersadar dari lamunannya dan memeluk pinggang adiknya, "kalau dia melakukan hal yang lebih buruk lagi sama adik kesayangan kakak ini, kakak berhak untuk ikut campur, kakak akan marah kalau kamu ngga izinin itu, paham?"
Sam tersenyum kecil dan mengangguk.
"Sam ngga mau peluk kakak Arga juga?"
Zio memberikan tatapan sinis pada Arga sambil masih memeluk Sam yang juga memeluknya. Arga hanya tercengir menatap Zio.
***