PART 4

1079 Kata
"Heh itik." Baru saja Sam masuk ke kelasnya, Mela sudah menghampirinya. "Pagi." Sahut Sam dengan nada dingin tak peduli. Mela nampak kesal pada respon Sam yang cuek. "Wah songong nih cewe." Ujar Ira, salah satu dayang setia Mela, "baru cakep dikit aja udah berlagak dia Mel." "Kasih pelajaran aja tuh Mel!" Puput, dayang kedua Mela, ikut memprovokasi. Sam menatap ketiga siswi yang berdiri dihadapan mejanya, "gue heran deh sama kalian, gue jelek diprotes, gue cakep juga diprotes, mau kalian itu apa sih? Ngga capek itu otak mikirin gue mulu?" Sam melipat kedua tangannya didepan d**a. Mela semakin panas ditempatnya melihat keberanian Sam menantangnya. "Paling juga cakepnya hasil oplas." Celetuk Ira. "Bener kan apa yang dibilang Ira?" Timpal Puput. "Mending gue beli mie ayam Pak Mumun di kantin dari pada habisin duit buat oplas, toh gue juga udah cakep dari orok." "Lo makin songong ya." Mela mendesis kesal. "Udah Mel, ntar aja kita urus lagi dia, udah mau bel masuk." Puput menarik pergelangan tangan Mela kembali ke tempat duduk mereka. Sam tersenyum kecil tepat saat Raka lewat dihadapannya. Seketika senyum Sam hilang berganti dengan ekspresi dingin. Bayangan kejadian tiga tahun lalu yang mempermalukannya muncul kembali saat melihat wajah cowo yang pernah ia suka ini. "Lo tahan ya sekelas dengan mereka?" Tanya Dewi dijam istirahat, di kantin sekolah. "Gue kan udah bilang bakal buktiin kalau gue juga bisa lebih dari mereka." Sam menyeruput habis jus jeruknya. "Kalau Raka gimana? Dia ada nyapa lo ngga?" Sam menggeleng sekilas, "belum ada dari awal gue masuk." "Gue yakin nanti dia bakal minta maaf sama lo." Ucap yakin Dewi. "Kok lo bisa seyakin itu?" Dewi terkekeh kecil, "gue yakin aja, ya liat nanti deh Sam." Samantha mengangkat sekilas bahunya. "Gue ngga peduli, dibanding minta maaf mungkin gue harus ucapin terima kasih banyak sama dia, atau perlu gue traktir ya?" Sam mengetukan telunjuknya didagu sambil menatap sahabatnya. "Kenapa terima kasih?" Tanya Dewi heran. "Karena dia gue bisa berubah gini, yah walau harus sakit hati dulu setidaknya gue paham kalau dia itu tipe cowo yang cuma liat cewe dari penampilan aja." "Lha emangnya selama ini lo pikir dia cowo gimana? Udah terbukti kan dengan dia pacaran sama Mela dari dulu?" Dewi memutar bola matanya. "Ya sih, cuma kan bisa gitu ngomong yang sopan bukannya bikin cewe sakit hati kayak yang gue alami, jadi gue udah paham sifat aslinya tuh orang." "Ambil positifnya aja, lo jadi lebih peduli sama diri lo sendiri sekarang kan?" Sam mengangguk sekilas membenarkan ucapan sahabatnya. Bel pulang sekolah berbunyi, Sam segera membereskan bukunya dan bersiap meninggalkan kelas. Namun sebuah panggilan membuatnya menahan langkahnya. Sam menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. "Kenapa Ka?" Raka berjalan mendekat, setiap melihat Raka, Sam selalu teringat setiap ucapan Raka yang menorehkan luka dihatinya. "Gue mau ngomong sesuatu sama lo, bisa?" Sam melirik ke arah pintu kelas, terlihat Mela menatapnya dengan tatapan kesal lalu pergi bersama kedua dayangnya. "Oke, di sini aja karena waktu gue ngga banyak." Raka menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan. "Maaf." Sam menatap Raka dengan satu alis terangkat. "Untuk?" "Tiga tahun lalu, gue tau pasti lo marah bahkan benci banget sama gue, tapi jujur setelah kejadian itu gue nyesel karena udah buat lo malu bahkan mengatakan hal yang sangat kasar." "Oh," Sam menganggukan kepala, "yah jujur sih itu sakit banget, tapi gue justru berterima kasih sama lo karena lo menyadarkan betapa bodohnya gue dulu, dan mungkin kalau lo ngga pernah mengatakan semua itu, gue ngga akan pernah melangkah lebih maju ke hal yang lebih baik." "Jadi lo udah ngga marah?" "Gue sangat marah Raka! Sangat marah! Karena cara lo menyadarkan gue masih menyisakan luka! Udah itu aja kan yang perlu dibicarain? Gue permisi." Sam membalikan badannya dan meninggalkan Raka di sana. Menahan dirinya untuk tidak menangis, Sam merasa sedikit lega bisa meluapkan perasaannya pada Raka, perasaan marahnya. Sam berjalan menyusuri koridor sekolah sambil mengatur nafasnya. Hampir saja ia akan meledak tadi jika tidak menahannya. Beberapa siswi yang nampak berbisik mengalihkan pikiran Sam dari Raka. 'Ganteng banget!' Sam mengangkat sebelah alisnya, siapa yang ganteng? Sam mempercepat langkahnya menuju gerbang sekolah, tempat di mana keributan ini bersumber. "Ngapain kakak di sini?" Tanya Sam setelah tahu siapa dalangnya, yang ternyata kakaknya sendiri. "Hai Sam!" Sapa seorang cowo yang berdiri di samping Zio, Arga. "Hai Kak." Sam berjalan lebih dekat ke arah kakaknya. "Bunda minta kakak jemput kamu, makanya kakak ada di sini." Sam menatap kakaknya dan kedua temannya--Arga dan Sammy, yang berdiri di sisi kiri dan kanan Zio. "Apa perlu seramai ini menjemputnya?" Sam kembali menatap kakaknya dengan tatapan datar. "Soalnya Bunda bilangnya waktu kakak lagi jalan sama mereka." "Udah ngga usah lama-lama ngobrolnya, ayo langsung aja berangkat!" Arga menggandeng tangan Sam namun buru-buru ditepis oleh Zio. "Jangan nempelin adek gue!" Arga menatap protes pada Zio, "lo pikir gue demit?!" "Emang lo apaan?" Balas Zio. "Jin gue! Puas lo?!" Sam terkekeh pelan melihat kakaknya dan Arga, lalu membuka pintu mobil bagian depan, disebelah tempat duduk kemudi. "Ayo berangkat, udah laper nih." Sammy dan Arga duduk di bangku penumpang belakang dan Zio menyetir. Mobil berhenti di depan kediaman Anggara, Sam langsung masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Sedangkan kakaknya dan kedua sahabatnya menuju kamar Zio. Usai berganti pakaian, Sam menemui Bundanya yang sedang sibuk didapur. "Bunda kenapa sih nyuruh kak Zio jemput Sam?" Protes Sam sambil membantu sang Bunda menyiapkan makan siang. "Lho memangnya kenapa? Kan lebih enak dijemput dari pada naik kendaraan umum, lebih cepet sampe rumah kan?" "Iya sih tapi kakak sama temen-temennya bikin heboh sekolah lho Bunda." Bundanya terkekeh kecil, "itu artinya mereka suka lihat kakakmu, memangnya ngga suka kalau punya kakak ganteng?" "Tuh bener tuh, emang ngga bangga sama kakakmu yang ganteng ini?" Zio muncul dan langsung merangkul Sam. "Yee, kalau ganteng tapi narsis gini ogah deh," Sam memeletkan lidahnya. "Dih ngeledek dia." Zio menarik gemas pipi Sam hingga adiknya ini meringis. "Sudah sudah, Zio panggil teman-temanmu biar kita makan siang." "Oke Bunda!" Zio melepas rangkulannya pada Sam lalu berjalan ke kamarnya. Sebelum makan siang, Ayah mereka sudah berada di rumah. Jika sempat memang sering meluangkan waktu makan siang atau malam bersama. "Jadi bagaimana sekolahmu Samantha?" Tanya sang Ayah pada Sam di tengah acara makan siang. "Lancar Yah, Ayah tenang aja sekarang," jawab Sam setelah meneguk air minumnya. Ayahnya tersenyum kecil lalu mengusap puncak kepala putri bungsunya. "Iya, Ayah tenang aja, sekarang Samantha sudah serius kok." Sela sang Bunda sambil tersenyum manis pada Sam. Sam mengangguk senang, kini pembahasan tentang akademiknya tidak lagi membuatnya takut atau bingung, semuanya sudah lebih dari yang diharapkan kedua orangtuanya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN