Singapore, 4:30 PM.
Tiga hari berlalu pasca meminta izin kepada keluarga Zio entah mengapa Vika merasa lega, apalagi Nia sama sekali tidak pernah mengganggu nya, tidak pernah memberikan tatapan sinis nya. Terakhir mereka bertemu adalah kemarin saat orang tua Zio datang ke rumah Zio untuk menanyakan lebih jelas mengenai pernikahan mereka.
Vika tersenyum saat melihat Zio baru saja keluar dari kantor bersamaan dengan karyawan yang lainnya. Perlahan senyum Vika menghilang kala melihat Maura datang dari arah belakang Zio dan sekarang keduanya berjalan saling berdampingan.
Vika berusaha untuk tetap berpikir jernih saat tangan Maura menyentuh lengan Zio.
"Sampe ketemu besok, Zio." Maura mengedipkan matanya seraya melambaikan tangan.
Zio tersenyum kecil pada Maura lalu menatap Vika yang sedang memperhatikan Maura yang sudah pergi menjauh.
Zio menyentuh hidung Vika membuat Vika mengalihkan tatapannya pada Zio.
"Ngeliatin nya gitu banget."
Vika menarik tangan Zio.
"Ayo pulang."
"Pulang kemana? Ke rumah kita?" Goda Zio.
Vika menatap Zio dengan menahan senyumnya sedangkan Zio sudah tertawa.
"Kita jalan-jalan dulu ya, sekalian makan malem di luar."
Vika mengangguk menggenggam erat tangan Zio bersama-sama jalan menuju mobil Zio.
️
"Kenapa kita gak di paling depan?" Tanya Vika sambil duduk dengan offle yang ada di tangannya.
"Biar lebih enak ngeliatnya, strategi juga tempatnya kalo di tengah-tengah kayak gini."
Vika mengangguk.
"Kamu udah pernah liat ini?" Tanya Zio.
"Belum, baru ini." Jawab Vika sembari mendekatkan offle nya pada Zio meminta Zio untuk ikut memakannya.
"Udah mulai." Zio menyentuh pinggang Vika menarik tubuh Vika untuk lebih mendekat padanya.
Zio mengajak Vika melihat pertunjukan crane dance yang berada Sentosa island. Crane dance adalah pertunjukan robotik yang terbuat dari mesin derek atau crane. Crane dance mempunyai sebuah cerita yaitu tentang dua burung yang saling menggoda kemudian akhirnya mereka jatuh cinta.
"Lucu banget." Vika menatap Zio sekilas sambil tersenyum ketika melihat robot berbentuk burung itu mulai bergerak dengan iringan musik serta efek lampu.
Zio tersenyum memperhatikan Vika yang terlihat begitu menikmati pertunjukannya.
Terlalu menikmati hingga Vika lupa akan offle yang masih dimakan sedikit. Vika meremas tangan Zio saat dua burung yang tadinya saling menggoda mulai jatuh cinta terlihat dari layar LED yang tengah menunjukkan sebuah kerangka bagian dalam mereka dimana hati dua burung untuk berdebar-debar, Vika mengigit bibirnya karena terlalu gemas.
Vika menatap Zio saat offle yang ia pegang diambil Zio.
"Biar aku yang pegang." Kata Zio.
Vika kembali memperhatikan pertunjukan crane dance dimana burung yang tadinya berbentuk robot sudah berubah menjadi burung sungguhan yang di suguhkan melalui layar LED. Dua burung berwarna putih itu terbang bebas bersama-sama membuat Vika menyunggingkan senyum.
Jantung Vika berdebar dan tangannya mulai terasa dingin kala burung yang tadinya terbang dan ingin menyatu terbentuklah sebuah tulisan
Will you marry me, Havika Claresta.
Melihat itu sontak saja membuat para penonton yang lain bertepuk tangan hingga keadaan menjadi riuh dengan suara siulan.
Mata Vika langsung merah bahkan sudah berkaca-kaca membaca tulisan yang terpampang di depan mereka semua.
Banyak yang terkejut, termasuk Vika.
Vika menutupi mulutnya dengan air mata yang sudah mengalir saat melihat Zio sudah memegang kotak beludru.
Zio membawa Vika menjauh dari kursi penonton. Dan para penonton yang lain sudah berdiri ingin menyaksikan pertunjukan yang lebih romantis lagi menurut mereka.
"You are not the first, but you are the last. And I prove it through this ring. Havika Claresta, my precious girl, will you marry me?"
Suara tepuk tangan terdengar semakin jelas dan membahana, bahkan ada yang menangis haru melihat Zio dan Vika, bukan hanya Vika saja yang menangis.
Vika tersenyum menghapus air matanya kemudian mengangguk.
"Yes, I will."
Zio langsung menyematkan cincin di jari manis Vika dan ia langsung berdiri memeluk Vika. Tepat saat Zio memeluk Vika air mancur warna-warni serta crane dance yang sempat terhenti kembali bergerak menemani momen berharga yang telah diciptakan oleh keduanya.

(Cincin yang Abang kasih. Look at this ring, OMG )
️
"Hati-hati."
Zio tersenyum mengusap kepala Vika.
"Aku pulang ya."
Vika mengangguk dengan tangan masih menggenggam jemari Zio.
"Lepas dong tangan aku."
Vika tertawa melepaskan tangannya.
"Besok aku jemput ya, ke kampus kan?"
Vika mengangguk lalu matanya terpejam saat Zio mencium puncak kepalanya.
"Bye, my bride."
Vika tertawa melambaikan tangannya pada Zio yang mulai berjalan menjauh darinya.
Vika menghela napas panjang dengan perasaan yang amat sangat senang. Vika tersenyum mengingat momen beberapa jam yang lalu, dimana Zio melamarnya dengan cara yang begitu romantis di depan banyak orang.
Vika menutup pintu apartemennya dan berjalan ke arah dapur. Baru saja ia tiba di dapur bel apartemennya berbunyi.
Vika tersenyum melangkahkan kakinya menuju pintu.
"Kamu..."
"Long time no see, baby."
Tubuh Vika membeku seketika.
"O-om,"
Pria dengan brewok yang ada di pipinya tersenyum bak seorang iblis.
Vika langsung menutup pintunya namun dengan cepat ditahan oleh orang yang Vika panggil Om tadi.
Vika meremas tangannya dengan tubuh yang mulai bergetar saat pria tersebut masuk dan menutup pintu apartemen Vika.
"Akhirnya Om bisa ketemu sama kamu, kamu sendirian di sini, sayang?"
Vika terus mundur dan mengelak saat kepalanya hendak disentuh.
"Jangan jauh-jauh, sini deket sama Om." Pria tersebut menggerakkan kedua tangan ke arahnya sendiri.
"Om punya banyak uang lho, Papa kamu udah miskin sekarang. Sama Om aja sini."
"Enggak." Vika menggeleng dengan mata yang sudah dipenuhi oleh cairan bening.
"Gak mau! Enggak!" Pekik Vika saat dirinya diseret ke kamar.
"Kita lanjutin kejadian yang sempet tertunda beberapa tahun yang lalu, sayang."
Vika mulai terisak, tubuhnya sudah dihempaskan ke tempat tidur.
"Om, jangan." Vika menutupi kedua tangannya, menutupi kancing bajunya yang hendak dibuka.
"Sssttt, santai aja." Tangan besarnya mengusap pipi halus Vika dengan gerakan lambat, seperti menggoda Vika.
"Awas!" Vika mendorong sekuat tenaga tubuh Om nya yang sudah berada di atasnya.
"Jangan kasar kalo gak mau Om bertindak kasar." Katanya memperingati.
"Awas b******n!"
Plak!
Satu tamparan melayang keras pada pipi Vika yang putih dan mulus.
Vika menangis dalam diam menahan rasa sakit yang berada di pipinya, dan juga hatinya.
"Om udah kasih peringatan, jangan kasar."
Vika menggeleng ketika tangan Om nya kembali bergerak membuka kancing bajunya.
"Please, gak mau enggak!" Vika menggeleng seraya terus memohon.
Sreekk!
Bagian atas baju Vika sudah robek akibat tangan b***t pria yang sedang tersenyum pada Vika.
Vika kembali berusaha mendorong tubuh yang ada di atasnya, Vika mengerahkan semua tenaganya. Tangan dan kaki Vika bergerak untuk menjauhkan Om nya dari atas tubuhnya.
"Damn!" Maki pria tersebut saat ia berhasil melihat d**a Vika yang begitu menggodanya.
"Jangan, please!" Tangan Vika yang sibuk menahan d**a pria brewok itu beralih menutupi dadanya yang terekspos.
"TOLONGHH..." Mulut Vika langsung dibekap oleh tangan besar Om nya.
Vika memekik ketika kedua tangan dicekal dengan begitu kuat lalu diarahkan ke atas kepalanya.
Vika menahan napasnya ketika wajah Om nya mulai mendekati lehernya. Kedua mata Vika terpejam dengan kaki yang terus meronta.
Bugh!
Vika terperanjat ketika mendengar suara pukulan.
Vika langsung duduk menutupi d**a melihat Om nya sudah tergeletak di dekat lemari dengan Zio berada di atasnya.
"Zio!" Pekik Vika tiba-tiba saja takut melihat Zio yang sedang memukuli Om nya secara membabi buta.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Tubuh Vika bergetar hebat melihat Zio memukul seperti orang kesetanan.
"SIAL! LO SIALAN!" Maki Zio untuk pertama kalinya
BUGH!!
Satu tinjuan keras melayang di rahang pria dimana sudut bibir serta pelipisnya sudah mengeluarkan darah.
Zio berdiri dengan napas yang terengah-engah. Belum merasa puas Zio memegang rahang pria itu memaksa nya untuk berdiri. Setelah berdiri Zio mendorongnya ke arah lemari yang bagian pintunya memiliki kaca.
Kaca tersebut pecah akibat dihantam tubuh pria yang sekarang berada dibawah kuasa Zio.
"Jadi Lo yang udah bikin Vika takut selama bertahun-tahun? Lo yang udah berusaha coba perkosa dia, hmm?"
Zio berjongkok mencengkram rahang Om Vika.
"OTAK LO DIMANA?!"
Vika tersentak kaget, matanya terpejam dengan erat ketika mendengar suara keras Zio untuk pertama kalinya.
"Zio," gumam Vika dengan nada bergetar karena ia takut melihat Zio.
"Aarrggg!!!" Pria tersebut menggeram saat tangannya yang tidak menempel di lantai karena adanya pecahan kaca diinjak oleh Zio sehingga membuat tangannya langsung dilumuri oleh darah.
Rahang Zio mengeras seiring kakinya semakin dalam menginjak tangan pria yang sedang menahan mati-matian rasa sakit yang dirasakannya.
"Sakit?" Tanya Zio dengan nada rendah.
Pria itu tidak menjawab.
"Ini gak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit yang Vika rasain." Lanjut Zio.
"Zi, Zio." Panggil Vika.
Zio menoleh.
"Udah, please." Ucap Vika memohon.
Zio beralih menatap pria yang ada di depannya.
"AAARRRGG!!!" Erangan pria itu semakin kuat karena Zio berdiri dengan kaki yang masih menginjak tangannya.
Zio berjalan ke arah Vika seraya membuka kemejanya menyisakan kaus polos di tubuh Zio sebab kemeja tersebut ia gunakan untuk menutupi tubuh bagian depan Vika.
Zio menggendong Vika ala bridal style meninggalkan pria yang sudah lemas tak berdaya. Tangan, sudut bibir serta pelipisnya dipenuhi dengan darah.
"What happened?" Tanya seorang petugas saat Zio keluar dari apartemen Vika, ia datang karena mendapat laporan jika ada kericuhan yang terjadi di apartemen Vika.
"I just almost killed someone. Check, whether he is alive or not." Jawab Zio sambil terus berjalan.
Sang petugas yang ikut berjalan di dekat Zio langsung menghentikan langkahnya.
Zio menunduk menatap Vika yang sedang menatapnya dengan mata yang sembab. Tanpa mengucapkan apapun Zio kembali menatap lurus ke depan membawa Vika ke tempat yang menurutnya paling aman, rumahnya.