Tok, tok, tok...
Vika berdecak pelan ketika mendengar suara pintu kamar diketuk dari luar.
Vika memperhatikan tubuhnya dari cermin yang ada di lemari dimana tubuh Vika hanya dililit dengan handuk yang mengekspos bagian d**a Vika dengan panjang handuk itu hanya sebatas di atas lutut.
"Kamu udah bangun belum?"
Vika pun berjalan ke arah pintu lalu membukanya.
Zio mengerenyit karena ia hanya melihat kepala Vika saja.
"Kamu kenapa?"
"Aku... Cuma pake handuk." Balas Vika dengan lirih.
"Baju kamu?"
"Gak bawa, lupa. Gak mungkin juga aku pake baju yang kemaren, lagian udah basah."
Zio mulai bingung memikirkan Vika.
"Baju Mami kamu gak ada yang tinggal di sini?"
Zio menggeleng.
"Pake baju aku mau?"
"Yang gimana?" Tanya Vika.
"Aku ambil dulu."
Vika menutup pintu kamar saat Zio sudah pergi seraya ia membenarkan rambutnya yang ia ikat dengan asal.
"Vika."
Vika kembali membuka pintu dan menyembulkan kepalanya.
"Lebih bagus kebesaran daripada kekecilan." Kata Zio sambil menyerahkan beberapa baju miliknya.
Ketika Zio pergi, Vika langsung menutup pintu kamar dan menaruh tiga baju Zio yang diberikannya kepadanya di tempat tidur.
Diantara tiga baju itu ada dua kaus berwarna hitam dan biru dan satu kemeja berwarna putih.
Vika melihat kaus berwarna biru dan mencocokkan nya di tubuhnya.
Memang terlihat longgar namun kaus warna biru itu sangat pendek, begitu juga dengan kaus berwarna hitam. Pilihan dan harapan Vika satu-satunya jatuh kepada kemeja berwarna putih.
Vika menelan ludahnya ketika melihat kemeja putih Zio sama seperti kaus Zio sebelumnya, namun kemeja tersebut masih lebih baik walaupun tetap saja paha nya akan terekspos, setidaknya tidak terlalu banyak.
️
Zio yang sedang mengulurkan telunjuknya memberi Momo makan menoleh saat mendengar suara derap kaki.
Vika sedikit menunduk seraya menyelipkan rambut nya kebelakang telinga ketika Zio memperhatikannya.
Vika datang dengan memakai kemeja putih milik Zio yang bagian tangannya digulung sampai ke pergelangan dan bagian bawah memperlihatkan paha Vika. Kira-kira jaraknya dari lutut Vika sekitar 12 senti.
"Kenapa ngeliatin aku?" Tanya Vika tanpa menatap Zio dan berdiri di ujung mini bar.
"Kamu seksi."
Mata Vika membulat.
Tak lama Zio tertawa melihat ekspresi Vika terkejut Vika. Wajar Vika terkejut karena selama dua tahun mereka berpacaran Zio hanya pernah memuji Vika dengan kata cantik.
Wajah Vika memanas seketika.
"Sini duduk, sarapan."
Vika menatap Zio yang sedang berjalan ke arah kulkas untuk mengambil sesuatu.
Vika duduk di kursi tinggi yang ada di mini bar. Saat melihat Momo Vika terkejut bukan main.
"Zio..." Vika berbalik memanggil Zio.
"Hamster kamu." Vika memegang erat telunjuk Zio dengan wajah yang meringis takut jika kejadian beberapa waktu yang lalu kembali terulang. Apalagi saat ini Vika hanya mengenakan kemeja yang longgar.
Zio memasukkan Momo ke dalam gelas.
"Kalo udah di dalem gelas gini Momo gak bisa kemana-mana."
"Dia laki-laki atau perempuan sih?" Tanya Vika menggenggam telunjuk Zio dengan kedua tangannya.
"Laki-laki." Jawab Zio sambil menatap Momo.
"Pantes,"
Zio menatap Vika. "Kenapa?"
"Genit!"
Zio terkekeh.
"Pemiliknya aja belum pernah genit."
"Jadi maksudnya kamu kode nih pengen genit-genit ke aku?"
Vika tidak langsung mendengar jawaban Zio namun ia merasakan tangan Zio melingkar di pinggangnya.
"Why not." Bisik Zio mencium kepala Vika lalu melepaskan pelukannya untuk mengambil roti yang sudah selesai dipanggang.
Vika tersenyum seraya menyentuh daun-daunan yang ada di dalam vas bersama dengan bunganya. Vika tersenyum bukan karena ucapan Zio melainkan perlakuan manis Zio kepadanya.
Tanpa Vika sadari Momo tengah berusaha keluar dari dalam gelas dan berhasil. Momo berjalan mendekati Vika mengendus-endus tangan Vika yang tertutupi lengan kemeja Zio.
"Aaaaaaa!" Jerit Vika saat hamster Zio loncat dan masuk ke dalam bajunya.
"Ziooo!" Vika berbalik sambil menggoyangkan tangan dan kakinya sama sekali tidak berani menyentuh hamster Zio.
Zio terbelalak lebar melihat hamster nya kembali masuk ke dalam baju Vika. Bahkan sekarang hamster berada di bagian d**a Vika.
"Ya ampun Momo, keluar." Zio bingung bagaimana caranya ia mengeluarkan Momo dari dalam baju Vika.
Tidak mungkin kan tangannya masuk kembali, apalagi Momo tengah berada di d**a Vika.
"Zio ambil!"
Mata Zio membulat semakin lebar.
"Hamster nya, di d**a kamu."
Vika setengah memekik dan setengah menangis karena hamster Zio karena Vika seperti merasa dicakar dan digigit oleh makhluk mungil itu.
"Dia gigit aku!!" Pekik Vika sambil meremas tangan Zio.
Zio menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ambil cepetan!"
"Tapi dia di d**a kamu."
"Jadi kamu biarin aja dia di d**a aku? Gigit-gigit d**a aku? Sakit Zio. Ambil!"
"Eh jangan!" Zio menahan tangan Vika yang hendak membuka kancing bagian atas kemejanya.
Vika membuka kancing bagian dua dan tiga.
Zio mengalihkan matanya ketika ia sempat melihat d**a mulus Vika.
"Cepetan ambil." Kata Vika dengan suara yang bergetar karena dadanya sudah cukup terasa sakit. Di dadanya juga sudah terdapat bekas cakaran kecil dan bercak merah.
Zio menatap d**a Vika dan langsung terpejam sesaat karena ternyata hamster nya berada tepat di bagian tengah bra Vika.
Zio juga dapat melihat dengan jelas warna bra apa yang dipakai oleh kekasihnya.
Hitam.
Dipadu dengan kulit Vika yang putih mulus.
Membuat darah Zio berdesir dengan cepat hingga ke seluruh tubuhnya.
"Maaf ya."
Vika mengangguk.
Zio pun mulai mengambil hamster nya. Mau tak mau mata Zio harus menatap d**a Vika dan sebisa mungkin Zio tidak akan menyentuh d**a Vika.
Saat Momo sudah berhasil di ambil, Zio langsung bergerak menaruh Momo di dalam kandang dan Vika bergerak mengancingkan kemejanya dengan perasaan canggung yang luar biasa.
️
"Kamu pulang jam berapa?" Tanya Vika untuk menghilangkan kecanggungan antara mereka.
"Jam empat."
Vika mengangguk kecil.
"Kamu pulangnya ntar nunggu aku pulang dari kantor ya."
Vika mengangguk.
"Aku pesen katering buat kamu, nanti siang dateng langsung kamu makan." Ucap Zio sambil memakai dasi.
Vika mengangguk sambil memperhatikan Zio yang sedang pakai dasi. Melihat itu tangan Vika gatal ingin membantu Zio namun ia tahan.
"Aku pergi ya."
Vika beranjak dari duduknya untuk mengantar Zio sampai ke depan pintu.
Melihat mereka seperti ini Vika berpikir bahwa mereka sudah seperti sepasang suami istri.
Ketika Zio pergi Vika pun menutup pintu dan menguncinya. Hanya ada Vika dan hewan peliharaan Zio yang sekarang.
Vika bingung harus melakukan apa sekarang.
Vika terlonjak kaget saat merasakan sesuatu yang geli menyentuh kakinya.
Kucing berwarna putih milik Zio yang dikenal sangat anti untuk keluar dari kandangnya tiba-tiba keluar dan menggesek-gesekkan tubuhnya di kaki Vika.
"Ini kenapa sih hewan peliharaan Zio suka banget nempel-nempel." Vika mengambil kucing Zio dan memasukkan nya ke dalam kandang yang sengaja tidak ditutup.
Kandang kucing Zio berada di sebuah ruangan dimana ruangan tersebut diisi oleh kandang burung tapi tidak ada burungnya, kandang hamster dan beberapa makanan hewan lainnya.
"Jangan keluar-keluar ya."
Meong...
"Kamu mau makan?" Tanya Vika karena ia melihat kucing putih dengan bulu yang lebat itu tengah mengendus-endus tempat makannya.
Vika mencari-cari makanan untuk kucing tersebut. Seingat Vika ia pernah melihat Zio membuka sebuah lemari kecil yang isinya merupakan makanan untuk kucing tersebut.
Vika pun membuka lemari yang ia yakini sebagai tempat menyimpan makanan kucing Zio. Saat sudah membuka lemari bukan makanan kucing yang Vika lihat, melainkan sebuah bingkai foto berukuran kecil.
Penasaran, Vika pun mengambil bingkai foto tersebut.
"Zio," gumam Vika karena yang ia lihat pertama kali di foto itu adalah wajah Zio, Zio sedang tersenyum lebar.
Jempol Vika yang menutupi bagian sisi kanan bingkai itu hingga ia tidak dapat melihat wajah orang yang ada di samping Zio mulai bergeser secara perlahan.
"Maura."