bc

Terimalah Diriku Kembali

book_age18+
detail_authorizedDIIZINKAN
171
IKUTI
1.0K
BACA
city
like
intro-logo
Uraian

Amelia dan Yohan adalah pasangan yang tampak sempurna. Meskipun menikah di usia yang sangat muda, mereka berhasil membangun keluarga yang harmonis dan penuh kasih. Namun, potret indah itu ternyata hanya ada dari sudut pandang salah satu pihak. Sebuah kecelakaan mobil tragis di hari ulang tahun pernikahan mereka menjadi momen yang mengungkap kenyataan pahit bagi Amelia. Saat tiba di rumah sakit untuk mencari kabar tentang suaminya, ia dikejutkan oleh fakta bahwa Yohan sedang bepergian bersama selingkuhannya saat kecelakaan terjadi.

Dunia Amelia runtuh kala Yohan memintanya untuk bercerai. Namun permintaan itu Amelia terima tanpa ragu. 

*****

Dalam pencarian untuk menemukan kembali jati dirinya, Amelia memulai perjalanan transformasi pribadi. Ia memutuskan pindah ke Prancis untuk mengejar gelar diploma yang dapat membantunya meraih kembali impian yang telah ia tinggalkan demi menjadi seorang ibu. Di Prancis, ia bertemu dengan Raden Mas Yusuf Ramadhan, pria muda keturunan keraton yang sempat ia jumpai dalam pertemuan singkat di sebuah kafe, saat ia mencoba melupakan kesedihannya. Yusuf membuat Amelia kembali merasa dihargai dan diinginkan, hingga akhirnya mereka menjalin kisah asmara yang penuh gairah di Prancis. 

*****

Sementara itu, Yohan yang tenggelam dalam perenungannya sendiri mulai menyadari bahwa apa yang ia miliki bersama Amelia adalah hal yang sebenarnya ia butuhkan dalam hidup. Akibat dari keputusan buruknya membuatnya berpacu dengan waktu untuk mencegah Amelia, wanita yang sesungguhnya ia cintai, menghilang dari hadapannya selamanya.

*****

Karya terdaftar 2404197689006

Hak cipta dilindungi.

chap-preview
Pratinjau gratis
1. Mengungkap Tipu Daya
1. Mengungkap Tipu Daya Amelia Sudah tengah malam, dan hari ulang tahun pernikahanku resmi berakhir. Aku sudah berjam-jam menunggu suamiku pulang. Aku terus menelepon ponselnya, tapi tetap tidak aktif. Aku mondar-mandir di ruang tamu, bertanya-tanya apa yang harus aku lakukan saat ini. Pilihan terbaik mungkin menghubungi orang tuanya, memberitahu mereka, dan meminta bantuan untuk mencarinya. Tapi mereka mungkin akan berpikir aku terlalu membesar-besarkan masalah. Mereka tidak pernah menyukaiku. Meskipun aku bukan berasal dari keluarga terkenal, mereka selalu berharap anak mereka menikahi perempuan dengan status ekonomi yang lebih tinggi. Jadi, di mata mereka, aku tidak cukup baik. Kami menikah dua belas tahun lalu, tepat setelah lulus SMA. Sebuah kecelakaan dengan alat kontrasepsi mengantarkan kami pada momen yang diimpikan setiap perempuan. Aku menikah dengan pria dalam hidupku saat usiaku baru delapan belas tahun. Sembilan bulan kemudian, anak keduaku lahir, Antonio. Dia seperti bola kecil berdaging, merah muda, dan bulat. Semua orang bilang aku seperti anak kecil yang bermain boneka. Dua tahun kemudian, Lily hadir, kesayangan suamiku. Jika Antonio berambut keriting dan wajahnya mirip denganku, Lily adalah gadis berambut lurus cantik yang mirip dengan Yohan. Keduanya mewarisi mata hitam indah dari ayah mereka. Hidup kami selalu harmonis. Pada usia sembilan belas tahun, dia menjadi pria yang bertanggung jawab, belajar, dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami. Jadi, aku bisa mengatakan bahwa kami sangat bahagia. Suara telepon membuyarkan lamunanku. "Halo?" jawabku sedikit cemas. "Selamat malam, saya menelepon karena pemilik ponsel ini mengalami kecelakaan, dan nomor ini adalah yang terakhir dihubungi. Jika Ibu adalah keluarga atau kenalan orang ini, kami harap Ibu bisa segera datang ke Rumah Sakit Panti Sehat." Aku bahkan tidak mampu berkata sepatah kata pun. Ponsel seketika terjatuh dari tanganku ke lantai. Ini tidak mungkin terjadi. Yohan mengalami kecelakaan. Aku langsung naik ke atas untuk mengambil tas. Anak-anak tidak ada di rumah karena, untuk memberi kejutan kepada suamiku, aku mengirim mereka menginap di rumah ibuku. Aku mengambil kunci mobil dan langsung meluncur ke rumah sakit. Dua puluh menit kemudian, aku sampai di meja resepsionis. Aku tidak tahu harus bertanya kepada siapa, jadi aku menanyai orang pertama yang aku temui. "Selamat malam, maaf, ada informasi tentang pasien yang baru saja masuk?" Orang itu dengan ramah menunjuk ke tempat informasi pasien. Aku hampir berlari ke sana. "Pak, selamat malam. Saya dapat telepon kalau Bapak Yohan Purnama baru saja dirawat. Saya oleh minta tolong diantarkan ke sana?" Mendengar kepanikanku, pria itu lalu mengetik sesuatu di komputernya. Setelah beberapa menit yang terasa sangat lama, dia menatapku. "Benar, Pak Yohan Purnama dilarikan ke sini bersama pacarnya. Mereka berdua pasien kecelakaan mobil. Mereka masih dievaluasi karena Pak Yohan belum sadar. Ibu bisa ke lorong itu untuk informasi lebih lanjut." Dari semua yang ia katakan di akhir, aku tidak mendengar apa pun lagi. Dia bilang Yohan dan pacarnya mengalami kecelakaan. Pacarnya? Pacar siapa? Aku cepat-cepat mengucapkan terima kasih dan menuju tempat yang dia tunjukkan. Jantungku mulai berdegup kencang. Aku punya firasat bahwa apa yang akan aku temukan akan menghancurkanku sepenuhnya. "Sayang, bangun dong. Ayo, sayang ..." Sebelum masuk ke ruangan, aku mendengar kata-kata itu. Tidak, aku tidak berpikir itu ditujukan untuk suamiku. Dia tidak mungkin melakukan ini padaku. Namun, saat pintu terbuka, aku membeku melihat pemandangan di depanku. Yohan terbaring di tempat tidur, tak sadarkan diri, seolah hanya sedang tidur. Seorang perempuan muda dengan rambut dicat cokelat, tubuhnya ramping, menempel padanya, mencoba membangunkannya. "Sayang, bangun, yuk? Lihat, istri kamu pasti lagi nyariin. Aku nggak mau dia nemuin kita di sini. Bangun, dong, sayang. Bangun, aku janji kita bisa lanjut lagi kayak tadi." Aku tidak sanggup mendengar lagi. Aku keluar dari ruangan itu dan bersandar di dinding luar, berusaha agar tidak jatuh. Jadi itu alasan dia tidak menjawabku. Itu sebabnya dia tidak pulang. Air mata segera menggenangi mataku. Aku mengusapnya dengan kasar, seolah ingin memastikan bahwa apa yang baru saja aku lihat bukan hanya mimpi. Atau lebih tepatnya, mimpi buruk. Dua perawat mendekat, mengobrol satu sama lain, tanpa memedulikanku. "Katanya pasangan yang baru masuk itu lagi mesra-mesranya, makanya mereka nabrak. Entah mereka nggak tahan nunggu sampai tempat tujuan atau belum puas dari tempat sebelumnya, hahaha." Kata-kata mereka menusuk telingaku dan hatiku. Sekarang aku bertanya-tanya apa yang harus aku lakukan. Aku memutuskan duduk di salah satu bangku di luar, tempat untuk keluarga pasien. Aku akan menunggu suamiku sadar. Aku tidak ingin mengganggunya yang sedang bersama pacarnya di dalam. Dua jam berlalu, rasa sakit di hatiku terus bertambah. Harapan bahwa semua ini hanya kesalahpahaman perlahan memudar seiring waktu berlalu. Setengah jam kemudian, seorang dokter masuk ke ruangan itu. perempuan yang menjadi selingkuhan Yohan itu keluar dari kamar. Dia menatapku dan tersenyum sinis. Dia jelas tahu siapa aku dan sengaja memperlihatkan kebahagiaannya di depanku, mencemoohku. Aku memutuskan untuk masuk dan bertanya tentang kondisi Yohan. Aku tahu dia tidak membutuhkan kehadiranku di sisinya, tapi mengetahui dia baik-baik saja akan memberiku alasan untuk pergi. Dia tidak memerlukan aku di sisinya. "Selamat malam, Dokter," sapaku dengan nada tenang. Dokter itu menoleh ke arahku. Suamiku kini telah sadar dan menatapku dengan ekspresi aneh. Seolah dia tahu bahwa aku akan segera mengetahui rahasianya. "Silakan masuk. Ibu siapa, ya?" Aku memaksakan sebuah senyum palsu dan menjawab dengan sebuah kebohongan. "Saya kerabat Bapak Purnama. Aku dapat telepon tentang kecelakaannya." Mata suamiku membelalak kaget. Sepertinya dia tidak mengharapkan jawaban itu dariku. "Baik, Ibu bisa masuk. Bapak Purnama sudah sadar, jadi kami bisa memastikan tidak ada kerusakan otak. Baik dia maupun pacarnya dalam kondisi baik. Saya sarankan mereka rawat inap di sini dan akan kami izinkan pulang besok." Dokter itu mulai mencatat sesuatu di buku kecilnya sebelum berlalu pergi. Saat kami berdua sendirian, suamiku—yang masih sah menjadi suamiku—menatapku dengan ekspresi yang sulit aku tafsirkan: rasa cemas? penyesalan? atau rasa malu? "Mel, gue ..." ucapnya mulai berbicara, saat tiba-tiba perempuan berambut cokelat itu masuk kembali ke ruangan. "Sayang, mereka bilang gue nggak papa. Gue bakal nginep di sini semalem, tapi gue udah minta supaya bisa sekamar sama lo. Jadi kita bisa pulang bareng besok." perempuan itu berpura-pura tidak melihatku, tetapi aku tahu dia sangat menyadari keberadaanku. "Karin, tolong. Balik ke kamarmu. Ini istriku." perempuan itu menoleh ke arahku, mengerutkan bibirnya sedikit sebelum berkata, "Ngapain dia di sini? Kenapa kamu manggil dia ‘istriku’? Aku sekarang pacarmu, dan kamu bakal cerai bentar lagi. Kenapa nggak suruh dia pergi, sayang?" Dia mendekati tempat tidur tempat suamiku berbaring dan menggenggam tangannya. Pandanganku jatuh pada tangan mereka yang bersatu. Dia tidak melepaskannya. Sebaliknya, dia justru membalas genggamannya dengan lembut. "Tolong, Rin, kasih aku waktu buat ngomong sama dia." perempuan itu melepaskan tangannya dari suamiku dan berjalan menuju pintu. Saat melewatiku, dia sengaja menyenggol bahuku. Aku tidak bisa bereaksi saat ini. Kuakui aku masih syok, hingga tidak mampu bergerak. "Mel, gue minta maaf. Ini bukan cara yang gue mau supaya lo tahu. Sumpah, gue nggak pernah mau nyakitin lo. Ini cuma sesuatu yang nggak bisa gue kontrol. Maafin gue." Mendengar kata itu, rasanya tubuhku mulai mencair setelah sebelumnya membeku. Air mata mulai mengalir deras tanpa bisa aku hentikan. "Lo minta maaf? Serius?" Aku mengusap air mataku dengan kasar, meski tetap terus mengalir. "Maafin lo? Nggak, gue nggak bisa. Gue nggak bakal pernah lupa atau maafin apa yang lo lakuin ke gue. Kalau lo nggak cinta lagi sama gue, caranya nggak gini. Lo harusnya ngakhirin hubungan kita dari dulu. Nggak begini caranya. Gue udah kenal lo lima belas tahun. Lo tahu gue bakal ngerti. Gue paham kadang cinta nggak bertahan selamanya. Tapi lo lebih milih buat ngelakuin semuanya di belakang gue. Tapi kalau itu yang bikin lo bahagia, oke. Jangan minta gue untuk ngerti, karena sama sekali nggak pernah terlintas di pikiran gue buat selingkuh. Tenang aja, kita udah selesai sekarang. Dan nggak usah khawatir, gue nggak akan menghalangi lo buat gugat cerai gue. Lo masih muda, lo pantes sama cewek pilihan lo. Kalau itu bukan gue lagi, gue bakal pergi." Saat itu, pintu kamar terbuka, memperlihatkan ibu mertuaku yang masuk bersama perempuan yang telah menghancurkan rumah tanggaku. "Nak, astaga! Kok kamu bisa begini …?" Ibu mertuaku sama sekali mengabaikanku dan segera mendekat ke arah putranya. Perempuan berambut cokelat itu ikut mendekat, berdiri di sisi lain tempat tidur. Aku menjadi satu-satunya orang asing di ruangan itu. Tidak ingin dipermalukan lebih jauh, aku mengambil tas tanganku dan melangkah keluar. Aku keluar dari kamar itu, keluar dari kehidupannya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
212.4K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.9K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
168.0K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook