Pagi itu Choki dan Dayan memutuskan untuk meninggalkan hotel dan berburu kain tradisional di daerah istimewa Yogyakarta, mereka berburu dipagi buta dan langsung menuju tempat pembuatan kain-kain tersebut. Kualitas, ya … mereka lebih mengutamakan kualitas di atas segalanya, dan hal itulah yang membuat mereka begitu ketat dalam memilih produk, baik dari bahan dan cara pembuatannya. Dan mereka pun tidak lupa untuk memotret proses tersebut, yang nantinya berguna sebagai bukti, bahwa kain tradisional berbeda dari yang lainnya. Seperti biasanya, Dayan berperan sebagai ahli bicara dan Choki yang memegang kendali kamera. Ia akan memotret, dan merekam sesuatu yang menurutnya bagus untuk di rekam, karena Choki memiliki fashion yang bagus dalam photo. Keahlian Dayan memanglah berbicara, dia akan terus berbicara hingga akhirnya Choki pun memutuskan untuk dialah yang menjadi ahli bicara dalam kantornya, dan menurutnya itu sangat membantu.
Mereka sudah menjumpai dua lokasi produksi kain tradisional di sana, dan akan menjadi yang ketiga kalinya, namun Dayan tidak pernah berhenti mengoceh bahwa dirinya sudah lapar dan ingin makan di restaurant seafood. Mendengar rengekan Dayan di telinga Choki membuatnya sudah tidak tahan lagi dan akhirnya segera membelokkan mobil mereka ke restaurant yang diinginkan sang sahabat. “let’s go!” seru Dayan dengan senang, ia segera melepas selftybelt miliknya dan keluar dari mobil meninggalkan Choki yang menghela nafas dan menggeengkan kepala seraya membuntuti langkah kaki Dayan di sana.
“lu harus makan ikan, Ki!” ucap Dayan berjalan mengikuti sang pelayan, setelah sebelumnya ia memesan meja untuk dua orang di tempat yang viewnya bagus buat photo. Choki yang mendengarnya kembali mendenguskan nafasnya tidak setuju, ya … antara Dayan lupa, atau memang ia sengaja mengatakan hal itu kepada Choki yang notabenenya ia adalah seorang Vege. Setelah duduk di tempat yang ditunjuk oleh sang pelayan, Dayan denganh semangat membuka menu dan membacanya satu persatu, sedangkan Choki bertanya mengenai salad tanpa mayonaise yang setidaknya mungkin disediakan oleh pihak restaurant, dan beruntunglah dia ketika sang pelayan mengatakan bahwa menu itu di sediakan di sini.
“saya pesan yang satu itu, plus air mineralnya ya, yang tidak dingin” ucap Choki pada sang pelayan yang kini menganggukkan kepala dan mencatatnya di catatan miliknya, dan setelah Dayan memesan beberapa menu, pelayan itu akhirnya meninggalkan meja mereka setelah sebelumnya ia kembali membacakan pesanan agar tidak ada satu menu pun yang terlewati di sana.
“heh Yan, lu yakin pesen semua menu itu?? nanti gak kemakan lagi!” ucap Choki kepada Dayan yang kini menjentikkan bahunya seraya berucap,
“yakin! Gua kan suka ikan, Ki! Lu lupa ya??” ucapnya seraya membersihkan tangannya dengan tisu basah yang tersedia di sana, kedua matanya kini menatap satu persatu menu yang sudah hadir di atas menja sana dan berkali-kali juga ia menjilat bibirnya karena lapar dan sudah siap untuk segera mengeksekusi seluruh menu yang ada di hadapannya itu.
“sakit perut lu, makan sebanyak ini!” ucapan Choki tidak ditanggapi olehnya yang saat ini melahap lobster yang berada di dekatnya dan hal itu membuat Choki pun menyerah dan akhinya ikut makan, meski ia makan salad pesanannya di sana.
Hanya butuh waktu satu jam bagi Dayan untuk menghabiskan seluruh menu yang ia pesan di sana, dan hal itu mampu membuat Choki menganga tidak menyangka bahwa Dayan benar-benar akan menghabiskannya seperti orang kelaparan dan tidak pernah makan. Hal itu pun sekaligus membuat Choki merasa malu, bagaimana tidak? Dayan menyantap semuanya dengan bersih dan hal itu tentu menjadi perhatian orang-orang yang ada di sana.
“gue gakkan ajak lu ke restoran ini lagi, Yan!” ucap Choki seraya memasang selftybeltnya, dan hal itu membuat Dayan yang mendengarnya menoleh dan menatapnya dengan bingung,
“kenapa emang?” tanya Dayan padanya yang kini tidak menjawab dengan lebih detail, dan memilih untuk melajukan mobilnya menuju lokasi selanjutnya. Choki memang mengetahui sebagian daerah di Yogyakarta dan itu sebabnya ialah yang mengemudikan mobil mereka saat ini.
“nanti kita pulang, gua mau beli ikan buat di jakarta ah! Terus ikannya gue olah dan bagiin ke yang lainnya” dan ucapan Dayan membuat Choki menoleh dirinya dengan tajam, dan dilihat dari tataopan itu Choki keberatan karenanya,
“ngapain?? bau tau!” protes Choki kepadanya, Choki masih mengemudikan mobilnya menuju lokasi selanjutnya. Dan mendengar protes darinya, membuat Dayan memutarkan kedua bola matanya, ya ia sangat malas ketika harus mendengar Choki memprotes dirinya. Tapi hal itu tidak akan pernah membuat Dayan mengalah pada Choki, ia terus mengatakan bahwa ikan-ikan itu tidak akan bau, dan ia yang akan menjamin semuanya jika itu terasa bau.
“dijamin gakkan bau, Ki! Seriusan deh!” ucap Dayan seraya menoleh menatap Choki yang menggelengkan kepalanya di sana, ia masih terfokus pada jalanan yang ada di depannya, namun terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa ia sangat meragukan ucapan Dayan. “yaelah Ki! Gua juga gakkan bawa ikan pake plastik kali! Gua bakal pake styrofoam! Dijamin gakkan bau!!” timpalnya lagi, Dayan begitu bersikeras agar Choki mengiakan ucapannya.
Tak ada yang bisa dilakukan oleh Choki saat itu selain mengangguk pasrah mengiakan perkataan Dayan, karena ia amat mengerti dengan sahabat kecilnya itu. Dilarang atau tidak, dengan persetujuan ataupun tidak, ia akan tetap melakukan hal yang ia inginkan. Dengan contoh dua bulan yang lalu disaat ia ingin membawa tiga permadani yang besarnya bukan main, yang dengan sengaja ia beli untuk tiga wanita incarannya. Meskipun Choki bersikeras melarangnya, namun pada akhirnya suka ataupun tidak Dayan membawa tiga permadani tersebut. Dan akhinya Choki pun mengalah dan membantunya.
“iya deh, lu boleh bawa tuh ikan!” ucapan Choki saat itu pun membuat Dayan tersenyum dengan puas seraya berucap,
“nah, gitu dong!” serunya pada Choki yang masih menyetir, mereka masih melanjutkan pemburuan kain hingga ke pelosok-pelosok, demi mendapatkan kain yang berkualitas.
…
Waktu menunjukkan pukul 5 sore, sudah empat tempat mereka kunjungi dan mereka sudah mendapatkan bahan kain yang mereka inginkan. “masih ada waktu kan?? Ki, kita ke pantai yuk! Gua mau beli ikan nih!” ditolehkannya kepala Choki yang saat itu tengah memotret pemandangan pedesaan di sana, dikerutkannya dahi Choki tidak setuju dengan hal itu, dan hal itu ia ungkapkan dengan berucap,
“sekarang juga?? kan bisa besok Yan! Lagian lu mau beli ikan di pantai?? seriusan lu?!”tanya Choki kepadanya yang kini tersadar dan mengatakan,
“oh iya, yaudah … besok subuh aja kita ke pantainya ya! Soalnya nelayan udah sampe ke pesisir sekitar subuh, biar ikannya seger!” itulah ucapan Dayan yang saat ini segera masuk ke dalam mobil, dan hal itu membuat Choki berkali-kali harus menghela nafasnya dengan pelan, ia berusaha untuk bersabar dengan orang yang satu itu. Beruntunglah Choki mengenal Dayan sudah sejak lama, jadi ia mengetahui dan memaklumi sifatnya tersebut.
“Ki!” sebuah panggilan dari Dayan, membuat Choki menoleh dan menatapnya yang saat itu menyembulkan kepalanya dari jendela, “kita ke Parangtritis aja yuk! Gua mau lihat pantai nih, gua mau lihat indahnya laut!” sambungnya lagi, dan Choki hanya memejamkan kedua matanya merasa cukup pusing dengan permintaan-permintaan Dayan yang terbilang sangat merepotkannya.
“udah gelap lah Yan! Launya juga Gakkan keliatan kali” ucap Choki, ia berjalan menuju mobilnya setelah sebelumnya ia mematikan kamera yang ia genggam dan ia pun masuk ke dalam sana untuk melihat Dayan yang kini menoleh menatapnya,
“biarin! Kita masih bisa denger deburan ombaknya kok!” timpal Dayan kepadanya, yang akhirnya lagi dan lagi Choki mengalah dan pada akhirnya ia melajukan mobil mereka menuju Parangtritis.
…
to be continue.