BAB III

1212 Kata
(satu minggu kemudian) Keracunan dan sebuah penyakit melanda orang-orang yang tinggal di daerah pesisir pantai dan sekitarnya, mereka serempak mengeluhkan pusing di kepala, mual-mual dan tubuh menjadi lemas. Bahkan sebagain orang pun mengaku melihat bahwa mereka yang mengeluh sakit, secara tiba-tiba mengalami halusinasi yang hebat, hingga mereka berlari, menggeram dan bahkan menubrukkan diri mereka kearah mobil yang tengah melaju. Spekulasi pun bermunculan, banyak yang mengatakan bahwa hal itu terjadi karena mereka terkena dampak dari pabrik sekitar dan banyak juga yang menyakini bahwa itu adalah efek dari tenggelamnya kapal Echo Marine yang dipercayai  membawa sebuah cairan berupa virus atau wabah yang mencemari sebagian besar lautan dan sampai ke laut Indonesia, hingga memberikan dampak kepada mereka semua dan termasuk ikan-ikan yang ditemukan mati di pinggiran pesisir pantai. Namun hal itu segera ditepis oleh Presiden yang mengatakan bahwa semua itu belum bisa dipastikan, mengenai dari mana datangnya penyakit, virus, serta efek tersebut, dan ia mengatakan bahwa para ahli dalam bidangnya masih berupaya untuk mencari tahu lebih lanjut lagi, dan Beliau mengatakan bahwa rakyat dimohon untuk bersabar menunggu dan berwaspada terhadap apapun kemungkinan yang terjadi nantinya, terutama masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai. … Banyak sekali video yang beredar dan mulai meresahkan para warga mengenai gejala-gejala virus yang belum memiliki nama ini, namun mereka menyebutnya dengan virus Z-I atau zombie Indo atau zombie dari Indonesia. Dan melihat hal itu, banyak sekali warga pesisir pantai yang akhirnya mengungsi secara diam-diam ke daerah kota dan desa terdekatnya, karena mereka meyakini bahwa daerah pesisir sudah terkutuk dan tidak baik untuk ditinggali, dan hanya butuh waktu satu hari untuk pemerintah turun tangan dan akhirnya mengkarantina wilayah-wilayah tersebut, tidak boleh ada warga pesisir yang masuk ke kota dan begitu pula dengan sebaliknya. Warga disarankan untuk tetap tenang menghadapi kondisi seperti ini, dan bahkan banyak kabar yang mengatakan bahwa Pemerintahan sudah menyiapkan sebuah kawasan yang mereka beri nama zona aman di setiap wilayah yang ada di Indonesia, jika-jika virus sudah menyebar dan tidak dapat ditangani oleh pihak pemerintahan, dan bahkan ada pula yang menepisnya dan mengatakan bahwa pemberitaan tersebut adalah isu politik yang menutupi satu kasus besar yang terjadi di Indonesia. Tak ayal, kabar yang simpang siur ini membuat para warga menanggapinya dengan begitu santai, dan bahkan hanya beberapa dari mereka lah yang mempersiapkan diri untuk berjaga-jaga terhadap kabar yang menyebar tersebut. Beberapa warga bahkan sudah berkemas dan pergi menuju camp yang dimaksud, dan banyak pula yang meyakini bahwa zona aman tersebut tidak ada wujudnya (tidak benar mengenai adanya persiapan mengenai kawasan zona aman).     -3.1-Kedua mata Edwin menatap layar tv dengan begitu tajam, dan helaan nafas yang terdengar akan membuat semua orang yang mendengarnya merasa bahwa ia tengah memikirkan sesuatu hal yang menurutnya sangatlah berbahaya dan ia merasa cemas karenanya, bahkan bukan dari helaan nafasnya, raut yang ia tunjukkan pun sudah menunjukkan hal tersebut. “kurasa tidak ada salahnya untuk melakukan semacam persiapan” gumamnya pada dirinya sendiri, Edwin adalah orang yang seperti itu, dia akan berbicara pada dirinya sendiri ketika ia tengah mengalami stress, tertekan, panik atau seperti saat ini. Ia mengetahui bahwa kondisi saat ini sedang tidak aman, dan pemberitaan di Tv mungkin saja adalah isu politik atau sebagainya, namun ia tidak pernah menganggap ini sebagai candaan dan juga tidak terlalu serius dalam menanggapinya, namun bersiap-siap menghadapi semua yang akan terjadi bukanlah hal yang merugikan bukan? Jadi itulah yang ia lakukan saat ini, mempersiapkan diri jika-jika ada suatu hal yang tidak ia inginkan terjadi. Edwin berjalan menuju kamarnya, kedua matanya kini menoleh menatap beberapa kantung tas yang menggantung di sana, dan pada akhirnya dia memilih untuk meraih Ransel hitam miliknya, setelah ia meraih ransel tersebut, kedua pandangnya kini beralih menatap kotak obat yang menempel di dinding kamarnya, ia adalah tipe orang yang selalu menyiapkan segala sesuatu dengan matang, dan bahkan ia akan terlihat seperti sangat niat dalam menanggapi seluruh hal yang belum tentu benar adanya. Ia berjalan untuk meraih p3k tersebut, namun ketika ia menyadari bahwa kotak obatnya tidak lengkap, ia pun hanya bisa mendesahkan nafasnya dengan berat, “oke … aku akan pergi ke apotik besok” gumamnya lagi, ia melempar kotak p3k tersebut ke atas kasur, dengan malas ia melangkah mendekati nakas yang berada tepat di samping kasur tidurnya, ia pun membuka laci di sana dan meraih pisau lipat yang tergeletak di dalamnya, kedua pandangnya beralih menatap hodie miliknya dan ia pun memasukan hodie itu ke dalam nya, tidak lupa dengan beberapa kaos oblong juga baju dalaman dan akhinrya masuk juga kedalam ransel tersebut. Setelah semua yang ia butuhkan sudah ia masukkan, akhirnya ia meletakan ransel tersebut tepat di samping kasur miliknya merasa bahwa hari ini persiapannya cukup sampai di situ. Kedua pandangnya kini menoleh menatap ponsel miliknya yang bergetar di meja ruang tengah dan hal itu membuat Edwin segera berjalan untuk meraih ponsel miliknya, untuk kemudian diliriknya oleh Edwin mengenai siapa yang menghubunginya malam itu, yang ternyata adalah rekan satu kerjanya, Agus. Melihat dia yang menelfon, Edwin pun segera mengangkat sambungannya, takut-takut jika ia mengajaknya untuk ikut syuting di tempat yang lain, “ya gus, ada apa?” tanya Edwin kepadanya yang berada di sana, “bro, gue ngindep di rumah lu ya?” dikerutkannya dahi Edwin ketika mendengar hal tersebut, “gue udah di depan kosan lu ya, bro!” sambung Agus di sebrang sana, dan mendengar ucapannya membuat Edwin dengan segera berjalan ke arah pintu dan bergegas menggeserkan tirai jendelanya, dan benar saja … Agus berada di sana dan kini tersenyum seraya melambaikan tangan ke arahnya, “gila lu, kenapa kesini??” tanya Edwin, sebenarnya ia tidak ingin di ganggu oleh siapapun saat ini, terlebih virus Z-I yang tengah merebak membuatnya menjadi lebih was-was terhadap siapapun yang datang, meskipun ia tahu bahwa virus itu berada di daerah pesisir pantai dan belum tentu akan menyebar hingga ibukota. Dengan malas ia membukakan pintu untuk Agus yang kini terkekeh seraya memberikannya martabak asin dan gorengan di sana, “sorry ya … gue numpang dulu tidur di sini, sehari doang sih” ucap Agus, ia melenggang masuk ke dalam ruangan tersebut setelah sebelumnya ia memberikan bungkusan makanan itu kepada Edwin yang kini menutup kembali pintu kosannya, pandangan Agus kini mengedar, ia melihat sekeliling ruangan tersebut dan menatapnya dengan seksama, menyadari hal itu membuat Edwin menghela nafasnya dan berucap, “tenang aja, gak ada CCTV kok, Gus!” jelas Edwin seraya berjalan menuju dapur untuk kemudian mengambil piring dan menata makanan yang baru saja dibawa oleh rekan kerjanya tersebut, mendengar ucapan Edwin membuat Agus tertawa dan kini terduduk di sofa empuk itu, kedua mata Agus kini menoleh menatap Edwin yang datang membawa piring martabak dan gorengan di sana, dan hal itu membuat Agus senang dan meraih gorengan tersebut untuk akhirnya ia santap di sana, “kenapa lu kesini? tumbenan Gus!” tanya Edwin seraya meraih remote tv di sana dan menyalakannya agar tidak terlalu sepi, sedangkan orang yang ditanya kini meliriknya dan mengedikkan kepalanya sebelum akhirnya ia kembali menatap layar tv yang baru saja menayangkan sepak bola, “biasa … lagi berantem sama ratih istriku itu!” dengan santainya Agus berucap seperti itu, dan hal tersebut membuat Edwin menggelengkan kepala, ia merasa tidak mengerti dengan orang yang satu ini, bisa-bisanya ia dengan santai memakan gorengan dan menonton bola di rumah temannya, sedangkan saat ini dia tengah di landa masalah yang berhubungan dengan sang istri.  ...  to be continue. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN