Prolog
Empat tahun lalu…
Beni Dirgantara yang menghabiskan hari-harinya di sebuah yayasan panti jompo milik Dirgantara Foundations, tiba-tiba pulang ke rumah di luar jadwal kepulangannya. Wajahnya tampak setingkat lebih semringah dari biasanya. Di sampingnya berdiri seorang gadis lugu dengan senyuman semanis madu. Gadis itu bernama Abigail. Gadis yang tidak jelas asal usulnya. Hanya karena gadis itu telah menyelamatkan nyawanya, membuat Beni jadi bersimpati dan bahkan diperkenalkan kepada keluarga besarnya.
“Abigail, perkenalkan diri dulu. Mereka adalah keluarga saya. Jadi kamu tidak perlu sungkan seperti itu,” ujar Beni sambil menepuk pundak Abigail dengan hangat.
“Baik, Kakek,” jawab Abigail dengan senyum malu-malu. “Hallo semua… Perkenalkan, namaku Abigail. Kalau terlalu panjang bisa dipersingkat menjadi Abbey saja,” ujarnya.
Tak ada satupun dari anggota keluarga Dirgantara yang menunjukkan wajah ramah padanya. Padahal di sana sudah berdiri enam orang dewasa dan satu anak-anak yang merupakan anggota inti keluarga Dirgantara. Tak jauh dari sana juga berdiri sekitar dua belas asisten rumah tangga yang bekerja di kediaman keluarga Dirgantara, serta satu orang kepala ART yang merupakan orang kepercayaan keluarga Dirgantara, namanya Ibu Devi. Di antara semua orang yang berada di tengah-tengah istana megah milik keluarga Dirgantara, hanya Tuan Beni dan Ibu Devi terang-terangan menyambut Abigail dengan.
“Perkenalan yang bagus, Abbey. Mereka pasti menyukaimu,” bisik Beni membuat Abigail tersenyum kikuk. “Oiya, selain perkenalan singkat ini, ada satu hal yang akan aku sampaikan pada kalian. Abigail akan menjadi anggota keluarga Dirgantara secara resmi setelah menikah dengan Kenny Dirgantara, cucuku. Aku memutuskan hal ini karena menganggap Abigail adalah kebahagiaan untukku seperti arti namanya, kebahagiaan ayah. Tidak boleh ada yang membantah keputusanku ini. Kalau ada yang merasa keberatan silakan meninggalkan rumah dan jangan berharap mendapatkan fasilitas apa pun dari Dirgantara Group. Mengerti semua?”
Tidak ada yang berkutik pada keputusan Beni Dirgantara hari itu, termasuk Joni Dirgantara yang merupakan pimpinan dari Dirgantara Group. Sementara itu Kenny Dirgantara sang anak, cucu sekaligus laki-laki yang akan dinikahkan dengan Abigail memandang Abigail dengan penuh rasa jijik dan amarah. Namun dia tidak bisa berbuat apa pun untuk menolak titah sang kakek. Daripada dia harus kehilangan semua fasilitas dan hak warisnya dari Dirgantara Group, dia terpaksa harus memenuhi keputusan kakeknya itu.
Padahal di tempatnya berdiri Abigail tengah menatap satu persatu anggota keluarga Dirgantara dengan senyum terbaiknya. Tanpa pernah Abigail tahu kalau hari itu merupakan hari terakhir dia menunjukkan senyuman terbaiknya kepada seluruh anggota keluarga Dirgantara.
~~~
^vee^