BAB 1
Annisa Aulia, 21 tahun, seorang mahasiswa tingkat akhir di salah satu Universitas di Surabaya. Dia merupakan gadis cantik dan pandai. Hal itu terbukti dari prestasinya selama kuliah. Tak hanya itu, gadis itu juga masuk Universitas melalui program beasiswa jalur prestasi. Ia hanya seorang gadis sederhana yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Namun tak banyak yang tau Annisa yang sangat polos dalam segala hal. Justru terlampau polos apalagi dalam hal menjalin hubungan dengan lawan jenisnya.
Pagi itu merupakan hari pertama Annisa magang di salah satu perusahaan besar di kota tempatnya menimba ilmu. Gadis itu kesiangan karena lembur mengerjakan tugas kuliah. Dia terburu-buru berlari menuju gerbang Universitas, hendak menunggu ojek online yang dipesannya. Berdasarkan lokasi, sang driver ojek online akan segera tiba sesuai titik penjemputan.
Nissa melihat salah seorang pria dengan jaket hitam bergaris hijau, seragam khas ojek online yang dia pesan, hendak meninggalkan gerbang kampus. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung berlari sekuat tenaga agar pria itu tak pergi meninggalkannya. Nissa pikir tukang ojek itu hendak meninggalkannya karena dia membuat orang itu lama menunggu.
“Kang ojol, tunggu!” teriak Annisa.
Tepat saat pria yang dikiranya driver ojol itu melajukan kuda besinya, Annisa menarik jaket pria itu dengan sekuat tenaga. Pria itu nyaris terjungkal kebelakang gara-gara aksi tarik yang dilakukan Annisa.
"Hei, Mbak! Siapa yang ojol? Aku bukan ojol. Turun!" Bentak pria itu kasar.
Annisa mengabaikan perkataan pria itu. Annisa langsung menyambar helm yang dikaitkan di belakang motor itu.
"Udah deh, Mas. Buruan. Kalaupun Mas nya bukan ojol, tolong anterin aku dulu, deh! Aku terlambat ini. Nanti aku kasih tips," ucap Annisa. Wanita itu terus menepuk-nepuk bahu pria itu agar segera melajukan motornya.
"Sial!" umpat Arga. Gara-gara mobilnya mogok, Arga dikira seorang driver ojol (ojek online). Padahal ia pagi itu sedang terburu-buru agar segera tiba di kantornya.
"Untung cantik," batin pria itu.
“Mau ke mana?” Mau tak mau Arga mengalah menghadapi Annisa.
“Ke Adipraja Group, Bang! Ngebut ya?” jawab Annisa.
Arga mengangguk. “Pegangan biar gak terbang. Kalau sampai terjatuh aku gak mau tanggung jawab,” ujar pria itu memperingatkan.
Arga melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Annisa bukannya takut, dia malah senang dengan cara pria itu melajukan kendaran roda dua itu.
Hanya lima belas menit, keduanya telah sampai di pelataran Adipraja group. Annisa kemudian turun dan melepaskan helm pink yang dipakainya. Gadis itu kemudian memberikan helm itu kepada ‘Kang Ojol’ itu serta menyodorkan uang kertas berwarna biru kepada pria itu.
“Kembalian nya ambil aja. Makasih ya, Bang.” Annisa kemudian bergegas berlari menuju bangunan bertingkat yang bertuliskan Adipraja Group.
"Tunggu, kenapa dia minta diantar ke kantor ku? Dia kan bukan karyawan perusahaan ku?" Pikir pria itu lagi saat gadis itu sudah berada cukup jauh dari hadapannya.
Arga menatap uang kertas yang dipegangnya itu. pria itu tertawa, menertawai dirinya sendiri yang sesaat seperti orang bodoh yang mau begitu saja mengantar gadis yang tak ia kenal dan dibayar dengan selembar uang lima puluh ribu.
“Ya ampun,” ucap pria itu sembari membolak-balik uang itu.
Arga kembali melajukan motornya menuju parkiran kantor itu, tempat parkir khusus kendaraan roda dua di perusahaan itu.
Arga kemudian melangkah ke dalam perusahaan itu. setiap orang yang melihat pria itu menundukkan kepala memberi salam tanda hormat kepada pria muda itu.
Arga hanya tersenyum simpul. Namun senyumannya mampu membuat gadis-gadis yang melihatnya histeris. Hanya dibalas dengan senyum saja mereka sudah begitu bahagia. Pria itu kemudian melenggang menuju lift yang akan mengantarkannya ke ruangannya. Lift khusus yang hanya terhubung dengan kantor utamanya.
Saat pintu terbuka, pundak pria itu ditepuk oleh seseorang. Arga menoleh, dan mendapati teman bangsulnya yang pagi itu baru datang juga.
“Dapat berapa dari ngojek?” tanya pria yang bernama Jordan kepada Arga saat keduanya telah memasuki kapsul lift itu.
Arga hanya menunjukkan selembar uang lima puluh ribuan kepada Jordan. Spontan pria di sebelahnya itu tertawa terbahak. Beruntung hanya mereka berdua di dalam lift itu. bayangkan jika ada orang lain juga ada di sana. Mau ditaruh di mana wajah Arga itu. Arga hanya bisa menahan emosinya. Ingin rasanya pria itu menimpuk Asistennya itu.
TING.
Pintu lift terbuka. Mereka sudah sampai di ruangan Arga. Kotak besi itu langsung terhubung dengan ruangan Arga. Lebih tepatnya di dalam ruangan kerja Arga.
“Apa jadwal hari ini?” tanya Arga dingin.
“Hari ini kamu hanya ada jadwal bertemu dengan klien dari Perusahaan pengembang. Selebihnya tak ada jadwal. Oh iya, Mamamu mengajakmu makan siang nanti,” ujar pria itu santai.
“Ya sudah. Kamu aja yang ketemu sama klien. Tanpa penolakan!” ucap Arga saat Asistennya itu hendak protes.
Arga yang pagi itu masih merasa moodnya kacau, merasa malas untuk pergi bertemu siapapun. Termasuk bertemu mamanya. Pasti wanita yang sangat dicintainya itu menanyakan pertanyaan yang sama ‘Kapan menikah?’
Jordan yang paham dengan apa yang dipikirkan Arga, hanya berusaha menyemangati pria itu.
Tapi tunggu, Arga baru ingat, bagaimana bisa Jordan mengetahui kalau dia dikira ojek oleh wanita asing?
“Tadi, kenapa kamu mengira aku jadi kang ojek, tau dari siapa? Lihat di mana?” tanya Arga.
“Ya tau lah. Lah tadi saat gadis itu turun dari boncengan motormu, eh, motorku yang kamu pakai maksudnya, aku ada di belakangmu. Jadi kamu gak tau kalau aku ada di belakangmu?” tanya Jordan balik.
Arga menggelengkan kepalanya. “Kamu kan makhluk tak kasat mata. Aku tadi gak liat kamu ada di sana.”
Jordan menepuk jidatnya. “Ya ampun. Dikiranya aku hantu apa,” ucap Jordan sembari berpura-pura sedih.
“Udah, gak usah sok sok-an sedih. Kalah tuh mas-mbak yang mangkal di prapatan sana.” ujar Arga dengan tampang datarnya.
GUBRAK.
Jordan merasa sesuatu dalam dirinya tiba-tiba terjatuh dengan sangat keras, “Ya ampun, aku disamakan dengan cowok anu?”
“Aku tinggalin baru tau rasa kamu!” gertak Jordan.
Arga hanya mengangkat bahu. “Ya udah sana. Toh aku gak suka sama terong.”
Jordan merinding. “Aku juga masih normal kali. Bukan pecinta sesama terong.”
Jordan kemudian menuju pintu keluar ruangan itu. tepat saat ia hendak memutar handel pria itu berbalik. “Mau aku bantu cari tau gak mengenai gadis tadi yang ngira kamu ojol?” Pria itu menekankan kata ‘ojol’ saat berkata kepada Arga.
Arga melemparkan sebuah bolpoint ke arah pria itu. Jordan mengelak, menghindar agar tak terkena lemparan benda dari Arga.
“Awas aja kalau berubah pikiran ingin minta data gadis itu,” ucap Jordan dari balik pintu sebelum akhirnya menutup pintu karena aksi pelemparan kedua dari Arga.
Arga tampak berpikir. Tawaran Jordan sepertinya bisa dipertimbangkan. Dia ingin tau seperti apa sosok gadis tadi pagi itu?