BAB 3

1042 Kata
Sementara itu, Annisa yang mulai bekerja pagi itu mendapat sambutan hangat dari anggota divisi tersebut. Hari pertamanya tampak menyenangkan meski bermula dengan awal yang menyebalkan. “Hai, kenalkan, aku Deksa,” ucap seorang pria sambil mengulurkan tangannya. “Aku Annisa,” jawab Annisa sembari menyambut uluran tangan pria itu. Deksa yang ramah dan mudah bergaul, membuat Annisa nyaman berteman dengan pria itu. Pria itu cukup humoris, membuat divisi sekretaris seolah hidup karena sifat humorisnya. Anggota divisi tersebut dapat menangkap sinyal ketertarikan seorang Deksa kepada Annisa. Meski jatuh cinta pada pandangan pertama itu adalah sebuah hal yang sangat tidak mungkin, Deksa sangat kentara menyukai gadis itu. Namun karena Annisa yang sangat tidak peka akan kode alam ketertarikan akan seorang pria, mengabaikan itu semua. Ia benar-benar menganggap pria itu sebatas teman, rekan kerja, tak lebih. Annisa yang merupakan seorang gadis dari kalangan bawah, tak pernah sedikitpun memikirkan segala hal yang berbau romansa antara pria dan wanita. Ia hanya fokus dengan bagaimana membahagiakan orang tuanya dan membuat mereka bangga karena telah membesarkannya. Tak ada yang dipikirkan oleh seorang Annisa selain menuntut ilmu dan membahagiakan orang tuanya. Dia sangat ingin membahagiakan cinta pertamanya, ayah dan ibunya. Hari pertama bekerja, Annisa disambut dengan setumpuk pekerjaan yang harus ia selesaikan hari itu juga. Untuk divisi sekretaris, Siska, Kepala Bagian Sekretaris atau Sekretaris utama perusahaan itu memberlakukan aturan supaya semua anggotanya wajib tepat waktu menyelesaikan setiap tugas. Tak ada kata lembur, oleh karena itu wanita berusia hampir tiga puluh tahun itu menyuruh semua anggota divisi yang hanya berjumlah enam orang itu memaksimalkan waktunya. Wanita itu tak memberlakukan larangan ketat, hanya saja dia menekankan kepada setiap anggotanya akan tanggung jawab pekerjaan mereka masing-masing. Mereka saling membantu satu sama lain. Kompak dan efisien adalah salah satu motto yang diterapkan Siska kepada anggotanya. Selama wanita itu menjadi kepala sekretaris, perusahaan itu semakin berkembang pesat. Siska yang sejak muda dididik langsung oleh Revan dalam membantu perusahaan, kini benar-benar mendedikasikan hidupnya kepada perusahaan itu. Siska adalah sosok yang luar biasa menurut Annisa. Pasalnya, selain menjadi sekretaris profesional, Siska merupakan seorang ibu dan istri sempurna bagi keluarga kecilnya. Hal itu ia ketahui dari rekannya yang lain yang sudah lebih dahulu mengenal Siska dan keluarganya. Parutan! Eh, panutan! Tepat saat pukul empat sore, Annisa menyelesaikan semua tugas yang diberikan hari itu. Meski dia hanya anak magang, pekerjaan yang diberikan kepadanya bukanlah hal yang sepele. Tak ada tugas menyusun berkas anggota divisi atau permintaan anggota lainnya untuk membelikan seniornya minuman seperti halnya di novel-novel yang ia baca. Gadis itu benar-benar diberi tugas sebagai seorang sekretaris. Mereka yakin, jika seorang Jordan membawa anak baru ataupun anak magang, pria itu akan merekrut orang yang dibawanya menjadi karyawan tetap perusahaan. Jordan tak pernah sekalipun sembarangan membawa orang ke divisi sekretaris. Apalagi divisi itu merupakan orang-orang yang setiap harinya akan berurusan dengan seorang Arga yang terkenal dingin di perusahaan itu. Hanya di bagian sekretaris yang boleh bertemu dengan Arga. Apabila ada anggota divisi lain yang ingin bertemu, mereka hanya bisa menyampaikan berkas atau hal-hal lainnya ke divisi yang diketuai oleh Siska. Annisa kini sudah siap untuk pulang. Ia sudah membereskan berkas-berkas yang dikerjakannya dan mengumpulkannya ke meja Siska. Tak hanya itu, Annisa juga sudah merapikan meja kerjanya. Gadis itu benar-benar menerapkan prinsip efisiensi seperti yang diarahkan oleh ketua bagiannya. Usai berpamitan dengan yang lainnya di depan perusahaan, Annisa berjalan menuju halte tak jauh dari perusahaannya. Gadis itu hendak menunggu angkutan umum yang akan mengantarkannya pulang. TIN TIN Seseorang menglakson motornya dan berhenti tepat di sebelah gadis itu. Seorang pria dengan motor tangki di bagian depannya itu menghampiri Annisa. Pria itu membuka kaca helmnya dan menyuruh Annisa naik. Annisa yang mengira pria itu adalah ojek online karena mengenakan jaket bergaris hijau, setuju untuk menaiki kuda besi itu. Ia mengenakan helm pink yang sama dengan sebelumnya dan meminta pria itu mengantarkannya kembali ke asrama. “Nanti ongkosnya kayak tadi pagi ya, Mbak?” ucap pria itu yang cukup membuat Annisa terkejut. Ingin rasanya Annisa turun dari boncengan motor itu. namun ia urungkan karena mustahil untuk lompat sementara kendaraan itu melaju dengan cepat. Mau tak mau Annisa mengangguk meski anggukan gadis itu tak dapat dilihat oleh sang pengemudi. Motor membelah jalanan kota Surabaya yang padat sore itu. Tak membutuhkan waktu lama, mereka sudah ada di depan asrama kampus. “Terima kasih, Bang,” ucap Annisa sembari menyerahkan helm yang baru saja ia pakai. Tak lupa gadis itu memberikan uang tunai sejumlah yang pria itu minta. Mau bagaimana lagi, meski sebenarnya kalau menggunakan aplikasi biayanya lebih murah, namun karena sore hari yang padat membuat macet tak mungkin membuat gadis itu menunggu. Bisa-bisa ia sampai terlalu malam di asrama dan harus tidur di luar gedung asrama karena terlambat masuk. Tak pernah terbesit sedikitpun di benak Annisa ngemper di luar gedung. Pria itu menerima uang kertas berwarna biru itu lagi. Dan langsung meninggalkan Annisa yang terbengong. “Songong amat jadi ojol,” gumam Annisa. Wanita itu kemudian berbalik dan berjalan menuju ke gedung asramanya. Hari sudah berujung senja. Annisa kini sudah siap di depan laptopnya untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Dia sudah hampir menyelesaikan skripsinya yang saat ini dalam tahap revisi. Annisa tergolong mahasiswa yang mengumpulkan skripsi di awal. Sedikit revisi akan membuat skripsinya selesai dan bisa dikumpulkan. Beruntung tak ada tugas magang yang harus ia bawa pulang sehingga gadis itu fokus menyelesaikan tugas akhirnya. Tiba-tiba terdengar pintu asrama yang diketuk dari luar. Seorang gadis membawakan Annisa plastik makanan. “Nis, ada titipan tadi dari seseorang. Aku gak tau siapa. Tapi ini katanya buat kamu,” gadis itu menyodorkan plastik putih yang tadi ditentengnya. “Cowok apa cewek yang ngasih?” tanya Annisa. “Cowok, ganteng pula. Pacarmu ya? Pacar baru? Sejak kapan kalian pacaran?” gadis itu menginterogasi Annisa. “Pacar yang mana? Gak ada pacar, aku gak punya pacar, kok,” ucap Annisa. Annisa pun bertanya-tanya dalam hati, siapa yang mengantarkan makanan itu? Dia tak merasa memesan apapun dari aplikasi pengantaran berwarna hijau itu. Annisa bergegas ke luar asrama. Berharap bisa bertemu untuk sekedar mengucapkan terima kasih kepada orang yang memberinya bungkusan. Annisa bisa melihat seorang pria berjaket hitam dengan garis hijau di lengannya mulai melajukan motornya. "Hei, tunggu," teriak Annisa. Pria itu tak mendengar suara kecil Annisa karena tertutup helm. Pria itu dengan cepat melesat meninggalkan area asrama setelahnya. "Siapa, sih? Sok-sokan misterius," gerutu Annisa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN