Bima berjalan memasukkan rumahnya dengan wajah datar. Dia benar-benar tak bersemayam dan b*******h salam menjalani aktivitas keseharian nya belakang ini. Semenjak istri dan anaknya pergi dari rumah, seolah semangat juga pergi dari hidupnya.
"Selamat siang, pak. Tumben bapak pulangnya siang, tapi syukurnya saya uda jaga-jaga, masak sedikit untuk makan siang bapak kalau kalau tiba tiba bapak pulang siang Dan ternyata bapak pulang siang." Bibi langsung menyapa Bima yang masuk ke dalam rumah.
"Bapak mau langsung makan? semuanya uda selesai kok." Bibi bertanya pada Bima.
Bukannya menjawab, Bima malah langsung melempar tas kerjanya secara asal ke arah sofa tamu. Lalu dia langsung berjalan cepat menuju ruang makan.
Tanpa basa basi Bima langsung duduk di depan meja makan. Lalu saat bibi ingin menyajikan makanan untuk nya, Bima langsung menolak dan mengambil semua yang ingin ia makan sendiri, tanpa bantuan dari bibi.
"Bibi bisa pergi dan kerjain yang lain," Bima menyuruh bibi untuk pergi.
Bibi langsung menganggukkan kepalanya. "Baik, pak, kalau begitu saya permisi dulu." Setelah itu bibi langsung pergi ke dapur untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat terhambat ida kerjakan.
"Kenapa bapak auranya seram banget sih? semenjak gak ada ibu dan non Umay, bapak benar benar berubah menjadi kepribadian yang berbeda, bapak benar-benar dingin, datar, dan menyeramkan." Bibi melirik ke arah Bima yang saat ini sedang duduk termenung di depan makanan yang sudah tersaji di meja makan.
"Nahh kan, itu tuh contohnya. Sekarang bapak banyak melamunnya. Takut banget kalau bapak nanti kesurupan setan karena suka melamun, bahaya juga." Bibi tampak resah melihat sang majikan yang berubah total.
"Duhb semoga aja deh keluarga ini cepat berkumpul harmonis lagi seperti biasa. Benar-benar sedih liat bapak seperti itu. Dan aku juga yakin kalau ibu dan non Umay juga merasakan hal yang sama. Mereka sebenarnya sama-sama gak bisa pisah satu sama lain, tapi egois memisahkan mereka saat ini. Saatnya liat, siapa yang akan menang dan kalah, apakah bapak mau luluh dan menerima hubungan non Umay atau tidak. Atau bahkan nanti non Umaya dan ibu yang gak tahan dan akhirnya ngalah terus balik ke rumah ini dengan sendiri. Benar-benar sulit untuk diprediksi." Bibi tampak menduga-duga, dia hanya bisa menduganya dan menanti apa yang akan terjadi di kedepannya. Untuk ikut campur bibi tak punya nyali yang kuat. Dia masih sayang pekerjaan dan sayang gaji besar yang diberikan untuknya. Jadi lebih baik, cari amannya saja, pura-pura tidak tau tentang masalah keluarga ini, padahal bibi tau segalanya tentang keluarga ini.
Bima menatap makanan di piringnya. Lalu dia menghela nafasnya kasar. "Gimana ya keadaan Umay sama Melo saat ini? apa mereka uda makan atau belum? apa mereka lagi rindu sama aku juga seperti aku rindu mereka atau enggak? aku benar-benar rindu mereka berdua."
"Miris banget, punya istana besar dan sangat mewah, tapi ratu dan tuan putrinya malah kabur dari Istana. Dan ini semua juga hanya karena beda pendapatan dan cara pandang. Coba aja mereka nurut sama raja, raja yang punya kuasa penuh terhadap kerajaan, maka mereka mungkin gak bakalan pergi dari rumah dan semuanya juga pastikan akan baik baik saja." Bima tampak menatap datar ke arah makanan itu. Tatapannya kosong, tangannya sambil mengacak-ngacak nasi yang ada di dalam piring itu tanpa dia sadari.
"Sampai kapan aku harus begini? aku benar-benar gak bisa hidup tanpa anak istri ku. Aku hampir gila setiap hari berpikir mereka sedang ada di mana, mereka tinggal di mana, dan masih banyak lagi pikiran khawatir ku pada mereka berdua." Bima memutar bola matanya malas.
"Semua orang nyalahin aku, semua orang bilang kalau aku yang egois dan mau menang sendiri. Semua orang bilang kalau aku salah dan gak pantas ikut campur dalam mengambil keputusan penting di kehidupan seseorang. Maksud mereka itu gimana sih? apa mereka gak punya anak? apa mereka gak tau perasaan khawatir dan sangat takut kehilangan anak berkumpul jadi satu? seharusnya mereka dukung aku, karena apa pun yang aku lakuin saat ini adalah untuk kebaikan anakku di masa depan. Jadi aku gak mau ngasih keputusan yang salah. Dan menurut aku menikah dengan Raka adalah keputusan yang salah, maka dari itu aku gak akan ngasih restu Umaya menikah dengan Raka sampai kapan pun. Aku gak peduli orang orang berpikir buruk tentang ku, rapi yang pasti aku selalu berpikir masa depan yang baik untuk aku dan keluargaku." Ucapan Bima mulai kritis, sepertinya Bima benar-benar merasa kesepian karena sendiri, dia benar-benar rindu keluarganya.
Bima menyingkirkan piring dari hadapannya. Dia muak melihat nasi dan lauk pauk kesukaan Umay. Jika melihat itu hanya bisa menambah rasa rindu dan rasa bersalah Bima, maka Bima membuang jauh-jauh penyebabnya.
Bima diam sekitar 5 menit dia hanya duduk diam seraya menatap kosong ke arah foto keluarga mereka yang terpaksa besar di setiap ruangan.
"Enggak, gak bisa begini terus. Mau sampai kapan bakalan begini, hidup pisah dari anak istri. Rasanya benar-benar gak enak, aku gak bisa menghadapi ini. Aku bakalan cari keberadaan istri dan anak ku sekarang juga." Bima langsung berdiri, lalu dia langsung berjalan cepat dan mengambil kunci mobil yang terletak di atas meja.
"Aku gak mau tau, gimana pun mereka adalah tanggung jawab aku. Aku kepala keluarga, aku suami dan papa mereka berdua, gak akan aku biarin mereka terus menerus ngancem aku dengan pergi dari rumah. Akan aku cari keberadaan mereka, akan aku bawa mereka pulang sekarang juga. Lalu setelah aku nanti ketemu sama berdua, gak akan aku lepasin mereka berdua lagi. Apa pun yang mereka berdua lakukan harus lah berdasarkan izinku.
Bibi yang menyaksikan itu tiba-tiba langsung shock dan ikut berlari juga mengejar Bima. "Lohh itu pak Bima mau ke mana sih? kan baru pulang. Makanannya aja belum disentuh sama sekali. Kenapa main kabur tiba-tiba sih?" Bibi berlari mengejar Bima.
"Pak!! bapak mau ke mana, pak? makanannya keburu dingin kalau ditinggalin lama-lama, pak. Lebih baik bapak balik dulu da selsaikan makan dulu, baru bapak bisa pergi." Bibi berteriak supaya Bima tidak pergi dan kembali ke meja makan.
Apa yang bibi ucapkan sama sekali tidak Bima dengarkan. Bima tetap masuk ke dalam mobil mewahnya, lalu membawa mobil mewahnya pergi dari rumah.
Bibi berdecak kesal. "Ckk!! emang ya, susah banget ngurusin kalau gak ada pawangnya," ujar bibi kesal. Dia hanya bisa menghina nafasnya kasar saat melihat Bima sudah pergi jauh dari rumah ini.