Bagian 8

1253 Kata
Bolehkah Ara pergi sekarang? Bahkan dia belum siap untuk bertemu dengan Ray. Dia masih malu karena terbawa suasana kemarin. Harusnya dia bisa mengendalikan diri dan tak serta merta menerima pelukan hangat pemuda itu. "Ara!" Panggilan cukup keras itu akhirnya mampu membuat gadis ini berhenti. Ray bernapas lega, dengan segera ia menghampiri gadis yang sejak tadi ia panggil namanya. Hal pertama yang pemuda ini lakukan di depan Ara adalah mengecek suhu badan gadis ini dengan menempelkan punggung telapak tangannya di dahi Ara. Ara yang memahami maksud pemuda ini langsung menyingkirkan tangan itu. "Aku baik-baik saja, Ray," ucap Ara sembari meneruskan langkahnya. Pemuda itu mengikuti ke mana Ara pergi. Dan tentu perhatiannya tertuju pada gadis ini. "Ara!" Sebuah panggilan dari belakang mereka membuat keduanya berbalik. Gara menghampiri keduanya dengan berlari kecil. Kemudian, pemuda itu menempelkan punggung tangannya di dahi Ara. Hal yang sama seperti Ray lakukan tadi. Namun, berbeda dengan Ray, kali ini Ara tampak diam dan tak menyingkirkan tangan pemuda itu. "Kemarin pulang sekolah hujan cukup deras. Aku hanya ingin mengecek jika kamu tidak demam. Aku yakin kemarin kamu kehujanan," ungkap pemuda ini. Ara mengangguk dan menampilkan senyum terbaiknya. "Aku nggak apa-apa. Saat sampai rumah Ibu langsung memberiku teh hangat dan obat," balas Ara. Kedua orang itu melanjutkan perjalanan menuju ke kelas meninggalkan Ray seorang diri di sana. Pemuda itu mentertawakan dirinya sendiri. Kenapa juga dia merasakan hal aneh ini di sini. "Aku kemarin sepulang sekolah pergi bersama Gladis ke toko buku. Ini, aku belikan kamu satu buku. Novel dengan kisah cinta yang romantis. Sebenarnya ini Gladis yang memilihkan karena aku nggak jago pilih buku," terang Gara sembari memberikan buku dengan sampul berwarna putih di sana. Ara menerima buku itu. Dari sampulnya terlihat bagus, dan juga ini pemberian jadi Ara tentu tak boleh menolak. "Terima kasih, Gara," ucapnya kepada pemuda ini. Gara mengangguk. Ara menuju ke bangkunya disusul oleh Gara juga. Kemudian tampak Ray yang baru memasuki kelas dan menempati kursi tempat biasa ia duduk. Dilihatnya Ara sibuk melihat sebuah buku yang ia genggam. Dari mana datangnya buku itu? Baru saja Ray akan menghampiri tempat Ara, bel masuk sudah berbunyi nyaring. Pemuda ini mengurungkan niatnya dan memilih menunggu jam kelas selesai. Selama dua jam lamanya mereka berkutat dengan pelajaran fisika. Otak Ray cukup pusing melihat huruf-huruf aneh itu. Ini benar-benar membuatnya harus berpikir berkali-kali untuk turun ke sekolah lagi menjadi seorang siswa. Ray mengikuti Ara yang keluar kelas lebih dulu. Merasakan jika Ray mengikutinya, Ara mempercepat langkah kakinya itu. Tentu dia masih merass canggung dan malu di depan pemuda ini. Merasa jika Ara menghindarinya membuat Ray bingung. Dia pun ikut mempercepat langkahnya dan menarik pergelangan tangan gadis itu dengan lembut. "Apa yang terjadi denganmu?" sembur pemuda ini secara langsung. Ara meringis, dia melepaskan tangan Ray, hal ini tentu membuat pemuda itu bingung. "Ray ... aku ingin ke kantin," ungkap Ara. "Ya aku tau. Tapi, bisakah kita ke sana bersama? Biasanya juga begitu kan? Kenapa kamu terburu-buru? Ini terlihat seperti kamu sedang menghindariku, Ra," tutur Ray kala itu. "Tidak. Aku tidak menghindarimu. Aku hanya terlalu lapar," jawab Ara yang mendapat sebuah alasan yang bagus. "Baiklah terserah padamu. Ayo, jangan terburu-buru lagi," peringat Ray. Ara pun terpaksa tidak mempercepat lajunya. "Aku ingin makan bakso. Bisakah kamu membelikannya untukku?" pinta Ray. Gadis itu tampak lesu ketika mendapat perintah dari pemuda ini. Ray mencari meja kosong untuk tempat dia dan Ara. "Hai, Ray," sapa Gladis yang memang kebetulan ada di sana. Ray pun terkejut melihat kedatangan gadis ini yang tiba-tiba. Ray memperhatikan sekitar, tidak ada Gara di sekitar Gladis. Tumben. "Hai, Dis. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ray. Gadis itu memperlihatkan sebuah botol minuman yang baru saja ia tenggak. "Nggak makan?" Gladis menggeleng. Dia memang jarang makan di sekolah. "Ara sedang mengantri makanan," ungkap Ray lebih lanjut. "Aku lihat kalian sering bersama sekarang. Apakah kamu sedang mencoba mendekati Ara?" tanya Gladis tapa berbasa basi di sini. Tentu Ray cukup syok mendapati pertanyaan seperti itu. "Maksudmu apa? Aku bersama dengan Ara selayaknya teman," jelas Ray kemudian. "Benarkah? Aku kira kamu ingin lebih dari sekedar teman. Ray tertawa di sana. "Bagaimana denganmu dan Gara? Aku lihat kalian dekat dan sering menghabiskan waktu bersama," kata ini yang beralih membahas Gara dan Gladis. Terlihat Gladis yang tertawa sekarang. "Kamu sama lucu dan menariknya dengan Ara. Kalian benar-benar cocok," komentar Gladis. "Aku dan Gara masih sama sepertimu dan Ara. Kami masih berteman baik," imbuh Gladis. Ray mengangguk paham dan bisa dia perkirakan jika beberapa hari kemudian kedua orang itu akan menjadi pasangan. Ara sudah kembali sembari membawakan pesanan Ray. Ara yang melihat keberadaan Gladis pun sedikit terkejut di sana. "Hai, Ra," sapa Gladis kepada Ara. Ara hanya menampilkan senyum terbaiknya di sana. Dia duduk tepat di samping Gladis. "Kamu nggak makan, Dis?" tanya Ara sama seperti yang Ray lakukan. Gladis pun menggeleng sembari memperlihatkan botol minuman yang ia beli tadi. Ara dan Ray pun mulai menikmati makanan mereka meskipun ada sedikit sungkan ketika melihat Gladis yang hanya diam mencoba menyibukkan diri dengan ponsel pintarnya. "Kata Gara kemarin kalian ke toko buku. Terima kasih untuk bukunya. Aku baru baca blurb aja sih, tapi sepertinya menarik dan bagus," kata Ara mencoba membangun obrolan di sini meskipun saat itu dia sedang makan. "Sebenarnya aku sudah baca buku itu. Aku pernah pinjam ke sepupuku. Bukunya cukup bagus. Menceritakan kisah cinta yang epik. Cinta beda dunia gitu. Pokoknya aku rekomendasiin kamu untuk baca," jelas gadis ini. Ara pun mengangguk paham. Dia memang sering baca novel jika ada waktu luang ketika tugas-tugas sekolah telah ia selesaikan. "Hei." Kedatangan Gara membuat suasana meja menjadi sepi. Pemuda itu duduk tepat di samping Ray dan menghadap Ara secara langsung. "Bukankah kamu biasanya pesan mi ayam?" tanya Gara kepada Ara yang mana membuat gadis ini menghentikan acara makannya. "Tadi Ray memintaku untuk mengantri di stand bakso, jadi aku malas untuk antri dua kali. Untuk itu aku memesan menu yang sama dengannya," jelas gadis ini. Gara pun mengangguk paham. "Kalian benar-benar serasi. Bahkan dalam hal makanan pun kalian hampir mirip. Kenapa kalian nggak jadian aja?" "Uhuk. Uhuk." Ara menepuk-nepuk dadanya karena tersedak. Ray yang memiliki kepekaan pun langsung memberikan air minum yang gadis itu beli tadi. Hal yang sama juga Gara lakukan. Refleks kedua pemuda ini patut diacungi jempol. Ara yang mendapat dua botol minuman pun jadi bingung harus mengambil yang mana. Gladis yang paham keadaan pun langsung mengambil botol air yang Ray pegang karena itu memang adalah milik Ara. "Ini minumlah," ucap Gladis. Ara langsung menenggaknya di sana. Gara meletakkan kembali air minum miliknya sedangkan Ray mencoba melanjutkan makannya. "Maafkan aku," lirih gadis ini merasa bersalah karena telah membuat semua orang khawatir. "Kecerobohan yang nggak pernah berubah," komentar Gara yang membuat gadis ini langsung terdiam. Melihat kecanggungan ini membuat Gladis menjadi tak tega kepada Ara. "Besok weekend kita main, yuk? Ke pantai misalnya," ucap gadis ini tiba-tiba. "Aku setuju!" jawab Gara cepat. Gladis mengarahkan padangannya pada Ara. "A-aku ... masih belum tau bisa atau nggak," jawabnya kemudian. Ara tentu tak ingin mengganggu kencan Gara dan Gladis. "Ayolah, Ra. Sekali saja. Apa kamu tidak pusing dengan pelajaran di sekolah? Hanya weekend ini saja. Please," pinta Gladis. "Kalau kamu ikut, pasti Ray juga ikut. Itu akan semakin ramai jika banyak yang ikut. Iya kan, Ray?" tanya Gladis kepada pemuda itu mencoba mencari kubu. Ara menatap Ray langsung, pemuda itu hanya diam, namun sedetik kemudian mengangguk dan berhasil membuat wajah senang Gladis keluar. Ara mengembuskan napas beratnya. Dia pergi bersama Gara dan Gladis? Apakah ini ide bagus? Tetapi Ray setuju dengan ajakan ini. Apa itu artinya hal ini bagus bagi Ara? "Baiklah." "Yeay!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN