Insiden Di Kamar Mandi

1501 Kata
Seorang gadis mengelap keringat di dahinya karena seharian membersihkan lapangan sekolah. Ini semua karena dia terlambat datang ke sekolah dan inilah hukumannya. Sesekali dia menatap kesal pada beberapa pemuda yang menertawakannya dari jendela. 'Awas saja kalian, akan kubantai kalian sepulang sekolah.' desis batin gadis itu. Segera setelah pekerjaannya selesai, gadis itu berjalan menuju ruang BK. Diketuknya pintu ruangan tersebut, setelah ada yang menyilakan dirinya masuk barulah gadis remaja itu masuk. "Wataru-sensei," ucap gadis itu. Pria yang selaku guru BK menoleh pada si gadis. "Pekerjaan saya sudah selesai," tambah si gadis. "Oh baiklah, tunggu dulu Rani-san sensei belum selesai bicara." Gadis yang di panggil Rani itu menoleh pada Wataru. Pria itu lalu menyodorkan sebuah buku catatan pada Rani. "Ini apa?" tanya Rani bingung karena Wataru-sensei memberikannya sebuah buku. "Itu adalah buku catatan pelanggaranmu di sekolah." Mata Rani melebar dan segera membuka buku tersebut yang memang hanya ada namanya dan kasus pelanggaran yang dia buat. "Rani Jaya Putra, sejak kau masuk sampai saat ini kau sudah membuat banyak kasus dan semuanya pelanggaran berat. Haahh .... padahal kau ini seorang gadis tapi sifatmu layaknya seorang pria bahkan di sekolah ini tak ada pria yang mengalahkanmu." Rani yang mendengar penuturan itu hanya tersengih. Rani Jaya Putra, siapa yang tak kenal dengan siswi kelas 3 SMP Akioshigaoka itu. Seorang gadis yang terkenal akan sifatnya yang tomboy dan suka berkelahi. Berkelahi pun tak pernah memilih siapa lawannya dan karena hal itu dia dicap sebagai seorang bad girl di sekolahnya. Walaupun begitu, Rani juga dikenal sebagai seorang siswi yang cerdas. Dia sangat lihai dalam bahasa inggris dan kesenian, namun sayangnya kecerdasannya tak menutupi kalau dia itu adalah seorang gadis berandalan. "Semua itu kasusmu dari saat kau kelas 1 sampai sekarang dan aku memperingatkanmu sekali lagi Rani-san, kau sudah kelas 3 sekarang, jika kau kembali melakukan pelanggaran berat maka pihak sekolah akan mengeluarkanmu, mengerti?" "Baik sensei," ucap Rani lemas. Gadis itu lalu dipersilakan keluar dari ruangan tersebut untuk kembali melanjutkan kegiatannya sebagai seorang murid. "Rani, kamu kenapa kusut begitu? Punya masalah ya?" tanya Chinami pada Rani. "Kau tahu 'kan hari ini aku ke ruang BK lagi." Chinami mengangguk paham dengan perkataan Rani. "Hari ini aku diancam sama Wataru-sensei, kalau aku kembali melakukan pelanggaran berat bisa-bisa aku dikeluarkan dari sekolah." curhat Rani. "Oh, kukira kau kenapa yang sabar ya, By the way, kenapa kamu terlambat ke sekolah?" tanya Chinami lagi. Bukan tanpa alasan kenapa Chinami menanyakan hal itu, pasalnya Rani itu orang yang disiplin waktu, hari-hari sebelumnya dia tak pernah terlambat masuk ke sekolah. "Aku pergi ke mall, beli perlengkapan menggambar tapi saat aku mau datang ke sini aku melihat tiga orang sedang merampok seorang pria ya sudah kubantu saja dan akhirnya aku jadi terlambat." "Bukan untung yang di dapat malah buntung." cibir Rani menyesal menyelamatkan orang tersebut. "Rani, jangan bilang begitu. Kamu sudah benar kok mau menyelamatkan orang itu." tegur Chinami. "Yah, yah makasih ya." ucap Rani sambil tersenyum manis pada Chinami. "Sama-sama, eh hari ini aku tak bisa pulang bersamamu, lagi ada kegiatan ekstrakurikuler," lanjutnya. "Oh okay, tak apa-apa." sahut Rani. 'Hm, dengan begini Chinami juga tak akan tahu kalau aku akan mengeroyok beberapa siswa hehehe.' desis batin Rani sambil tersenyum iblis. "Cih sialan, kenapa tiba-tiba saja hujan? Padahal tadi siang cerah untung aku bawa jas hujan jika tidak pasti seragamku basah." monolog Rani sambil mengeluarkan jas hujannya. "Hei, aku pulang duluan ya." pamit Rani pada beberapa siswa yang terkapar di belakangnya tak berdaya karena menerima beberapa pukulan dari gadis itu. Segera setelah dia memakai jas hujan, dia mengayuh sepedanya menuju rumah. Saat dia melewati taman kanak-kanak, dia melihat seorang anak perempuan tengah menangis di terminal sendirian. Rani segera berhenti dan menghampiri anak kecil itu. "Hei, kenapa kau ada di sini?" tanya Rani pada anak kecil itu. "Hiks ... lagi tunggu Daddy, tapi Daddy tak pernah jemput, Sherly takut." Astaga, orangtua macam apa yang tega membiarkan anaknya sendiri di sini? Kasihan sekali, Rani jadi tak tega membiarkan anak perempuan ini tinggal di terminal sendirian apalagi hari sudah mulai gelap. "Kau tahu di mana rumahmu?" Anak perempuan itu mengangguk dengan cepat. "Mau tidak kakak antar pulang?" Rani bisa melihat wajah ragu dari anak perempuan itu. "Tenang saja kok, kakak orang baik, nama kakak Rani namamu?" tanya Rani berusaha meyakinkan anak perempuan itu bisa percaya padanya. "Sherly," jawab anak perempuan itu pelan. "Sherly, nama yang cantik lebih baik kakak antar pulang kamu ya tak baik anak kecil sepertimu menunggu di terminal sendirian kalau ada orang jahat bagaimana?" "Tapi kalau Daddy datang bagaimana?" "Nanti kalau sampai di rumah Sherly, Sherly 'kan bisa hubungi Daddy Sherly lewat telepon," "Iya juga ya, tapi hujan kak." Ah benar juga, Rani tak bisa membawa pulang Sherly dengan cuaca seperti ini, kasihan kalau dia kehujanan nanti demam jadinya. Rani segera melepas jas hujannya dan mengenakannya pada Sherly. Walau jas hujan itu kebesaran bagi Sherly tapi lebih baik dipakai dari pada tidak sama sekali. "Kak, apa kakak yakin Sherly yang pakai jas ini?" "Iya, memangnya kenapa?" "Kalau Sherly pakai jas hujan ini, kakak pakai apa? Hujan nih kak, kalau kakak demam, bagaimana?" Rani tersenyum mendengar pertanyaan Sherly yang mengkhawatirkan dirinya. Dia menepuk kepala Sherly. "Jangan khawatir, kakak akan baik-baik saja. Kakak 'kan sudah besar," Rani lalu mengambil sepedanya dan menempatkan Sherly di kursi belakang sepedanya. "Pegangan ya," Sherly mengangguk dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Rani. Rani lalu kembali mengayuh sepedanya menembus hujan deras demi mengantar pulang Sherly. "Apa benar di sini rumahmu?" tanya Rani memastikan sambil memandang apartement mewah yang di depannya sekarang. "Iya kak, ini benar rumahku." jawab Sherly cepat. Keduanya berada di loby apartement. Seorang penjaga yang melihat mereka berdua menghampiri keduanya. "Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya penjaga itu sopan. "Begini, anak perempuan ini bilang kalau dia tinggal di sini, apa bapak mengenalnya?" Penjaga itu memperhatikan seksama pada Sherly. "Anaknya Wynne-san ya?" Sherly mengangguk sambil tersenyum. "Iya Nona, dia tinggal di sini sama Ayahnya." "Makasih ya pak," "Sama-sama, Nona." Rani lalu menatap pada Sherly yang juga memandangnya. "Makasih ya kak sudah antar Sherly sampai pulang ke rumah." "Sama-sama, pergilah masuk, kakak akan pulang." Belum sempat berjalan meninggalkan Sherly, anak kecil itu segera menahan tangannya. Dia kembali menatap Sherly yang memandangnya dengan pandangan yang sulit diartikan. "Kakak, jangan pulang dulu temani Sherly ya sampai Daddy Sherly datang," pinta Sherly. "Tidak bisa Sherly, kakak harus pulang kalau kakak tak pulang nanti kakek sama Abang kakak khawatir," balas Rani berusaha membuat Sherly mengerti. "Tapi di luar masih hujan, kakak juga basah kuyup, ayolah kak please." Rani menghela napas sebelum kemudian tersenyum dan mengangguk. Sherly bersorak gembira dan menarik tangan Rani agar mengikutinya. "Silakan kak, ayo jangan malu." Rani masuk ke dalam apartement Sherly. Sesekali matanya memandang sekitaran, tak tahu kalau Sherly sudah menghilang entah kemana. "Kak," Rani menoleh pada Sherly yang membawakannya handuk. Dia lalu menerima handuk tersebut dan melepas sepatunya yang basah. Gadis itu lalu berjalan menuju ruang tamu beserta dengan Sherly. Kedua mata onixnya menatap pada beberapa foto yang dipajang. "Kakak mau mandi?" Pertanyaan tersebut membuat Rani kembali fokus pada Sherly. "Silakan kak, nggak usah malu lagi pula badan kakak basah kuyup." tambahnya sambil memperhatikan penampilan Rani. "Tapi bagaimana dengan pakaian kakak?" "Tenang saja nanti aku bisa ambil dari pakaian bekas milik Daddy." Rani mengangguk perlahan mengerti. "Kalau begitu kakak mandi dulu ya," "Ok," Rani kemudian berjalan menuju kamar mandi setelah bertanya pada Sherly di mana letak kamar mandi. Tak lama kemudian, pintu terbuka menampakkan seorang pria. Siapa lagi kalau bukan Karma Wynne, ayah dari Sherly. "Sherly," "Daddy!" Sherly segera berlari menuju Karma yang memeluknya. "Dari tadi Daddy mencarimu di sekolah, Daddy pikir Sherly masih ada di sana, maafkan Daddy ya tak jemput Sherly." "Tak apa-apa kok, Sherly mengerti beruntung ada kakak baik yang mau mengantar Sherly sampai pulang ke rumah." "Kakak?" "Iya, kakak..." "Tunggu sebentar..." Karma memandang lantai yang basah begitu juga dengan Sherly. Dia kembali menatap pada Sherly yang merunduk. "Sherly, Daddy sudah bilang padamu kalau kakimu basah keringkan dengan benar," tegur Karma. "Maafkan Sherly Daddy, tapi itu bukan Sherly tapi ka.." "Sudah, Daddy tak mau ada bantahan lagi. Jangan melakukan hal ini lagi ya," "Baik Daddy." ucap Sherly pasrah. Karma lalu menepuk kepala putrinya itu. "Kau pasti lapar, Daddy buatkan makanan untukmu ya." Sherly mengangguk sambil mengulum senyum. Karma lekas mengganti bajunya dan memakai celemek hendak membuat makanan untuk keduanya. Tak lupa dia membersihkan genangan air yang berada di lantai. Setelah berkutat selama beberapa menit untuk membuat makanan yang enak, makanan akhirnya siap disajikan. "Sherly, waktunya makan." Karma lalu berjalan masuk ke kamar Sherly, namun pria itu tak menemukan Sherly. "Sherly, swetty saatnya makan." panggilnya sekali lagi namun sama sekali tak digubris oleh anak perempuan berumur 5 tahun tersebut. Suara shower dari kamar mandi menginterupsi pendengaran pria berumur 30 tahunan tersebut. Karma langsung berpikir bahwa Sherly berada di kamar mandi. Tanpa basa-basi dia segera membuka pintu kamar mandi hendak memanggil Sherly agar makan. Namun, saat dia masuk bukanlah Sherly yang dia temukan melainkan seorang gadis yang hanya memakai handuk sebagai penutup tubuhnya yang polos. Mata Rani membulat saat melihat Karma yang terpaku menatapnya dan tak butuh waktu lama untuk... "AAAAAHHHHH!!!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN