I. Kamu Ketahuan
Hari ini mungkin akan melelahkan bagi seorang Melody Paramitha. Pagi hari dia sudah harus mengejar waktu untuk ke rumah kakaknya. Hari ini sangat penting, setidaknya dibandingkan hari besok. Teman sekantornya akan melangsungkan pernikahan di gedung yang agak jauh dari tempatnya tinggal. Masalahnya, baju Melody yang dibawa ke kost tidak ada yang layak untuk digunakan ke sebuah pesta. Akhirnya mau tidak mau dia harus ke rumah kakaknya menggunakan transportasi umum KRL.
Dia melirik jam tangannya berkali - kali. Melody sudah berjanji pada sang pujaan hati, Arial, untuk pergi bersama - sama di jam dua siang. Berkali - kali Melody menghembuskan napas kasar. Perjalanan Jakarta Pusat menuju perbatasan Depok - Cibinong memakan waktu yang lama.
Sejak tadi Arial sudah mewanti - wanti Melody agar tidak melewati jam mereka untuk bertemu. Begitu besarnya cinta Melody pada Arial, maka apapun akan dia lakukan. Termasuk bolak - balik naik KRL sendirian. Setelah hampir satu setengah jam, Melody sampai juga di rumah sang kakak.
" Tumben kamu kesini, Mel ?" tanya sang kakak ipar keheranan.
" Aku mau ambil kebaya sama kain aja ini, Mbak. Ini juga Imel buru - buru harus pergi lagi. "
Kakak iparnya hanya menggelengkan kepalanya semakin heran dengan sang adik ipar. Sudah empat bulan ini kelakuan Melody aneh di mata keluarga. Orang jatuh cinta terkadang memang berlebihan. Setelah mengganti pakaiannya dan berias tipis, Melody segera memakai sepatu hak favoritnya.
" Mbak Kinas, aku pergi dulu ya, hutang aku ke Mas Adam udah aku transfer. Imel beneran buru - buru. Udah ditungguin pacar gantengnya Imel. Assalamuallaikum, Mbakku sayang," ucap Melody seraya mencium pipi kakak iparnya tersebut.
" Waallaikumsalam. "
Kinasih menatap kepergian adik iparnya sambil mengelus d**a. Biasanya Melody akan mengajak, putrinya - keponakan Melody -, Alayya pergi bersamanya. Atau biasanya Melody akan bercanda dulu dengan sang keponakan. Seandainya suaminya tahu adiknya berubah hanya karena jatuh cinta.
Di sisi lain, Melody sedang cemas. Takut kalau tiga puluh menit lagi tidak sampai di tempat ia berjanji akan menemui Arial. Arial pun sudah rajin minta laporan sampai stasiun mana sang gadia berada. Entah mengapa, hari - hari Melody selalu diberi aturan jam, menit dan detik oleh pria itu.
" Kak Iyal, Imel udah sampai nih. Tapi aku gak lihat ada Kakak di sini. Kakak dimana ? " tanyanya kepada seseorang di seberang telepon.
"Oh, aku beli air mineral sebentar. Kamu nyebrang aja dulu. Nanti aku samperin."
Melody menurut. Sesampainya di seberang, sekali lagi Melody tidak melihat keberadaan sang pujaan hati. Panasnya Jakarta tidak melebihi panasnya hati. Sejak pagi dia berkejaran dengan waktu, eh sampai di tujuan justru seorang diri.
" Udah jangan manyun gitu. Make up kamu luntur itu. Habis marathon ya ? "
Senyumnya langsung mengembang. Di depan sang pujaan, tidak mungkin Melody menunjukkan kekesalannya. Dia ingin menjadi sesempurna mungkin untuk pria di hadapannya. Segera Melody naik ke atas motor itu. Keduanya melanjutkan perjalanan ke lokasi pernikahan rekan mereka itu.
" Kak, nanti masuknya jangan barengan deh. Aku gak mau jadi bahan gosip di kantor ya. Aku males tau gak. "
" Maksudnya kamu malu karena datang sama aku ? "
Duh jadi salah paham..
Melody berdehem pelan. Menarik napas dalam. Susah memang menjelaskan berkali - kali pada Arial. Melody bukan malu karena datang bersama Arial. Tapi Melody lelah mendengar perbincangan rekannya tentang perbedaan usia yang sebetulnya tidak banyak. Hanya saja postur Arial yang tinggi ditambah kesan dewasa pada pria itu membuat Melody seperti adik bagi Arial.
" Kan aku udah bilang alasannya, Kak. Bukan malu karena datang sama Kakak. Kakak sadar gak sih aku tuh kalau jalan sama Kakak sering dikira ponakan. Udah gitu mereka pada bilang Kak Iyal itu ganteng. Aku gak mau ya sakit hati. Mending jauh - jauhan aja. "
" Terus apa gunanya kita berangkat barengan kalau di sana jauh - jauhan ? Lagian ya, aku mau deketan sama kamu itu sebagai pembuktian aku sama kamu itu berkomitmen. "
Mendengar penjelasan Arial tak kuasa membuat pipinya memerah. Rasanya benar - benar seperti Arial menganggapnya ada. Mm.. memang seperti itu kan seharusnya ?
Arial mengajak Melody berhenti sejenak di sebuah minimarket. Melody merasa Arial menyadari kalau dirinya belum sarapan apapun. Sejak pagi Melody memang berkejaran dengan waktu untuk sampai ke saat ini.
" Maaf ya, aku sering menetapkan waktu untuk kamu bersiap, waktu untuk ini itu. Tujuannya biar kamu itu dewasa dan disiplin. Kamu tau karna apa ? Karena aku menyayangimu, Melody Paramitha. Nih, makan roti dulu. Aku tau kamu belum makan. "
Melody bersungut tapi ada rona kemerahan di pipinya. Entah mengapa dia mudah luluh dengan kalimat Arial. Semuanya terasa seperti nyanyian kebahagiaan. Arial menyesap rokoknya. Melody menatap sebentar pria itu. Entah ada kesedihan menyusup dalam hatinya. Entah apa. Sesegera mungkin Melody menepisnya.
Belakangan, Melody sering bermimpi aneh. Seolah waktu akan segera mengakhiri kebersamaan indahnya bersa Arial. Beberapa kali juga Melody melihat Arial memberikan perhatian lebih kepada perempuan lain. Tapi Melody selalu luluh kembali karena diperlakukan manis oleh pria yang lima tahun lebih tua darinya.
Melody lupa sejak kapan, tetapi dia sering sulit tidur hanya karena takut penghianatan. Banyak hal mengganjal tanpa sebab yang dirasakan olehnya. Entah apa. Melody selalu cemas. Secara fisik, Arial memang menarik. Aneh kan, semenarik Arial mau dengan gadis lucu seperti Melody. Walaupun diakui kalau Melody memang manis.
" Kok kamu melamun ? Ada masalah ? "
" Oh, gak apa - apa, Kak Iyal. Aku lagi inget sama Ibu aja. Hari ini aku belum telepon. Emm, kita jalan sekarang atau gimana, Kak ?"
Arial mengangguk. Keduanya melanjutkan perjalanan. Kemungkinan sekitar sepuluh menit mereka akan sampai di lokasi acara. Sepanjang jalan, Melody tak henti - hentinya mengatur napas. Selain itu, dia mempersiapkan mimik wajah senormal mungkin ketika nanti bertemu teman - teman sekantornya. Pasti akan menjadi berita heboh tatkala mereka melihat kedatangannya bersama Arial. Seolah menjawan desas - desus selama ini.
" Kamu gak mau turun ya ? Udah sampai. "
" Oh iya, Kak. Em.. itu ada toilet, Kak. Aku mau touch up make up sebentar. Kalau Kakak mau duluan gak apa - apa. Aku nanti masuk sendiri. "
Arial hanya mengangguk sebagai jawaban. Sesegera mungkin Melody merias sedikit wajahnya. Efek sianr matahari dan keringat mengikis beberapa kandungan riasan di wajahnya. Setelah selesai, Melody segera menghembuskan napas panjang. Berharap tidak bertemu penggosip.
" Cepet banget ? " tanya Arial.
Melody terkejut. Tidak menyangka Arial menungguinya. Semoga saja semya berjalan baik - baik saja. Dia hanya meringis sebagai jawaban untuk Arial.
Tanpa bertanya, tiba - tiba Arial menggandeng tangan Melody. Tentu saja Melody terkesiap. Debaran jantungnya tidak bisa ditahan. Ia memasang wajah sebiasa mungkin karena mereka sudah memasuki ruangan tempat terselenggaranya acara.
Semuanya normal. Baik - baik saja. Hingga mereka menyalami kedua mempelai. Wajah Melody langsung memerah tatkala pengantin memberikan ledekan kepadanya.
" Finally, go public ya, Mel, Yal. "
Melody dan Arial hanya menjawab dengan doa agar pernikahan mereka langgeng dan segera diberikan momongan. Setelahnya mereka menuju ke menuju arena tersajinya berbagai menu makanan.
" Kamu mau makan apa ? " tanya Arial.
" Oh aku mau makan daging, Kak. "
Mereka duduk bersebelahan. Melody sudah bersikap normal. Meskipun beberapa rekan kerjanya tiba - tiba berdatangan menanyai hubungan mereka. Melody hanya tersenyum. Sementara Arial menatap tidak peduli.
Diam - dia Melody menggerutu. Seharusnya dia tidak datang bersama pria itu. Sebaiknya dia tidak usah datang sekalian. Entah kenapa dia menyesali semuanya. Semua salah. Dia tak seharusnya bersama Arial.
" Hai, Arial ! "
Melody terkesiap. Dia mengenal pria itu, yang juga teman sekantornya. Ah, pria iya juga mengenal Arial. Memang sudah saatnya gosip yang belakangan ini terdengar abu - abu akan menjadi jelas warnanya.
" Ah, ya, Bang ! " jawab Arial.
Melody sedikit bergeser ke kursi sebelahnya. Rasanya daging ini menjadi keras sulit ditelan. Padahal tadi baik - baik saja. Setelahnya, Melody hanyut dalam pikirannya sendiri. Sesaat setelahnya, Melody mendengar nada dering ponsel Arial. Sepertinya ada pesan masuk. Arial tak sengaja menjatuhkan handphonenya ke depan kaki Melody.
Melody agak melirik ke arah ponsel Arial sembari mengambilnya. Oh, hanya sebuah pesan masuk di i********:. Hanya. Iya hanya itu. Lalu apa yang dia cemaskan ? Ya, dari seseorang. Melody memicingkan matanya. Terlihat ternyata akun Arial tidak hanya satu. Ya, lebiu dari satu akun. Dan pesan itu..
[ Konsep preweddingnya bagus banget. Coba kamu lihat juga ]
Airmata Melody mengantri ingin keluar. Apakah firasatnya belakangan ini benar ? Apakah benar kata mereka Arial tidak sesempurna yang dia kira ? Melody tidak fokus melakukan apapun. Bahkan ia ingin segera pulang. Kalau bisa ia akan pulang sendiri tidak bersama dengan Arial lagi.
" Em, Kak, sepertinya aku buru - buru. Aku baru aja dapat kabar Mbak Kinasih pengen ditemenin ke rumah sakit buay check up Alayya. Mas Adam ada lembur dadakan. "
Arial terkejut. Biasanya Melody sangat senang berlama - lama dengan dirinya. Seperti ingin menghentikan waktu ucap gadis itu dahulu. Segera Arial ikut beranjak, bangkit dari tempatnya duduk.
" Ya sudah, aku antar kamu pulang. "
Melody spontan menggeleng. Saat ini ia hanya ingin menghindari Arial, sementara. Ya, ia butuh berpikir lebih jernih sekarang. Ia tidak mau terlihat marah pada hal yang belum tentu seperti pada pikirannya.
" Aku mau sendiri aja, Kak. Lagian aku tau kok rute tercepat ke rumah kakakku sendiri. Don't worry, Sir. "
Tentu saja Arial tidak membiarkan Melody pergi sendiri. Akhirnya karna terlalu dipaksa Arial, ia menurut. Pulang bersama Arial. Gerimis sore ini tiba - tiba turun. Sepertinya menjadi pendukung Melody yang tengah gamang. Pikirannya kemana - mana. Bahkan sedari tadi ia tidak mengeluarkan suara apapun. Hanya deru mesin kendaraan yang terdengar diantara keduanya.
" Kok kamu diem aja ? " tanya Arial kemudian.
Melody hanya menjawab sekenanya. Ia hanya meminta Arial menurunkannya di stasiun terdekat. Saat ini Melody hanya membutuhkan jauh dari Arial, entah kemana. Sesaat dia berpikir sebuah nama. Kak Diana. Sahabatnya di kantor. Teman yang lain mungkin bisa saja, tapi dipikirannya hanya Diana.
Melody segera naik KRL menuju tempat tinggal Diana. Sepanjang perjalanan, ia mambaca pesan dari Arial agar mengabarinya ketika sampai. Masih sama. Tapi entah mengapa ada rasa sakit yang menyusup. Diam - diam ia memasang aplikasi untuk mengecek tanda pada nama kontak Arial. Alangkah terkejutnya Melody.
Ternyata selama ini Diana benar. Arial bukan sesempurna yang Melody kenal. Arial hanya menampakkan kesempurnaannya di depan gadis sepolos Melody yang tengah dimabuk cinta. Berbagai aplikasi kencan daring ternyata dimiliki Arial. Pria macam apa itu. Tak peduli dimana ia berada airmatanya lolos begitu saja.
Kesempurnaan yang Arial tampilkan hanyalah topeng. Seperti apakah Arial sesungguhnya ?
Kamu udah sampai belum ?
Sampai kost langsung mandi, makan.
Kabari aku..
Melody Paramitha, gadis kecilku..
Rentetan pesan singkat dari Arial hanya dibaca olehnya. Airmatanya masih mengalir perlahan. Apakah perhatain Arial bukan untuk dirinya saja ? Benarkah di luar sana ada banyak Melody lain yang dipermainkan Arial ?
Melody masih memikirkan banyak kemungkinan positif lainnya. Mungkin itu hanya masa lalu Arial sekarang kan tidak. Atau memang hanya persepsi Melody yang terlalu jauh saja.
Sore ini ditemani hujan, Melody meminta Niko, kekasih Diana menjemputnya di stasiun. Mereka berakhir di rumah Diana. Mereka tengah menikmati makan malam bersama keluarga Diana. Sejak lama, keluarga Diana telah menganggap Melody seperti anaknya juga. Maka malam ini tak heran jika Melody ada disana dengan suasana nyaman.
" Ngomong - ngomong, lo belum ganti baju, Mel ?"
" Ya iyalah aku belum pulang langsung kesini. "
Malam ini Melody banyak bercerita kepada Niko dan Diana. Kepada kedua sahabatnya, Melody pun menemukan sebuah jawaban pada akhir kisahnya bersama Arial.
" Lo mau nginep sini apa mau pulang ? " tanya Diana pada akhirnya.
" Kalau mau pulang harus Niko yang nganterin lo. Gue gak mau terjadi apa - apa sama lo, Mel. Lo tuh udah kayak adik gue sendiri. "
Melody menurut. Malam ini dia pulang ke kostnya bersama Niko. Sepanjang perjalanan Niko banyak memberikan nasihat kepadanya.
" Gue jauh - jauh hari udah pernah bilang kan Arial itu kayak apa. Sebagai sesama cowok, gue udah bisa nebak kaya apa mana anak itu. "
" Mel, masa muda lo masih panjang. Lagian gue rasa yang naksir lo juga banyak. Gal ada guna kali nangisin cowok kayak Arial."
Malam ini berbeda. Melody mengabaikan rentetan pesan Arial. Ia benar - benar butuh waktu sendiri. Setidaknya sampai hatinya pulih. Apakah benar semudah ini berpisah dengan Arial ? Melody masih berharap apa yang dipikirannya salah. Melody masih berharap Arial pria yang sempurna untuknya.
Arial, segala rasa cinta ini telah ku habiskan.. padamu.