Chapter 18

2146 Kata
Keadan Petri sudah berubah menjadi lebih baik di pagi ini, perlu Petri akui bahwa kesembuhannya berkaitan dengan bantuan Leary semalam. Setelah hampir tiga hari mengurung di kamar, kini akhirnya Petri bisa kembali pergi ke sekolah karena kondisi tubuhnya yang sudah membaik. Petri datang lebih dulu ke ruang makan dan duduk sendirian, anak itu memperhatikan kursi milik Leary. Biasanya Leary akan datang lebih awal agar bisa menyapa yang datang, namun beberapa hari terakhir sejak kejadian dia terkena alergi, Leary tidak muncul lagi. Meski begitu, Petri berharap Leary datang karena dia ingin mengucapkan terima kasih. Terdengar memalukan untuk berterima kasih pada seseorang yang tidak Petri sukai. Namun Petri melihat sebuah kenyataan bahwa orang yang paling tidak dia suka di rumah ini adalah orang yang sudah menolongnya. Berbanding balik dengan Darrel apalagi Ellis. Mereka sibuk dengan diri mereka sendiri, bahkan selama tiga hari Petri sakit, Ellis sibuk dengan teman-temannya dan hanya satu kali menemui Petri, itupun dia menjaga jarak dengan alasan takut tertular. Sangat begitu miris, karena sikap Ellis berbeda dengan Leary. Disetiap tengah malam, Leary datang ke kamarnya secara sembunyi-sembunyi hanya untuk memastikan Petri tidak demam lagi. Leary berpikir dengan datangnya dia di tengah malam, dia tidak akan membangunkan Petri. Nyatanya tidak seperti itu, Petri mengetahui kedatangan Leary, namun dia hanya berpura-pura tetap tidur agar Leary tidak ketakutan. “Selamat pagi Kakak. Aku senang Kakak sudah kembali sembuh,” sapa Ellis begitu dia masuk ke ruang makan. Petri tersenyum simpul melihat senyum ceria Ellis, tidak ada sedikitpun ada kekhawatiran di mata anak itu meski dia sudah tahu Petri sakit. Ellis menarik kursi dan duduk di sisi Petri. “Bagaimana keadaan Kakak sekarang?” “Sudah baik.” “Aku sangat khawatir dengan kondisis Kakak. Syukurlah sekarang sudah sembuh.” Tidak berapa lama Darrel ikut menyusul masuk ke dalam ruangan, seperti biasa pria itu langsung duduk dan mengambil korannya untuk di baca sejenak, lalu memulai makan. Petri ikut makan dan sesekali dia melihat kursi Leary yang masih kosong. Mendadak hati Petri berdenyut sakit ketika tidak sengaja terbayang tatapan takut dan terluka Leary saat anak itu menatapnya. Ada sepercik rasa penyesalan dihati Petri karena tindakannya yang buruk sangat begitu melukai Leary yang sesungguhnya tidak tahu apapun. “Kemana Leary? Kenapa dia tidak pernah lagi makan di sini?” Petri mengangkat suara. Ellis yang semula makan dengan lahap perlahan menelan makanannya dengan pelan, raut tidak suka terlihat jelas di wajah cantiknya karena kini Petri membicarakan Leary. “Dia bilang, dia tidak ingin mengganggumu dan Ellis,” jawab Darrel dengan tenang. Genggaman Petri pada sendok menguat, perasaan bersalah mulai menjalar di hatinya karena teringat kejadian di malam itu, tepatnya saat Petri sedikit mengamuk. “Saat Ayah pergi bertugas keluar kota. Aku dan dia sempat makan malam bersama,” aku Petri terbata. “Semua pelayan tidak tahu jika dia alergi makanan laut seperti Ayah. Dia mengalami alergi di sini, dan aku bereaksi terlalu berlebihan hingga berbuat kasar dan membuatnya takut.” Wajah Ellis berada dalam ketegangan hebat, anak itu tertunduk di bawah tatapan tajam Darrel yang terlihat sangat marah karena tersadar Ellis sudah berbohong mengenai Leary. Darrel tidak menyukai Leary, namun dia sangat benci kebohongan. Ellis tertunduk tidak dapat melanjutkan sarapan paginya, wajah cantiknya terlihat pucat pasi berada dalam tekanan. Mata Ellis mulai berkaca-kaca menahan tangisan, gadis kecil itu tampak kecewa karena Petri menceritakan semuanya kepada Darrel dan membuat ayahnya marah. Darrel memang tidak bicara sekarang, namun Darrel pasti akan mengungkit kesalahan yang dibuat Ellis bila nanti Ellis meminta sesuatu darinya. Sarapan pagi berlangsung singkat karena Darrel terburu-buru pergi usai mendapatkan panggilan dari Andrew, kepala pelayan. “Kenapa Kakak menceritakannya?” tanya Ellis dengan suara gemetar. Petri yang baru turun dari kursi dan menjinjing tasnya langsung melihat Ellis dengan bingung. “Bicara apa?” “Mengenai Leary,” mata Ellis mulai berlinangan oleh air mata. “Kakak sudah berjanji padaku untuk tidak berbicara dan dekat dengan Leary, tapi mengapa barusan Kakak membela Leary?” tuntut Ellis. Petri yang tidak tahu apa yang sudah Ellis katakan kepada Darrel kini tampak kebingungan. “Apa maksudmu Ellis? Aku tidak membela siapapun, aku hanya membicarakan apa yang sebenarnya terjadi.” “Tapi jawaban Kakak barusan membuat ayah marah padaku dan menganggap aku pembohong!” Petri terdiam cukup lama, mencoba untuk menelaah apa yang sebenarnya terjadi. Ekspresi di wajah Petri langsung berubah. “Aku membicarakan kebenaran, jika ayah marah padamu karena kau sudah berbohong, itu tanggung jawabmu Ellis, siapa suruh kau berbohong.” “Kakak tidak peduli lagi padaku?” tangisan Ellis kian keras. Petri membuang mukanya menahan kejengkelan yang membeludak di dadanya. Selama ini dia selalu sabar dan berusaha menangani Ellis, namun kali ini bagaimana bisa Petri membela kesalahan yang dibuat Ellis? “Dengar Ellis. Ini bukan masalah apa aku peduli padamu atau tidak. Sudah saatnya kau harus berpikiran dewasa dan berhenti menjadi anak yang egois, aku sudah berjanji padamu jika aku akan membelamu di setiap saat. Namun bukan berarti aku membenarkan kesalahanmu.” Ellis tidak dapat berkata-kata karena kini Petri tidak berbicara lembut lagi kepadanya, apalagi membelanya. “Sebaiknya kau berangkat sendirian. Renungkan kesalahanmu,” Petri berbalik dan langsung meninggalkan Ellis yang masih menangis. Petri pergi untuk menghentikan perdebatan yang memakan waktu, satu-satunya hal yang bisa menangani Ellis adalah memberinya ruang untuk sendiri. Dalam langkah lebarnya Petri pergi, beberapa kali anak itu harus mengatur napasnya agar bisa kembali bersikap normal. Beberapa orang pekerja yang berpaspasan dengan Petri sempat menyapa, Petri hanya menjawabnya dengan singkat. Lagkah Petri memelan ketika tanpa sengaja dia melihat Leary di kebun. Anak itu tengah menggenggam skop dan menanam beberapa tunas kentang di dalam pot bersama pekerja lainnya. Perhatian Petri teralihkan pada sepatu jelek Leary yang setiap hari dia pakai. Leary memakainya dengan penuh percaya diri, andai saja Ellis yang mengenakan sepatu itu, Ellis pasti sudah menangis darah dan meraung-raung dalam seminggu. *** Di siang hari Leary kembali mendapatkan kesempatan untuk pergi keluar, kini anak itu mulai berani meminta izin secara langsung kepada Andrew untuk bisa bermain di luar. Beruntungnya Andrew mengizinkan namun dia mengingatkan Leary untuk pulang tepat waktu dan tidak berliaran jauh. Andrew jarang mendapatkan kesempatan berbicara dengan Leary karena sibuk. Namun Andrew sering mendengar cerita Burka dan beberapa temannya mengenai betapa kesepiannya Leary karena dia tidak sekolah dan tidak bisa bermain. Meski Andrew tidak begitu dekat dengan Leary, sebagai seorang kepala pelayan, Andrew lebih memilih fokus pada pekerjaannya dengan melayani tuannya, termasuk memberikan perlindungan kepada Leary. Panas terik sinar matahari yang bersinar membuat Leary berjalan-jalan di sekitar taman sambil melewati satu persatu toko untuk mencari keberadaan Chaning yang mungkin saja ad di dalam salah satu toko. Langkah Leary terhenti ketika anak itu berada di depan sebuah toko buku. Dari balik kaca Leary melihat banyak alat tulis, buku dan alat-alat belajar lainnya yang terlihat cantik hingga membuat mata Leary berbinar dan tidak bisa berkedip dalam waktu yang cukup lama. Lamunan Leary terpecah begitu dia teringat bahwa dia memiliki uang dari Chaning. Leary sampai melompat kesenangan, dia tidak sabar ingin bertemu Ferez untuk menanyakan apakah uang yang di berikan Chaning cukup untuk membeli alat tulis, dengan riang Leary berbalik pergi sambil mengingat-ingat belokan mana saja yang harus dia lewati bila nanti mengajak Ferez ke toko buku. Bola mata Leary yang berbinar senang bergerak menyapu kesekitar, melihat keramaiana banyak orang. “Paman baik,” bisik Leary dengan takjub, Leary langsung berdiri di depan kaca sebuah café dan melompat-lompat, tangan mungilnya melambai agar Chaning yang berada dalam café melihat ke arahnya. *** Chaning duduk dalam ketenangan membaca koran yang memberitahukan perkembangan kasus pembunuhan berantai di kota London dan juga tertembaknya Torrance yang masih belum di ketahui siapa dalang di balik semuanya. Kematian Torrance membuat Chaning harus sedikit bersiap-siap menyambut beberapa pengganggu besar yang selama ini berada di belakang Torrance. Satu persatu orang pasti akan bermunculan karena mereka mengalami kerugian besar dalam bisnis mereka. Chaning menurunkan koran yang di bacanya, instingnya yang begitu kuat merasakan ada seseorang yang memperhatikannya. Chaning melihat ke keluar café, tubuhnya langsung dibuat diam membeku melihat Leary yang tersenyum lebar dengan mata berbinar melompat-lompat, bibir mungilnya yang bergerak menyapa tanpa suara bersamaan dengan tangan yang terangkat. “Sialan, anak itu lagi,” geram Chaning begitu terganggu. Chaning sempat memalingkan wajah dan berpura-pura untuk tidak melihat dalam waktu beberapa menit, namun sayangnya Leary tidak beranjak, anak itu tetap berdiri menunggu di luar. Tangan Chaning terkepal kuat, pria itu memukul permukaan meja dengan rahang mengetat menahan amarah. Entah apa lagi yang diinginkan anak itu sekarang. Chaning meminta anak buahnya untuk membawa masuk Leary. *** “Masuklah.” Kepala Leary mendongkak menatap Romero dengan binar bahagia. “Apa paman baik yang meminta?” “Ya.” “Terima kasih, Paman.” Leary berlari masuk ke dalam café dengan senyuman kian lebar, kesenangan semakin terlihat di matanya saat Chaning menyuruhnya duduk, dengan patuh Leary duduk di hadapan Chaning. “Ada apa lagi?” tanya Chaning sambil bersedekap mencoba mengintimidasi Leary. “Paman, sekarang saya tahu uang yang Anda berikan harus dibelikan untuk apa,” jawab Leary dengan suara serak dan tenggorokan kering. Chaning bernapas dengan kasar, pria itu segera memanggil pelayan dan memesan ice green lemon tea bersama roti keju untuk Leary. Chaning akan meluangkan sejenak waktunya untuk Leary sebelum mengusir anak itu pergi. Sesungguhnya Chaning sangat jengkel dengan keberadaan Leary yang terus menerus menunjukan diri. Di sisi lain Chaning juga sedikit bingung dan bertanya-tanya mengapa anak kecil itu tidak takut padanya? “Bicara dengan benar,” koreksi Chaning. Leary mengusap tenggorokannya, lalu berkata, “Paman baik, sekarang saya tahu harus membeli apa dengan uang yang Paman berikan. Saya akan membeli alat tulis,” cerita Leary dengan senyuman lebar begitu bahagia. Kebahagiaan yang terlukis di mata Leary membuat Chaning melupakan rasa jengkel pada anak itu. “Namaku Chaning, panggil aku Chaning.” “Tapi Anda lebih tua dari saya.” “Aku tidak sudi di panggil paman karena aku bukan pamanmu. Aku lebih tidak sudi lagi di panggil paman baik karena aku bukan orang baik. Jika kau masih memanggilku paman baik lagi, aku akan membuangmu ke dalam gorong selokan, kau paham?” Ancam Chaning tidak main-main. Leary mengangguk dengan cepat. Tidak berapa lama seorang pelayan datang membawakan segelas minuman segar dan sepiring kue yang Chaning pesankan untuk Leary. “Ini untuk saya?” tanya Leary terlihat tidak percaya. Chaning mengibaskan tangannya tidak peduli. “Minum dan makan saja.” “Terima kasih Chaning” Leary mengambil gelas itu meminumnya perlahan, bola matanya yang berbinar itu terlihat bahagia ketika mengunyah kue lembut dan lezat yang jarang dia makan. Ada suara riang yang keluar dari mulut anak itu begitu merasakan segarnya minuman yang membasahi tenggorokannya. Di rumah McCwin semua makanan dan minuman lezat tersedia, namun Leary tidak dapat mencicipinya karena beberapa pelayan akan menyindirnya terus menerus dan mengatakan jika Leary hanya menumpang makan. Tidak jarang Burka sering bertengkar dengan mereka, termasuk Jimmy yang bekerja di dapur. Jimmy dan Burka sering membela Leary, namun ada lebih banyak pelayan yang tidak menyukai Leary. Karena itu, Leary hanya akan makan apa yang di berikan daripada harus makan bersama Keluarga McCwin. Minum di gelas telah habis dengan cepat, begitu pula dengan sepotong kue di piring, Leary menyeka bibirnya yang basah dengan punggung tangan. Sekali lagi Leary berterima kasih kepada Chaning. “Ayah” panggil Ferez di depan pintu café. Ferez melihat Leary dan Chaning bergantian. “Apa yang Ayah lakukan lakukan dengan Leary?” tanya Ferez menuntut. Chaning tidak menjawab, pria itu terlihat terkejut jika Ferez puteranya mengenal Leary. Ferez melangkah tergesa dan berdiri di antara Leary juga Chaning, ketenangan yang selalu Ferez tampilkan berubah menjadi kekhawatiran sampai-sampai Ferez menatap Chaning penuh dengan permusuhan. Ferez khawatir Chaning akan menghabisi Leary karena sudah berteman dengannya. “Dia temanku, Ayah jangan mencoba-coba mengganggunya atau Ayah akan tahu akibatnya,” ancam Ferez dengan serius. Kekagetan di wajah Chaning berubah, pria itu menyeringai geli begitu tahu benang merahnya seperti apa. “Jangan menuduhku, aku juga mengenal bocah ini.” “Benar itu Leary?” tanya Ferez. Leary yang sejak tadi diam menengadahkan kepalanya, melihat Chaning dan Ferez bergantian dengan mata berbinar langsung mengangguk dan tersenyum. “Bagaimana bisa?” Ferez tidk percaya. “Paman baik, ma-maksudku, Chaning, dia memberikan aku Ice cream dan uang. Kami berteman,” jawab Leary. Ferez mendengus tidak percaya, ayahnya yang anti perempuan tiba-tiba saja dekat dengan Leary. Ini mustahil terjadi. Ferez mengalihkan perhatiannya pada Leary begitu merasakan tarikan kecil tangan Leary pada ujung pakaiannya. “Ferez tidak sibuk?” “Ada apa?” “Ikut denganku, bantu aku.” Leary melompat turun dari kursi, sekilas dia melihat Chaning. “Paman baik, terima kasih atas minumannya. Sampai jumpa,” pamit Leary seraya menangkap tangan Ferez. “Ayo Ferez.” Chaning tercengang menatap tidak percaya jika kini Ferez pergi di bawa oleh Leary. Chaning sampai tidak bisa berkata-kata karena terlalu kaget. Sikap Ferez yang sedikit lebih lembut membuat Chaning hampir tidak mengenali puteranya, lebih mengejutkannya lagi orang yang dekat dengan Ferez sekarang adalah seorang anak perempuan. “Apa setan kecil itu akan menjadi menantuku di masa depan?” bisik Chaning menatap ngeri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN