BAB 67

1091 Kata
"Aurelly kembali?" tanya Doni kaget bukan main saat Aurum menceritakan pertemuannya dengan Aurelly di rumah sakit. Aurum yang baru saja memasukkan sesendok nasi beserta potongan kecil ayam ke dalam mulutnya hanya menganggukkan kepala. Seharusnya memang sudah sejak lama dia memberitahukan Doni, tepatnya pada saat dia baru saja berteman dengannya itu pun karena mengetahui Doni hadir di rumah Ameliyalah, yang membuat Aurum akhirnya mau lagi berbicara dengannya. "Dan seperti biasa, perempuan yang dulu Mas jodohkan sama Dimas itu, dengan santainya mengganggu pernikahan anak kita." Aurum tampak kesal bukan main. "Gak secara langsung sih, tapi dari gayanya berbicara dan body language nya kelihatan, Mami benci banget lihatnya. Kirain udah taubat, eh gak taunya makin parah!" Bukan hanya Aurum yang tidak menyangka Aurelly masih tetap sama seperti dulu, Doni sendiri pun juga tidak percaya Aurelly tidak ada perubahan ke arah dewasa sama sekali. Padahal yang dia dengar, Aurelly mengambil gelar doktor di luar negeri, dan seoaf bekerja di sana sebagai psikolog dan juga model ternama. Namun sifatnya tidak pernah ada perubahan. "Seharusnya dia itu menasihati dirinya sendiri sebelum memberikan pencerahan sama pasiennya," tambah Aurum yang masih saja terlihat kesal. "Ini, diri sendiri aja belum beres, udah mau coba-coba beresin hidup orang lain, gimana ceritanya." Doni mengangguk tanda setuju. Dia pun menghentikan sarapan roti swkaj serikayanya yang baru setengah dia makan. Mencoba mengingat sesuatu yang seakan terlupakan olehnya untuk diberitahukan pada Aurum. Aurum menatap sang suami heran dan mulai menaruh curiga. "Kok malah diam, Mas. Jangan sampai ya kamu punya rencana yang aneh-aneh, tau sendiri konsekuensinya nanti kalau sampai kamu ngelakuin yang aneh-aneh ke hubungan Dimas dan juga Ameliya," ancam Aurum. "Rencana aneh gimana maksud Mami?" tanya Doni yang terlihat kaget dengan tuduhN tiba-tiba yang dilayangkan sang istri padanya. "Iya, kadang Papi kan suka aneh-aneh, bisa aja Papi mau jodohin lagi Dimas sama aurelly. Awas aja kalau benar kejadian, kamu ngerusak hubungan anak kita, hubungan kita pun bakalan ikut rusak!" ancam Aurum yang tampak tidak main-main dengan ancamannya. "Eeee, bukan itu maksud Papi diam," cegah Doni cepat. "Papi malah gak kepikiran gitu sama sekali. Mami malah yang aneh sampai kepikiran ke sana." "Jadi kenapa diam? Mikirin apa coba?" tantang Aurum yang semula membuat Doni menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Papi lagi coba ingat kalau ternyata Papi lupa ngasi tau Mami, seminggu lalu, Pak Dharma sempat menghubungi Papi dan anehnya dia malah ngajak Papi ketemuan. Katanya ada bisnis." "Dia mau ngajak bisnis gitu?" tanya Aurum takut salah. "Iya, tapi anehnya dia gak ada bilang mau bisnis apa. Dia malah terus maksa buat ketemuan aja dulu, baru dibahas." Doni tampak bingung dengan ajakan Dharma. "Dan Papi nurut?" tanya Aurum dengan tatapan mata menyelidik. "Ya enggaklah." "Tumben, biasanya kalah teman ngajak ngumpul, Papi selalu mau. Ini kok tumben ditolak, bohong, kan? Pasti mau ketemuan sama dia!" "Kagak, sumpah!" jawab Doni sungguh-sungguh. "Papi tolak ajakannya langsung tanpa pikir panjang, padahal dia minta Papi buat mikir dulu." "Lha, alasannya apa? Gak mungkin dia mau Terima jawaban Papi yang langsung nolak gitu aja tanpa alasan. Secara tuh orang detail banget, kadang ngomong sama dia buat emosi." Aurum mencoba mengingat kenangannya saat berdiskusi dengannya. Dharma selalu tidak pernah mau kalah dan mengakui kesalahan jika salah. Dia malah terus mempertahankan pendapatnya padahal semua orang sudah tahu, kalau pendapatnya salah besar. Bagi Aurum, dia sama sekali tidak punya malu. Sama seperti anak semata wayangnya. "Papi jawab aja, kalau Papi udah ada bisnis rumah sakit yang sedang Papi jalanin, dia kan tau itu, tapi yang gak dia tau kalau rumab sakt itu sekarang sudah jadi tanggung jawabnya Dimas. Papi bilang kalau Papi udah tua, malas punya banyak bisnis. Capek." "Dan dia mau Terima alasan kayak gitu?" "Awalnya nolak, masih maksa terus, lama-kana Papi buat alasan kalau Mami manggil Papi bjat nganter menantu cek ke rumah sakit kandungan. Baru dia mau nutup telepon." "Terus kok tumben nolak, belum dijawab tadi!" tagih Aurum. "Satu karena saat itu kita lagi berantem, Papi gak mau pergi tanpa pamit, Mami kan tau sendiri itu." Aurum megangguk, "Dan yang kedua?" "Karena dia gak pernah jadi teman Papi. Dia cuma rekan kerja, bukan teman dekat. Dan dia dari dulu paling anti ngajak rekannya atau temannya untuk berbisnis. Dia paling gak percaya sama teman nya. Dia lebih percaya sama saudara-saudaranya. Jadi aneh aja kalau tiba-tiba dia ngajak bisnis. Sementara ngobrol aja sama dia cuma gara-gara pas kita jodohk Dimas sama Aurelly. Itu pun kaden atau mereka sempat dekat. Mereka duluan dekat baru Papi dekat sama Pak Dharma." "Iya juga sih, rada aneh. Dan yang ketiga, ada lagi?" tanya Aurum penasaran. Kali ini dia suka cara Doni berpikir. Seolah suaminya yang dulu kembali hadir di hadapannya setelah perubahan signifikan akibat masalah Zyo dan Zenia. "Karena Papi gak mau buat Ameliya sedih. Itu aja." Aurum jelas terharu mendengar alasan kwtiganya. Dia tidak menyangka Donk akan menjadikan Ameliya sebagai alasannya menolak ajakan Dharma. Ada kelegaan dan keyakinan dalam hatinya. Aurum semakin yakin, kalau ke depannya, Doni tidak akan merusak hubungan pernikahan antara Dimas dan juga Ameliya. "Tenang saja, aku gak bakalan mengulang kesalahan yang dulu, rasanya kehilangan mereka di rumah ini, adalah kesalahan terbesarku yang malah jadi boomerang untukku. Aku kehilangan keramaian di rumah ini," ucap Doni dengan mimik sedih seolah menyesali semua yang telah dia lakukan. "Padahal aku sudah tua, yang ku butuhkan hanya tinggal bersama anak, menantu dan cucu-cucuku saja. Tapi kesalahan yang ku lakukan, malah membuat impian ku itu hilang gitu aja." "Ameliya bilang, Dimas yang tidak mau kembali ke rumah ini." Doni mengangguk, "Dia bahkan belum mah ngobrol sama Mas." Aurum menghela napas mencoba tetap tenang agar sang suami tidak kembali emosi, "Dia fidka membenci kamu, Mas. Dia hanya butuh waktu untuk menenangkan diri. Sabar saja." "Tapi dia memang tidak ingin kembali ke sini, kan?" tanya Doni yang sempat membuat Aurum tidak tega menjawabnya. "Benar, kan?" "Gini, Mas, mereka sudah menikah, dan mereka punya pilihan untuk memilih tetap tinggal dengan kita atau pergi dengan hidup mandiri di rumah baru. Tugas kita sebagai orang tua sudha selesai, hanya sampai mengantarkan anak kita ke gerbang pernikahan. Itu aja. Toh rumah mereka gka jauh kok, kita atau pun mereka bisa saling mengunjungi. Iya, kan?" tanya Aurum yang langsung di jawab Doni dengan anggukan kepala. "Ya udah, habiskan makan siangnya, kita udah telat jam makan siang dan Mas malah milih roti doang. Ntar siap ini kita ke rumah Ameliya buat lihat Zyo dan Zenia. Oke?" "Oke," jawab Doni yang langsung kembali melanjutkan makan siang. Tanpa sepengetahuan Doni, Aurum memperhatikan ekspresi Doni yang tampak sedih. Aurhm kasihan melihatnya terus memikirkan tentang penyesalannya pada Ameliya dan Zyo yang membuat semuanya langsung diboyong Dimas pindah ke rumah baru.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN