BAB 68

1059 Kata
Nina menatap canggung ke cewek cantik yang baru saja datang dengan pianika yang dia letak di samping kursinya. Dia tersenyum ke Nina, lantas menatap bingung ke Bryan. "Katanya gak bisa jemput, kok tiba-tiba datang ke tempat les aku?" tanyanya dengan suara manja yang langsung dibalas Bryan dengan tawa kecil. "Takut ya aku dilirik cowok lain," godanya yang membuat Bryan tertawa, sedangkan Nina malah entah kenapa kesal sendiri mendengarnya. "Soalnya ada yang mau ketemu sama kamu," ucap Bryan yang langsung membuat Nina meliriknha kesal. Nina masih diam seribu bahasa. Dia masih belum bisa menebak, siapa cewek cantik yang ada di hadapannya kini. Dia tampak sangat anggun, kulitnya putih bersih dengan senyuman manis. Rambutnya diikat asal, dicepol tinggi. Nina benar-benar merasa minder berada di antara keduanya makhluk Tuhan yang tampak sempurna. Sedangkan dirinya, kecil sebahu Bryan, sedangkan cewek di hadapannya malah tinggi semampai. Tingginya kira-kira sekuping Bryan jika berdiri berdampingan dengan Bryan. "Ini Kak Nina, kan?" tanyanya ramah yang langsung dijawab gugup oleh Nina dengan anggukan kepala. "Akhirnya bisa ketemu juga langsung, soalnya ini anak asal diminta ketemu sama kakak, dia gak pernah jawab. Kalau lun jawab cuma 'nanti ya, nanti ya', guru doang." Nina mengerutkan keningnya mendengar ucapan cewek cantik dengan nada suara khas manja di hadapannya. Nina sempat berpikir, untuk apa dia harus minta bertemu dengan dirinya, apa dia ingin menjambak rambut Nina karena cemburu, atau malah ingin memviralkannya di depan semua orang untuk mempermalukan dirinya yang dianggap selingkuhan Bryan. "Namanya kemarin belum ada alasan buat dijumpai, jadi ya ... Gak bisa jawab dulu la," jawab Bryan sembari mengaduk cappuccino hangatnya. "Dan sekarang, apa alasannya sampai mau ketemu sana aku?" tanyanya lagi. Bryan melirik ke Nina yang juga melirik ke arahnya dengan ekspresi bingung. Nina tampak jelas tidak mengerti situasi saat ini. Banyak hal aneh yang membuatnya harus menarik kesimpulan sendiri. Salah satunya posisi duduk Bryan yang seharusnya duduk di samping cewek cantik itu, kini malah duduk di sebelahnya. Nina benar-benar merasa semakin tidak enak karenanya. Sempat ingin pindah sebelum cewek di hadapannya hadir, namun Bryan malah menarik tangannya dan memintanya untuk duduk. "Nin," panggil Bryan yang membuat Nina menoleh padanya. "Ini Becca Maurallia Khalid, adik gue." Nina kaget bukan main mendengar apa yang diucapkan Bryan barusan. Adik, dan bukan pacar, apa lagi calon istri. Nina tidak mwnyangka, selama ini dia galau malah sama adik Bryan sendiri. Karena cemburu tidak jelas, Nina malah rela tidak masuk sekolah dan nangis semalaman, mendiamkan semua orang di rumah dan malah hampir saja menceritakan hal yang sebenarnya pada Aden. Bisa-bisa jika itu dia lakukan, dia malah akan jadi bahan ledekan dj depan semua orang. Terutama di depan Nisa dan juga Adit. "Hai, Kakak," sapa Becca sembari mengulurkan tangan kanannya ingin berjabat tangan. Dengan sikap gaguk, Nina membalas jabatan tangan Becca yang masih tersenyum lebar. Nina berusaha tersenyum walau dia kini masih malu bukan main di depan Bryan, yang akibat kebodohannya, secara tidak langsung malah mengatakan bahwa dia ada rasa dengan Bryan. Becca melepaskan jabatan tangannya, begitu juga dengan Nina. Becca mengalihkan pandangannya ke pelayan yang membawakan jus alpukat pesanannya yang sebelum duduk, langsung dia pesan di meja pemesanan. Cage kecil yang terletak di samping tempat les Becca, namun tetap di satu tanah yang sama, membuat Becca sangat mudah untuk sekedar melepas penat setelah beberapa jam latihan musik. "Becca senang banget bisa ketemu langsung sama kakak, kayaknya bisa nih kapan-kapan jalan-jalan kita ke mall. Tapi gak usah ajak Bang Bryan ya, dia banyak peraturan," ucap Becca setengah berbisik namun terdengar jelas oleh Bryan yang langsung memanyunkan bibirnya, lantas menarik topi yang dipakai Becca sejak tadi hingga menutupi wajahnya. Becca tertawa melihat sang abang berhasil dia buat kesal. Sedangkan Nina hanya tersenyum melihat keduanya yang tampak begitu akrab. Persis seperti dirinya dan Aden. Melihat keakraban itu, membuat Nina rindu pada Aden yang selalu ada untuknya. "Kalian gak pesan makanan, Bang?" tanya Becca yang baru saja menerima makanan pesanannya dari pelayan. Nasi dengan ayam rica-rica kesukaannya. "Iya sih, laper juga," ucap Bryan. "Loe mau makan apa?" tanya Bryan pada Nina yang masih tampak kagum dan terpesona dengan Becca. "Nina Anggrainy Putri." "Eh, iya," jawab Nina kaget. "Ada apa?" "Loe mau makan apa?" tanya Bryan sembari memberikan daftar menu pada Nina. "Enggak usah, gue udah makan tadi di rumah sebelum pergi." "Itu sarapan, ini udah siang, menjelang sore malahan. Usah malu sama segan segala, cepat pesan," paksa Bryan yang lagi-lagi malah dituruti Nina. Nina langsung melihat-lihat menu daftar dan memesan makanan yang sama seperti milik Becca. Minumannya hanya teh manis dingin. Sedangkan Bryan memesan nasi goreng special dan air mineral sebagai tambahan minumannya. "Gue ke kamar mandi bentar ya," izin Bryan yang hanya dijawab Nina dengan anggukan kepala, sembari memainkan handphonenya. Bryan langsung menarik pipi Becca yang membuat Becca yang lagi makan, menjerit kesakitan. Bryan tertawa lantas pergi begitu saja meninggalkan Becca yang langsung berhenti melahap makanannya dan beralih mengusap pipinya yang sakit. Pesan singkat dari Nisa yang bertanya di mana dia sekarang, langsung menbuat Nina membalasnya. Dia tahu, Nisa khawatir padanya, dan rasanya, dia tidak ingin membuat Nisa semakin khawatir. Cerita tentang keguguran yang dia alami sampai hancurnya hidupnya dulu pasca hal itu terjadi, membuat Nina tak ingin lagi Nisa harus mengalami hal itu hanya karena ulah moodnya yang terlalu cepat naik turun. Nina langsung membalasnya. Keseriusannya dalam membalas membuat Nina tidak sadar bahwa Becca sedang memperhatikannya sembari mengigit ujung sendoknya. Ada kekaguman di kedua matanya melihat Nina yang sangat sederhana, namun berhasil membuat abangnya tergila-gila. Padahal yang Becca tahu, banyak cewek yang hadir di hidup Bryan dengan rupa dan body yang sempurna. Namun Bryan malah berhasil jatuh ke pelukan Nina. Becca memang sudah dengar banyak tentang asal usul Nina. Nina memang orang kaya, namun dari caranya berpenampilan, Nina tampak sangat sederhana. Gayanya tidak terlalu feminim, dia malah tampak tomboy. Dengan rambut yang diikat asal, dan wajah yang tampak riasan namun terlihat cantik di mata Becca. Becca sangat menyukainya, dan berharap bisa secepatnya akrab dengan Nina yang persis seperti kakak ipar yang sangat dia harapkan selama ini. "Boleh tanya gak, Kak?" tanya Becca tiba-tiba yang membuat Nina menatapnya spontan, lantas menganggukkan kepala. "Kakak sama Abang udah jadian ya?" Nina jelas kaget mendengar pertanyaan itu. Napasnya seakan berhenti, detak jantungnya pun ikut berhenti sepersekian detik. Seolah udara hilang dari tempatnya berada. Tatapannya terus tertuju ke Becca yang menatapnya serius. Tidak ada lagi tatapan ramah itu. Nina bungkam. Walau kini semua kembali normal, termasuk jantung dan irama napasnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN