bc

My Stupid Ghost

book_age16+
detail_authorizedDIIZINKAN
28
IKUTI
1K
BACA
tragedy
city
like
intro-logo
Uraian

Vega mengalami kecelakaan dan terjatuh ke dalam jurang, sehingga menyebabkan jiwanya keluar dari tubuhnya dan tersesat ke tempat yang dia tidak kenali. Bahkan Vega lupa dengan jati dirinya. Vega bertemu dengan Ringga yang mempunyai kemampuan melihat dan komunikasi dengan ruh. Ringga membantu Vega untuk menemukan tubuhnya. Setelah di selidiki, ternyata kecelakaan tersebut di sebabkan oleh Oliver, pamannya sendiri yang memiliki dendam kepada kedua orang tua Vega.

chap-preview
Pratinjau gratis
Vega
Kreek … kreek … suara pintu mobil yang terbuka dan menjadi tempat Vega bergelantungan, kedua tangannya berusaha berpegangan sekuat mungkin. Sedangkan di dasar jurang sudah terpampang bebatuan dan pepohonan yang akan menjadi tempat paling menakutkan untuk terjatuh. “Tolong aku!” teriak Vega sekencang mungkin. Ia bergelantungan di pintu mobil yang terbuka, tangannya yang terluka dan mengeluarkan banyak darah, membuat pegangannya semakin melemah. “Tuhan, aku tidak mau mati sekarang!” ujar Vega menangis sekencang mungkin. Sementara pegangan tangannya ke pintu mobil yang terbuka semakin melemah dan merosot. Ujung mata Vega melihat dasar jurang yang dipenuhi bebatuan dan pohon menanti tubuhnya terjatuh.  Di tengah keputusasaannya, terlihat di samping mobilnya seorang pria yang ia kenal, “Oliver? Paman Oliver?!” panggil Vega semangatnya kembali timbul setelah melihat Oliver berdiri dan menatapnya dengan dingin. “Paman Oliver bantu aku!” teriak Vega lagi sambil terus berusaha memperbaiki pegangannya yang benar-benar akan lepas. Namun Oliver bergeming, tatapan dinginnya membuat Vega yakin jika Oliver datang bukan untuk membantunya, tapi ingin melihatnya terjatuh dengan sempurna di dasar jurang. “Paman Oliver? Kenapa Paman?” tanya Vega sambil menangis, mempertanyakan kepada pamannya yang tega membiarkan dan melihat keponakannya di ujung jurang dan berjuang agar tetap hidup. Semangatnya kembali hilang dan jatuh ke jurang adalah kepastian bagi Vega. Dan ... pegangan tangan Vega terlepas dari pintu mobil. Tubuhnya melayang bebas ke dasar jurang. Terlihat untuk terakhir kalinya wajah Oliver yang menyunggingkan senyum di ujung bibirnya sambil menyaksikan tubuh Vega terjatuh ke dasar jurang. GELAP! ** Vega berdiri di sebuah tempat yang ramai orang berlalu lalang melewatinya. Ia kebingungan sedang berada di mana, bahkan mengingat namanya saja dia tidak bisa. “Aku di mana? Hei, kamu jawab aku?” tanya Vega mencoba bertanya kepada orang-orang yang terus melewatinya. “Ada apa ini?” tanya Vega bingung. Ia mundur perlahan dan menyandarkan punggungnya ke tembok. Ia memegang kepalanya yang terasa pening. “Aku ada di mana?” tanyanya pelan. “Hmm, kamu ada di Bogor. Sepertinya kamu bukan orang sini ya?” tanya Debi. Roh yang berwujud wanita cantik dengan tubuh tinggi semampai, dengan rambut panjang sepunggung dibiarkan menjuntai.  “Aku? Kamu tanya aku?” tanya Vega bingung. “Ya iya atuh. Siapa lagi yang aku ajak ngobrol selain kamu. Di samping kamu itu kucing, masa aku tanya sama kucing?” Debi mulai emosi. Vega melihat di sampingnya memang tidak ada siapapun, artinya pertanyaan itu tertuju kepadanya. “Aku tidak tahu, aku juga bingung,” ucap Vega menghela napas panjang. “Oh. Bingung, pegangan kalau bingung,” ucap Debi tertawa geli. Sedangkan Vega malah menatap Debi dengan wajah bingung. Setelah melihat reaksi Vega yang kebingungan dengan gurauannya, Debi menghentikan tawanya dan kembali bertanya, “Nama kamu siapa?” Mendengar pertanyaan Debi, Vega semakin bingung, “Justru itu, aku bahkan tidak ingat siapa namaku sendiri,” jawab Vega. Mendengar jawaban Vega, membuat Debi menatap ke arah Vega sambil bertolak pinggang. “Kamu ini hantu yang bodoh ya! Nama saja enggak inget, waktu kamu mati memangnya kamu tidak ingat nama kamu?” tanya Debi  “Hah, mati?” tanya Vega bingung. “Iya, kamu itu kan sekarang sudah jadi hantu ....” “Apa? hantu? Mana?” tanya Vega ketakutan dan merapatkan tubuhnya ke Debi. Melihat tingkah Vega, Debi menepuk dahinya sendiri. “Haduh ini hantu nyebelin banget. Boro-boro mau nakut nakutin manusia, sekarang sudah jadi hantu saja dia enggak tahu. Haduh ospeknya lama ini mah,” keluh Debi. Vega masih mencari hantu yang di maksud, sampai akhirnya Debi mendorong kasar Vega menjauh darinya. “Kamu hantunya, ontohod!” ujar Debi kesal.  “Hah?” Vega tambah bingung.  “Gini deh. Aku akan membantumu menjadi hantu yang baik dan benar, oke. Jadi, kamu harus ikuti arahan aku, dan jangan buat aku kesal lagi. Jika sekali lagi kamu buat aku kesal, aku tidak jadi membantumu. Oh, ya perkenalkan namaku Debi,” ujar Debi sambil memulaskan lipstik lagi di bibirnya. “Oh, nama kamu Babi,” ucap Vega. Mendengar ucapan Vega, Debi terkejut sehingga lipstiknya melenceng ke pipinya, “Aing mah! Kenapa kamu malah meledek aku?” tanya Debi kesal. melihat Debi kesal, Vega malah semakin bingung.  “Kamu kenapa sih? Kok marah?” tanya Vega. “Malah tanya, haduh. Kalau begini aku tobat deh,” ujar Debi, lalu ia menghilang.  Vega terkejut, “Astaga, jadi hantunya dia?!” lalu Vega berjalan menuju halte yang ada di pinggir jalan. Ia duduk lemas dan mulai menangis. “Aku ada di mana? Kenapa semua orang mengacuhkanku?” tanya Vega, air matanya mengalir di pipinya. Ringga yang duduk di samping Vega, menoleh ke arahnya. Ia mendengar pertanyaan dari Vega. Setelah menatap wajah Vega, mata Ringga membulat, “Sebagai hantu, kamu sangat cantik, tidak ada luka di wajahmu,” ucap Ringga spontan setelah melihat wajah Vega. Mendengar Ringga sedang menatapnya dan menyebut dirinya cantik, Vega terkejut sekaligus senang. “Kamu bicara denganku?” tanya Vega menghentikan tangisannya.  “Iyalah, aku bicara dengan kamu. Di sini hantunya Cuma ada kamu. Hantu yang lain kalau pagi menjelang siang begini mereka istirahat. Enggak seperti kamu malah keluyuran,” jawab Ringga. “Hah? Aku hantu?” tanya Vega lagi. “Rupanya kamu hantu baru ya? Nama kamu siapa?” tanya Ringga, menatap Vega dengan lekat. “Aku tidak tahu siapa namaku,” jawab Vega.  Seorang ibu yang berniat menunggu bus dan berdiri di samping Vega, melihat Ringga berbicara sendiri, ibu tersebut langsung berkomentar, “Gila!” Mendengar ibu tersebut meledeknya, Ringga menoleh ke arah ibu tersebut, “Iya bu, saya gila. Awas saya bisa gigit ibu loh,” ujar Ringga dengan santai menunjukkan semua giginya.  Mendengar dan melihat Ringga yang menunjukkan semua giginya, ibu tersebut ketakutan. Ia pindah tempat menunggu bus. Setelah ibu tersebut pergi, perhatian Ringga kembali ke Vega. Lalu mata Ringga melihat tag name di d**a kanan Vega.  “Vega. Sepertinya nama kamu Vega. Di kemeja, di d**a sebelah kanan ada tag name bertuliskan nama Vega,” ujar Ringga. Vega melihat ke pakaiannya. “Oh, iya. Mungkin namaku Vega,” ujar Vega, mengangguk mengerti. “Nama kamu siapa?” tanya Vega. Namun, Ringga enggan menjawab. Ia sebenarnya tidak ingin menanggapi hantu atau roh yang mengajaknya berinteraksi. Hanya saja ia tertarik berinteraksi dengan Vega karena wajahnya yang cantik dan terlihat sedang kebingungan. Lalu bus yang di tunggu oleh Ringga datang, “Sudah ya, aku harus pergi bekerja dulu,” ujar Ringga, lalu beranjak dari tempat duduknya. Ringga segera masuk ke dalam bus dan duduk di tempat duduk yang masih kosong.  Melihat Ringga pergi, Vega memutuskan untuk mengikuti Ringga.  “Cuma dia yang bisa lihat aku. Walaupun aku hantu, aku kan belum punya teman, aku sendirian. Aku ikuti saja Dia” ujar Vega ikut beranjak dan memasuki bus yang sama dengan Ringga. Ringga duduk di samping jendela dan menatap keluar jendela. Ia sudah tidak melihat Vega di halte tersebut. Lalu dengan santai Ringga menyandarkan punggungnya ke kursi. Ketika menoleh ke sebelah kanan, ternyata Vega sudah duduk di sampingnya sambil tersenyum menatap kepadanya. “Astaga!” pekik Ringga terkejut, ‘Ngapain dia ngikutin aku?’ tanya Ringga dalam hati, lalu memalingkan wajahnya dari Vega. Ringga mengacuhkan keberadaan Vega. Tapi Vega bergeming, ia tetap duduk di samping Ringga. Hingga akhirnya ada seorang wanita yang duduk di tempat Vega. Wanita tersebut merasa tidak nyaman duduk di tempat tersebut. “Aduh, kok dia duduk di atas aku? Awas dong, aku juga mau duduk di sini,” ujar Vega tidak mau kalah. Namun wanita yang sepertinya pegawai di sebuah bank swasta tetap duduk di tempat yang sama dengan Vega.  “Kok tempat duduknya begini ya? Kayak ada yang dorong-dorong aku?” tanya wanita itu kepada dirinya sendiri pelan. Mendengar pertanyaan dan keributan dari Vega yang terus mengeluh karena diduduki wanita. Akhirnya Ringga menoleh dan melihat Vega sedang berusaha mendorong wanita yang duduk di atasnya. “Kamu harusnya pergi dari situ!” ujar Ringga kepada Vega. Namun wanita pegawai bank tersebut salah pengertian, ia mengira jika ucapan Ringga ti tunjukkan kepadanya. “Enak saja. Kenapa kamu mengusir aku. Kan tempat duduk ini kosong,” ujar wanita tersebut. Ringga terkejut karena wanita pegawai bank itu mengira Ringga mengusirnya, Ringga menghela napas panjang, “Maaf ya kak. Maaf,” ujar Ringga, lalu melirik tajam ke Vega. Karena ulahnya Ringga malah di marahi oleh orang. Bersambung...

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU

read
4.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
95.0K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook