Sepuluh

2176 Kata
Dipagi hari yang cerah, Alysa memutuskan sebelum pergi ke kampus ia berniat pergi ke toko buku untuk membeli sebuah buku novel. Karena memang stock novel bacaannya sudah habis ia baca semua dan ia ingin membeli lagi buku yang baru. Tentu, dengan judul dan cerita yang berbeda. "Hati-hati dek kalau pergi sendirian," pesan Hanifah saat melihat Alysa sudah siap untuk pergi. Tak lupa, Alysa pergi dengan pakaiannya yang serba tertutup—jilbab syar'i, gamis, dan cadarnya. "Iya teh, hehe," ucap Alysa cengengesan. "Yaudah, fii amanillah." Do'a Hanifah. "Iya teh, aamiin. Assalamu'alaikum." Pamit Alysa. "Wa'alaikumussalam." ▪▪▪▪▪▪ Di sebuah villa yang terkesan sunyi—karena masih pagi—Ikfan nampak sudah rapih dan wangi pagi itu. Ia memakai kaos putih dengan dibaluti jaket berwarna hitam, tak lupa ia juga memakai celana sirwal lebarnya yang di atas mata kaki. Perlu diketahui bahwasanya celana di atas mata kaki adalah sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat melihat bahwa pakaian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari Al Asy'ats bin Sulaim, ia berkata : سَمِعْتُ عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ : « اِرْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ) قَالَ : « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ "Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, 'Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, 'Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.' Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku berkata,"Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih". Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?" Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya." (Lihat Mukhtashor Syama'il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih). Dari Hudzaifah bin Al Yaman, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِْزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ "Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki." (Lihat Mukhtashor Syama'il Al Muhammadiyyah, hal.70, Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shohih). Dari dua hadits ini terlihat bahwa celana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi seseorang menurunkan celananya, namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki. Ingatlah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sebagai teladan terbaik bagi kita dan bukanlah professor atau doctor atau seorang master yang dijadikan teladan. Allah Ta'ala berfirman, لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al Ahzab [60] : 21). Ada pula alasan yang mengandung hikmah mengapa lelaki diharuskan memakai celana diatas mata kaki. Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ "Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat nanti, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan yang pedih." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan ini. Lalu Abu Dzar berkata, خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ "Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ "Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu." (HR. Muslim no. 306). Orang yang isbal (musbil) adalah orang yang menjulurkan pakaian atau celananya di bawah mata kaki. Maka dari itu, setelah Ikfan mengetahui dalil tersebut, segera ia memotong atau memendekan semua celananya sampai di atas mata kaki. Tentu, walaupun sudah di atas mata kaki, celana tersebut tetap harus longgar—tidak ketat seperti celana jeans. "Mau kemana lo, Fan?" tanya Gian anggota BEM—divisi sosialisasi lainnya. "Pergi," jawab Ikfan simple tanpa menatap wajah Gian—sibuk dengan ponselnya. "Kemana? Sama Andre?" tanya Gian lagi. "Jalan-jalan pagi doang. Gak, ogah gue kalau harus jalan sama dia." Jawab Ikfan. Mendengar itu Gian terkekeh, "yaudah, hati-hati." "Hm, gue cabut ya. Assalamu'alaikum." Pamit Ikfan seraya pergi keluar villa. "Wa'alaikumussalam." Pagi itu entah kenapa Ikfan berniat ingin berkeliling kota Bandung sebelum kembali ke Jakarta. Setelah seminar kemarin selesai, waktu dua hari yang Ikfan punya di Bandung terkesan sangat santai dan tentu ia ingin menghabiskan waktu santainya itu dengan sebaik-baiknya. Mengingat setelah pulang ke Jakarta nanti sudah pasti ia akan mulai sibuk kembali dengan beberapa aktivitas yang biasa ia lakukan—terutama aktivitas kuliahnya. Dengan menggunakan mobil, Ikfan mengelilingi kota Bandung. Hingga karena mulai bosan jika hanya berkeliling saja dengan menggunakan mobil, akhirnya Ikfan memutuskan untuk mampir ke sebuah toko buku—sudah keluar daerah Lembang—maklum Ikfan juga sangat hobi membaca. Tak aneh jika tujuan pertamanya saat merasa bosan adalah pergi ke toko buku. Baginya membaca buku selain dapat menambah ilmu, juga dapat menghilangkan kejenuhannya disaat rasa jenuh itu datang. Walaupun Ikfan bukan orang Bandung, tapi karena ada google maps, jadilah Ikfan tahu setiap arah jalan di kota kembang itu. Dan sesampainya di toko buku, Ikfan mulai mengitari lingkungan sekitar toko tersebut. Dengan mata yang terus tertuju pada rak-rak buku—untuk mencari buku yang ingin ia beli—Ikfan nampak begitu serius. "Buku-buku di sini sunnah gak ya?" tanya Ikfan monolog. Di sisi lain selain Ikfan, ternyata atas izin Allaah, terlihat Alysa pun tengah berada di dalam toko buku yang sama. Tak jauh dari Ikfan, Alysa juga tengah mencari buku novel sunnah, yang akan ia beli dan yang akan ia baca. "Permisi bu, apa di sini ada buku novel fiksi yang sesuai sunnah?" tanya Alysa pada petugas toko. "Oh, salaf ya dek. Ada di sebelah sana," jawab petugas tersebut seraya menunjuk ke sebuah tempat khusus dimana buku yang Alysa cari berada. Mendengar jawaban petugas itu, lantas Alysa tersenyum di balik cadarnya. "Terima kasih, bu." "Sama-sama." Dengan langkah yang pasti Alysa pun melangkahkan kakinya menuju tempat yang ia cari sejak tadi. "'Afwan, dimana ya tempat buku-buku sunnah?" tanya Ikfan kepada petugas toko setelah kepergian Alysa. Tentu saat itu Ikfan tidak menyadari kehadiran Alysa. "Ya ampun, buku sunnah memang maasyaa Allaah ya, banyak yang incer," kata petugas toko yang tidak menjawab pertanyaan Ikfan. Mendengar itu kening Ikfan mengercit. "'Afwan, ana tadi sedang bertanya." Petugas toko terkekeh, "ohiya, maaf-maaf. Anta jalan ke arah sana aja. Di sana ada ko buku-buku sunnah. Insyaa Allaah yang anta cari ada di sana," jawabnya sambil menunjuk ke arah yang sama—tempat dimana ada Alysa juga di sana. "Ohiya, syukron, jazaakillahu khayraa." Ucap Ikfan, lalu melangkah pergi ke arah yang ditunjukan oleh petugas tadi. Saat sudah sampai di sana, seketika Ikfan terdiam karena mendapati sosok gadis bercadar yang juga tengah berada di tempat yang sama dengannya—keadaan tempat khusus rak-rak buku sunnah itu tidak terlalu luas. Entahlah ada apa dengan perasaannya, namun yang pasti ketika melihat gadis bercadar itu, tiba-tiba jantung Ikfan berdetak lebih cepat dari biasanya. Jaga pandangan Fan. Allah Ta'ala berfirman, قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara k*********a. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.'" (QS. An-Nur [24] : 30). Ibnu Katsir rahimahullah berkata, هذا أمر من الله تعالى لعباده المؤمنين أن يغضوا من أبصارهم عما حرم عليهم، فلا ينظروا إلا إلى ما أباح لهم النظر إليه ، وأن يغضوا أبصارهم عن المحارم "Ini adalah perintah dari Allah Ta'ala kepada hamba-hambaNya yang beriman untuk menjaga (menahan) pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan atas mereka. Maka janganlah memandang kecuali memandang kepada hal-hal yang diperbolehkan untuk dipandang. Dan tahanlah pandanganmu dari hal-hal yang diharamkan." (Tafsir Ibnu Katsir, 6/41). Menundakkan pandangan di sini bukan hanya berlaku pada perempuan yang terbuka auratnya, namun berlaku juga pada perempuan yang sudah berjilbab syar'i dan bercadar. Sebab, fitnah wanita tetap menyambar-nyambar. Menyadari kehadiran seseorang di dekatnya, lantas Alysa menoleh ke arah Ikfan yang tengah berdiri dengan jarak yang tidak terlalu jauh darinya. Deg. Seketika jantung Alysa terasa berhenti berdetak saat melihat siapa sosok yang ada di hadapannya saat ini. Ikfan. Melihat sorot mata keterkejutan Alysa—Ikfan belum tahu siapa gadis yang kini ada di hadapannya—lantas Ikfan berkata, "'afwan, ana cuma mau nyari buku sunnah di sini, Jika anti merasa tak nyaman dengan kehadiran ana. Ana bisa pergi ke tempat lain dulu," kata Ikfan terkesan ragu seraya hendak pergi dari hadapan Alysa. Tapi Alysa menahannya. "Jangan." Mendengar itu Ikfan pun menoleh ke arah Alysa—mengurungkan niatnya untuk pergi. Tak dapat ia pungkiri lagi bahwa ada sesuatu yang ganjal juga di benaknya setelah mendengar suara dari gadis bercadar yang kini ada di hadapannya. "'Afwan, ana sudah menemukan buku yang ana cari. Jadi, anta silahkan saja cari buku yang ingin anta beli. Biar ana yang pergi duluan. Syukron," lirih Alysa sambil menunduk dan bergegas pergi dari hadapan Ikfan. Mendengar kembali suara gadis bercadar itu, Ikfan merasakan ada sesuatu yang aneh di hatinya. Hatinya merasa berdesir hebat. Ia seperti mengenali suara tersebut. "Suara itu," lirih Ikfan yang masih setia berdiri di tempatnya. "Suara itu...." Seketika mata Ikfan membulat sempurna saat kejadian di mall kemarin kembali teringat. "Gadis yang sama, bercadar dan...." "Alysa," ucap Ikfan lagi yang kali ini bernada yakin. Apa itu kamu? Tanpa ba bi bu lagi, Ikfan berjalan menyusul Alysa yang dilihat sudah keluar dari toko buku. Dan melihat itu, Ikfan pun langsung melangkahkan kakinya lebih cepat agar bisa menyusul Alysa. ▪▪▪▪▪▪ "Permisi," panggil seseorang dari arah belakang. Merasa dipanggil, Alysa pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Terkejut. Itulah ekspresi wajah Alysa saat tahu siapa yang memberhentikan langkahnya. "I-iya?" tanya Alysa terbata. Kelewat gugup. Saat ini Ikfan sudah berada di hadapan Alysa—jaraknya tidak begitu dekat—sambil mengontrol deru nafas dan debaran di dadanya, Ikfan berusaha untuk terlihat normal di depan Alysa. Semoga ini memang kamu. "'Afwan, apa boleh ana tanya sesuatu?" tanya Ikfan yang membuat jantung Alysa semakin berdetak cepat. Sambil menundukkan pandangan, Alysa menggigit bibir bawahnya di balik cadar yang ia kenakan. "Bertanya apa?" tanya Alysa balik, nyaris tak terdengar saking pelannya. Ikfan menoleh ke kiri dan kanannya. "Di sini ramai, jadi jangan khawatir," kata Ikfan yang tahu bahwa gadis yang berada di depannya ini tidak mau berduaan dengan lelaki non mahrom—Ikfan mengerti hal itu. Khalwat atau menyendiri dengan wanita asing (yang bukan mahram) merupakan bentuk kemungkaran yang sangat berbahaya. Banyak sekali orang tua yang meremehkan hal ini sehingga dampaknya adalah sebagaimana yang telah ditulis di berbagai majalah dan koran, yaitu berupa tindak kriminalitas seperti zina dan p*********n atau hal-hal yang lainnya. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah melarang tindakan khalwat dengan wanita asing ini dalam hadits shahih dengan bersabda, لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّوَمَعَهاَذُو مَحْرَمٍ "Janganlah seorang laki-laki itu berkhalwat (menyendiri) dengan seorang wanita kecuali ada mahram yang menyertai wanita tersebut." (HR. Bukhari & Muslim). Beliau juga bersabda, أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ باِمْرَأَةٍ إِلاَّكاَنَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ "Ingatlah, bahwa tidaklah seorang laki-laki itu berkhalwat dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim. Al-Hakim kemudian menyatakan bahwa hadist ini shahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim. Pendapat ini disepakati pula oleh Adz-Dzahabi). Dengan ragu, Alysa mengangguk tanpa menatap wajah Ikfan. Bukan hanya berlaku untuk laki-laki, perintah menundukan pandangan juga berlaku untuk perempuan. Allah SWT berfirman: وَقُلْ لِّـلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ "Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya." (QS. An-Nur 24: Ayat 31). "Siapa nama anti?" tanya Ikfan seketika dan itu berhasil membuat jantung Alysa semakin bergemuruh. "....." Tak ada jawaban, Alysa terlihat ragu untuk menjawab. Sedangkan melihat gelagat Alysa itu, akhirnya Ikfan mengenalkan dirinya. "Nama ana Ikfan Faraz Raufa, maaf sebelumnya. Apakah kita dulu pernah saling mengenal?" tanya Ikfan yang membuat Alysa menatapnya kaget namun sedetik kemudian Alysa kembali menunduk. Ya Allaah, apa Ikfan mengenaliku? Masih tak ada jawaban, lantas Ikfan menghela nafasnya. "Apa kamu Alysa?" tanya Ikfan dengan merubah kata "anti" menjadi kamu. Mendengar namanya disebut, Alysa mulai gelagapan. Tuh 'kan, Ikfan sadar aku ini siapa. Ya Allaah. "'Afwan—" "Iya, ana Alysa. Kenapa?" sela Alysa memotong ucapan Ikfan. Mendengar itu, lantas debaran jantung Ikfan semakin menjadi. "Aa-apa? Alysa? Ja.. jadi?" tanya Ikfan tak percaya. Alysa tak menjawab, ia hanya terus menundukan pandangannya dari Ikfan. Ya Allaah, bagaimana ini? "Alysa Nazila Rahma?" tanya Ikfan memastikan. Mendengar namanya lengkap disebut oleh Ikfan, Alysa terkejut karena merasa tak percaya. Ikfan tahu nama lengkap dirinya? "Alysa?" ucap Ikfan yang melihat Alysa diam. Dengan hati yang bergemuruh, Alysa mengangguk kecil kemudian menggelengkan kepalanya—ia nampak ragu harus jujur atau tidak. Melihat gerakan ambigu itu kening Ikfan mengercit. "Maksudnya?" Karena merasa semakin tak nyaman, akhirnya Alysa pasrah, ia memilih mengaku saja kepada Ikfan, siapa dirinya. "Iya, ana Alysa Nazila Rahma," cicit Alysa dengan suara yang nyaris tak terdengar. Namun Ikfan masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN