maafkan aku

3040 Kata
arka menatap pintu kamarnya yang baru saja tertutup. Sejenak ia mendesah lalu mendudukkan bokongnya di pinggir ranjang yang berada tak jauh dari kepala wanita yang dicintainya. Entah mengapa kepalanya terasa pening. Terlalu banyak masalah yang dipikirkannya. Entah itu masalah Kantoran ataupun pribadi. Jauh hari ia telah dibuat pusing untuk memikirkan beberapa bawahannya yang menjadi hama di perusahaannya. Mungkin dalam waktu singkat ia harus bersegera untuk melenyapkan mereka. Dalang dari semua itu arka yakin adalah reyhan. Pria tua itu memamfaatkan nathan putra yang bekerja dalam bidang pemasaran. Sejujurnya akan sangat muda baginya untuk menjatuhkan reyhan. Akan tetapi ia akan memberikan balasan dengan cara yang berbeda. Ya, setidaknya itu bisa menjadi pelajaran bagi orang-orang yang memiliki niat buruk kedepan. arka menoleh sejenak kearah aliza yang masih terlelap. Ia tersenyum lembut lalu menarik selimut hingga kedada aliza. Ia ingin aliza tertidur dengan lebih nyaman dan dengan selimut itu ia harap sedikitnya bisa memberikan kehangatan untuk wanita yg dicintainya itu. Terlalu lama menatap wajah lelap aliza membuatnya tak sadar jika ia belum juga mengganti baju miliknya. Ah untuk sekarang ia berfikir untuk kemudian menyegarkan tubuhnya. Setidaknya itu bisa membuat dirinya sedikit merasa lebih baik. . . . Jam sudah menunjukkan pukul 07:00 malam. Perlahan kelopak mata aliza terbuka. Ia bahkan membuka tutup matanya untuk kemudian membiasakan diri dengan cahaya lampu yg memasuki retinanya. Ia menoleh kekiri lalu kekanan untuk melihat dimana ia kini berada. "Ini dimana ?" Gumam aliza dengan suara serak khas bangun tidur. aliza melihat keselilingnya masih dalam pose berbaring. Ia sempat melihat lemari mewah , jam dinding , dan beberapa barang lain yang diyakininya merupakan barang-barang yang tak mungkin dijangkau oleh keuangannya. Kamar yang begitu rapi dan juga memiliki aroma pria yang entah mengapa membuatnya tenang. Menyadari hal itu, Ia segera menggeleng lalu memejamkan kedua mata hitam indahnya. Ia pasti bermimpi. Setahunya ia tak pernah berada ditempat seperti ini. Ya, ia yakin jika sepenuhnya ia hanya bermimpi. 'Bangun aliza !' Batinnya menggila Ia pun mencoba membuka matanya kembali dengan perlahan. Yang pertama kali dilihatnya adalah langit-langit kamar yang sama. Oh tuhan dimana ia sekarang ? aliza mulai merasa aneh dengan dirinya. Dengan bodohnya ia malah menampar pipi kananya. "sakit.." ringisnya kesakitan. "Jadi ini bukan mimpi ?" Ucapnya lirih. Ia mulai berfikir keras. Dari ini kamar siapa ? siapa yang membawanya ? bagaimana ia bisa berada ditempat semewah ini ? lalu mengapa ia bisa tertidur ditempat ini tanpa ia sadari ? "Aaaargggg ! Ini membuatku pusing !" Ucap aliza seraya menjambak rambutnya kesal. Ia masih berbaring . Setidaknya ia masih berharap jika semua ini hanyalah mimpi. aliza tersentak saat tiba-tiba indra pendengarannya menangkap suara air yang berjatuhan dari Shower. Lalu saat ia berniat duduk, ia harus mengurungkan niatnya saat ia merasa jika suara air itu tak terdengar lagi . Tak lama kemudian mata biru miliknya melirik kearah kiri dimana sebuah pintu dan aliza yakin jika suara air itu berasal dari sana. 'Siapa ? Jadi diruangan ini ada orang lain selainku ?' Batinnya mulai bertanya-tanya. Tak perlu menunggu waktu lama, pintu itu kemudian terbuka. Memunculkan sosok seorang pria dengan tubuh yang begitu sempurnah, yang fibalut dengan pakaian tidur berwarnah putih , tak lupa dengan rambut merahnya mengkilap. aliza terdiam, mata miliknya tak sanggup berkedip . Ia merasa sayang jika harus melewatkan hal ini. aliza menatap bibir pria itu , lalu naik ke hidung miliknya yang entah mengapa terlihat begitu mancung. 'Pahatan yang begitu sempurna' batin aliza yang kini menatap tepat dimata sang pria. Pandangan aliza jatuh pada mata biru milik pria itu yang kini sedang sibuk mengeringkan rambutnya. Kening aliza berkerut saat melihat pria itu terasa tak asing baginya. 'Rambut merah ?' Batin aliza yang entah mengapa teringat akan kejadian yang dialaminya beberapa jam yang lalu. Ya, saat ia memasuki perusahaan marhesa yang raka rekomendasikan untuknya. Dimana ia harus mengalami kejadian yang sangat memalukan. Beradu mulut dengan resepsionis yang begitu keras kepala dan juga bagian keamanan yang menyeretnya. Dan yang terakhir, aliza mengerjapkan matanya berungkali untuk memastikan ingatannya itu benar atau tidak. Ya setahunya ia bertemu dengan seorang lelaki yang pernah memberinya luka. Ya, lelaki itu arka dengan rambut merah miliknya . aliza mendesah, kenapa juga arka harus mengechat rambutnya ? abu-abu menurutnya lebih bagus. Dari pada rambut merah yang menurutnya tak jelas. 'T-tunggu !! A-apa ?! merah?! ' batin aliza yang entah mengapa teringat akan kata merah yang membuatnya segera menoleh kearah lelaki yang entah sejak kapan kini telah berada disampingnya. Duduk disisi ranjang dengan santainya tanpa menyadari jika aliza telah terbangun dari tadi. 'J-jangan bilang d-dia arka ?' Batinnya Horor. Saat ia menatap pria disampingnya guna memastikan, yang pertama kali dilihatnya adalah wajah arka. 'D-dia benar-benar arka ' batinnya dengan tubuh bergetar. Rasanya ia ingin berteriak. Ia takut. Takut jika kejadian itu terulang. Terlebih mereka berada diruang yang sama.' Oh tuhan sebenarnya apa yang terjadi ? Mengapa aku bisa berakhir seperti ini ?' Batinnya Ia mencoba untuk menenangkan diri fan berpikir positif. Dan iapun teringat. Setelah ia melihat arka diperusahaan itu ia tak ingat apa-apa lagi. Pandangannya saat itu menggelap. 'Apa aku pingsan ?' Batinnya bertanya-tanya. aliza berusaha menggerakkan tubuhnya yang kini bergetar. Ia bergerak tanpa suara sedikitpun. Takut-takut arka mendengarnya. Ia berpikir untuk segera turun dari ranjang yg didudukinya kini dan bisa segera keluar dari pintu tanpa arka sadari. Ya, aliza kini sudah berhasil duduk. Saat ia menurunkan kakinya untuk menyentuh lantai, ia menyempatkan diri untuk melihat wajah arka sejenak. aliza terdiam. Ekspresi ark saat ini tak mampu membuatnya bergerak lebih jauh lagi. Bukan karena arka berhasil memergokinya yang ingin melarikan diri. Sungguh bukan karena itu. Tapi ekspresi arka saat ini sungguh membuat hati aliza seakan ikut merasakan sakit dihatinya. arka yang saat ini memakai piama tidur dengan handuk putih dilehernya, lelaki yang dulunya terlihat begitu bercahaya, lelaki yang bisa membuat seluruh wanita memekik hanya agar arka menoleh kearah mereka, kini terlihat sangat rapuh. Demi tuhan, aliza bahkan seakan ikut kedalam dimensi yang arka ciptakan. 'Apa yang sebenarnya sedang dipikirkannya ? Apa dia memiliki banyak masalah ?' Batin aliza bertanya-tanya. Saat ini ia jadi lupa keinginannya untuk kabur dari arka. arka sendiri sedang berkelut dengan pemikirannya sendiri. Sejujurnya saat ini ia tak lagi memikirkan tentang perusahaannya. Apa lagi mengenai kesiapannya untuk mengatakan kebenaran pada Ayah, ibu dan juga kakaknya. Ia sudah memikirkan itu saat ia membasahi tubuhnya dikamar mandi tadi. Sejujurnya yang ia pikirkan saat ini hanyalah aliza. Terlebih kemunculan aliza yang begitu tiba-tiba. Bukannya ia tak menyukai kemunculan aliza. Ia senang tentu saja. Jujur saja, Perasaannya pada aliza belum berubah hingga sekarang. Bahkan tak sedikitpun perasaannya luntur meski beberapa tahun telah berlalu dimana keduanya tak lagi bertemu. Sungguh perasaan itu belum lenyap. Bahkan perasaannya itu makin bertambah saat ia bertemu dengan aliza hari ini. Entah mengapa rasa cintanya pada aliza terasa semakin kuat sehingga membuatnya tak mampu memikirkan apapun lagi selain tentang dirinya. Tapi yang ia khawatirkan adalah bagaimana reaksi aliza saat ia tersadar ? Apa yang akan ia lakukan disaat tubuh orang yang dicintainya itu bergetar ? Memeluknya ? Dengan itu ia yakin jika aliza akan semakin menunjukkan penolakan untuknya. Dan jujur ia tak siap untuk melihat penolakan itu. Ditolak oleh orang yang kau cintai kalian tahukan bagaimana sakitnya ? Tapi apa yang bisa dilakukannya ? Toh dia benar-benar telah menghancurkan hidup aliza. Apa ia harus menyesalinya sekarang ? Semuanya sudah terlambat. arka memejamkan matanya sejenak guna mengenyahkan gambaran-gambaran yang tak mengenakkan mengenai bagaimana sikap aliza saat melihatnya. Namun mata kelamnya tiba-tiba terbuka saat ia merasakan kehangatan yang melingkar diperutnya dan juga punggungnya. Dengan gerakan perlahan arka mencoba melirik kearah perutnya dimana ia melihat tangan melingkari perutnya. Apa ia boleh berharap jika yang memeluknya saat ini adalah aliza ? Oh tuhan bolehkah ia berharap seperti itu ? arka menolehkan kepalanya dengan pelan guna melihat sang pemilik tangan. Dan yang dilihatnya adalah surai hitam wanita yang dicintainya. "A-Aliza.." ucap arka tak percaya. Apa ia sedang bermimpi ? aliza memeluknya ? Demi tuhan apa aliza sedang memeluknya ? Hati arka yang sebelumnya sesak kini menghangat. Dengan gerakan pelan ia mencoba untuk menyentuh tangan aliza yang memeluk perutnya. Tapi ia terpaksa menghentikan pergerakannya saat tahu jika tubuh aliza bergetar. Apa aliza berusaha menahan ketakutannya ? Batinnya sendu arka terpaksa tak melakukan apapun. Bahkan untuk sekedar menyentuh tangan aliza yang melingkar diperutnya. Ia butuh kehangatan ini. Ia sungguh ingin merasakan kehangatan ini lebih lama. Ini pertama kali baginya aliza bersikap demikian. Bolehkah ia berharap jika setidaknya aliza juga memiliki perasaan untuknya ? Ya meski hanya secuil saja. "A-apa kau sudah baikan ?" Tanya aliza yang masih memeluk tubuh arka. arka terdiam untuk sejenak guna memahami maksud perkataan aliza. Apa aliza memeluknya karena ia terlihat seperti lelaki yang sedang putus asa atau menyedihkan ? 'Sepertinya iya..' batin arka sendu 'Aku memang menyedihkan..' tambahnya dalam hati. "Hm.. aku sudah jauh lebih baik.." ucap arka dengan senyum dibibirnya meski aliza tak bisa melihatnya. Tangan aliza yang bergetar itu kini terlepas. aliza menarik tubuhnya dengan segera untuk menjauhi arka. "Oh s-syukurlah" ucap aliza lirih. Ia saat ini sedang duduk disisi ranjang dengan kedua kaki miliknya yang kini menapak di lantai. aliza tak tahu mengapa ia melakukan semua itu. Yang ia tahu ia memang harus melakukan itu. "Itu berkatmu" ucap arka yang kini menoleh kearah aliza. aliza terdiam , hatinya entah mengapa berubah hangat saat mendengar penuturan arka. Iapun memberanikan diri untuk menatap wajah tampan arka yang sedang menatapnya sedari tadi. "terima kasih .." ucap arka dengan senyum tulusnya yang membuat jantung aliza berdetak dengan cepat. "Hmm" aliza hanya bergumam lalu memalingkan wajahnya yang entah mengapa terasa panas. Ia yakin jika wajahnya saat ini pasti memerah. Ah kenapa ia terlihat begitu salah tingkah ? Ia begitu kekakanakan. Mengingat hal itu ia jadi teringat akan putranya. "Oh tuhan marchel !! " Teriak aliza dilanda panik. Dengan segera ia berdiri lalu menatap keseluruh penjuru guna mencari tas miliknya. Lalu tanpa sengaja pandangannya terjatuh dimeja yang berada dekat dari ranjang milik arka. Tanpa menunggu banyak waktu ia segera berjalan kemeja tersebut lalu menyampirkan tas tersebut kelengannya. Melihat reaksi aliza tentu saja membuat arka panik dan segera berdiri dari duduknya. "Kau mau kemana ?! " tanya arka yang kini mendekat kearah aliza yang terlihat begitu gelisah "Tentu saja aku ingin pulang !! Minggirlah! " ucap aliza panik. Ia mencoba menyingkirkan tubuh aliza tapi arka terus berhasil menghalaunya. "Kau baru saja bangun ! Ini sudah malam ! Istirahatlah aliza ! " pinta arka tegas. Ia menggenggam tangan kanan aliza dengan erat. Memohon agar aliza tak meninggalkannya. "Aku harus pulang arka ! Ada yang menungguku dirumah !!" Ucap aliza dengan matanya yang memerah guna menahan tangis. Mendengar ucapan aliza entah mengapa membuat hati arka sesak. Yang ia bayangkan adalah sosok aliza yang entah mengapa telah berkeluarga. "Siapa ?! Apa kau sudah menikah ?!" Tanya arka dengan kedua tangan miliknya yang saat ini berada dikedua bahu aliza. "Katakan padaku ! Apa kau sudah menikah ?! Siapa yang menunggumu ?! Apa dia suamimu ?!" Tanya arka yang kini dilanda rasa cemburu . Bahkan ia tak sadar jika saat ini ia telah meremas erat bahu aliza dengan erat. aliza yang tadinya sudah panik kini harus menahan rasa sakit dikedua bahunya. Kenapa arka kembali menyakitinya ? Hati aliza terasa perih dan entah mengapa emosinya malah tersulut. "Aku sudah menikah ataupun tidak itu bukan urusanmu !! Lepaskan aku !!" Teriak aliza yang kini berusaha melepaskan tangan aliza dibahunya "Itu akan menjadi urusanku aliza ! Jadi katakan ! Siapa ?! Siapa dia ?! Apa marchel yang kau katakan tadi adalah Suamimu ?!!" Ucap arka dengan gigi gemurutuk. Ia jadi teringat akan perkataan aliza yang menyebut nama marchel dan itu membuat ia yang tak tahu apa-apa menjadi curiga. "Sudah ku katakan itu bukan urusanmu !! Jadi sekarang lepaskan aku b******k!! " umpat aliza kasar . Ia bahkan menggigit tangan arka , memukul d**a Pria itu dengan keras bahkan kakinya sesekali menendangnya dengan brutal. Apapun akan dilakukannya agar ia bisa lepas . Putranya pasti sedang mencarinya ia yakin itu. "Ini akan menjadi urusanku !! Karena aku mencintaimu ! Aku takkan melepaskanmu aliza !! Tak akan pernah !" Teriak arka dengan tatapan putus asa. Ia tak peduli dengan tangannya yang bahkan saat ini nebgeluarkan darah karena kerasnya gigitan aliza. Ia juga gak peduli betapa Sakitnya pukulan dan tendangan aliza. Ia cemburu dan kecemburuan itu telah menguasainya hingga ia tak mampu merasakan sakit apapun. "Tapi aku tidak mencintaimu s****n !!" Balas aliza lalu menendang betis arka dengan keras. Tangan arka perlahan mengendur lalu terlepas begitu saja dari bahu aliza. Tatapan mata arka yang tadinya memancarkan emosi kini terliat kosong. Bahkan jauh lebih rapuh dibanding saat pertama kali aliza melihat tatapan sendu arka dimana karena itu ia memutuskan untuk memeluk arka. Tapi saat ini aliza tak ada waktu untuk memikirkan arka. Anaknya menunggunya durumah. Tak ada yang lebih penting dari itu. Saat melihat arka sudah melepasnya sepenuhnya. aliza melirik arka sekilas. arka memang menatapnya. Tapi tak ada cahaya dimata itu sedikitpun lelaki itu hanya menatapnya dengan tubuh tegapnya dengan mulut yang sedikit terbuka dan mata yang memandang kosong. aliza merasa jika saat ini ia terlihat sangat keterlaluan. Tapi apa yang harus dilakukannya ? Sebagai seorang ibu, anak adalah hal yang pertama yang harus dipikirkannya. "maaf.." ucap aliza lirih lalu berlari kearah pintu. Meninggalkan arka yang tak menggerakkan tubuhnya sedikitpun. . . . aliza berlari dengan nafas terengah. Ia melihat sebuah tangga lalu berjalan menuruninya dengan langkah terburu-buru. Ia tak perduli jika penghuni rumah mengatainya tidak sopan. Sungguh ia tak peduli. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana agar ia bisa cepat pulang sekarang. "Hei ! Kau tak sopan sekali !" Tegur rani yang berdiri tak jauh dari anak tangga terakhir. Sedang reza dan bagas berdiri dibelakang rani seraya menatap aliza yang terlihat terburu-buru dengan keringat yang mengalir di keningnya . Saat aliza tiba di hadapan ketiganya aliza membungkukkan tubuhnya sejenak untuk memberi salam hormat sekaligus sebagai permohonan maaf. Ia sempat melihat wajah bagas . Dan tak cukup lama baginya untuk berpikir hingga ia bisa menyimpulkan jika dua orang yang berada didekat bagas itu adalah ayah dan ibu arka. "Maaf.. Saya sedang terburu-buru.. Saya akan kambali untuk mengucapkan terima kasih kepada anda dilain waktu saat urusan saya telah selesai. Saya permisi dulu" ucap aliza dengan lincah lalu tanpa menunggu jawaban ataupun reaksi Ketiga orang dihadapannya , aliza segera berlari kepintu besar Mansion arka. "A-astaga ! Betapa tak sopannya dia " ucap rani tak percaya. reza tak mengatakan apapun. Ia hanya menatap kepergian aliza dalam diam. Baginya aliza terlihat misterius. arka bukan tipe lelaki yang mudah direcoki wanita. Putranya itu bahkan tak memiliki skandal dengan siapapun. arka tak pernah bermain wanita. Ya, putra bungsunya yang sangat ia manjakan itu memang sangat nakal dan juga egois disaat remaja. Karena ia dan juga keluarganya sangat memanjakan arka sejak lahir, dan karena itulah putranya itu jadi bertindak semaunya. Meski reza tetap mengabulkannya. Misalnya keinginan putranya untuk mengahabiskan masa SMAnya di belanda. Meski jauh reza tetap mengizinkan. Ia tak bisa mengabaikan permintaan arka. Tapi untuk permintaan arka untuk bersekolah di belanda itu diterima reza tentu dengan syarat. reza mengizinkan arka dibelanda sampai putranya itu tamat saja dan setelah itu anaknya akan kambali ke indonesia dan saat itu tiba arka harus mengikuti titahnya. Ya dan karena reza pulah arka harus pulang ke indonesia saat itu. Meninggalkan aliza tanpa pesan karena reza menjemputnya dengan Jet pribadi mereka. "Aku pergi dulu Bu, aku akan mengantarnya pulang ! Dia pasti wanita yang spesial bagi arka. arka akan marah jika wanitanya tak pulang dengan baik-baik" ucap bagas lalu megejar aliza "Aaahh hei bagas tung- Oh tuhan ! kenapa juga putra kita ukhhhh kepalaku" rani memegang Kepalanya yang mendadak sakit. "Tenanglah rani. Kita harus mendegar penjelasan arka terlebih dahulu" ucap reza yang kini memeluk bahu istrinya lalu menuntunnya kearah tangga. Keduanya berniat untuk meminta penjelasan arka. Apapun yang arka katakan, Mereka akan selalu siap dengan jawaban putra mereka itu. Meski boleh jujur reza merasa jika sebentar lagi sesuatu yang buruk akan menimpa keluarganya. "Apa perlu aku panggilkan nathan untuk memeriksamu ?" Tanya reza yang kini menuntun sang istri untuk menaiki anak tangga "nathan sudah beristirahat karena harus bekerja seharian di Rumah sakit milik keluarga kita.. lagipula aku tidak apa-apa.. aku hanya sedikit pusing" ucap rani yang kini memandang wajah suaminya yg meamsang raut lelah yang begitu jelas terlihat . "Ah lalu bagaimana dengan Tikus diperusahaan kita ? Apa yg akan kau lakukan ?" Tanya rani begitu tiba-tiba "Aku tak tahu bagaimana mengatakannya. Tapi ini hanya ulah reyhan yang memanfaatkan nathan yang kondisi ekonominya saat ini sedang lemah" "nathan ? Mengapa nama itu sangat familiar?" Canda rani "nathan disana dan nathan disini jelas berbeda" ucap reza seraya tersenyum kearah istrinya yang kini mengangkat bahunya acuh . . . Kini bagas sedang mengendarai mobil beserta aliza disampingnya. bagas tak ingin menceritakan bagaimana proses yang dilaluinya hingga wanita beranak satu disampingnya ini sampai mau menerima tawarannya. Demi tuhan, bagas nyaris berteriak frustasi dibuatnya. "Kau bilang kau tinggal di distrik inikan ?" Tanya bagas yang fokus melihat kedepan karena saat ini langit telah gelap. Ia tak ingin celaka. Bisa-bisa Istrinya mengamuk. Untung saja saat ini istrinya sedang berada dirumah mertuanya. Meski istrinya baru mengabarinya saat jam istirahat kerja sih. Tapi ia bersyukur karena istrinya tak perlu tahu tentang kejadian hari ini. Dimana ia harus mengantar aliza yang notabene adalah seorang wanita . Ahh jika istrinya tahu, ia akan tidur di sofa dihari-hari berikutnya. Bulu kuduk bagas meremang memikirkannya. " Ya " ucap aliza seraya menggigit bibir bawahnya dengan tangan yang saling meremas. pondok indah memang luas. Orang yang tinggal didalamnya adalah para pebisnis. aliza sendiri tidak tahu bagaimana bisa Ibunya memiliki rumah di perumahan itu. "Antar aku segera ! Rumahku di blok C No.15" ucap aliza tak sabar. "ok.. aku tahu.. tunggu sebentar lagi kita akan sampai " ucap bagas yang kini memasang senyumnya "Bisakah kau sedikit lebih cepat ?! Putraku pasti sedang menangis" ucap aliza yang kini berusaha menahan tangisnya. Ia memang tak pernah meninggalkan putranya sampai selarut ini. "Aku tahu , lagipula dia juga keponakanku. Terimakasih karena kau telah merawatnya dengan baik " ucap arka tulus. Ia lalu memberhentikan mobilnya tepat dihafapan rumah mini aliza. "Dia putraku ! marchel tak ada hubungannya denganmu !" Ucap aliza tajam 'Jadi namanya marchel ya ?' Batin bagas senang "Simpan amarahmu untuk hari lain. Karena kita sudah sampai" ucap bagas lalu mengelus surai hitam aliza aliza menepis tangan bagas dengan keras lalu keluar dari mobil setelah menyadari jika mereka memang sudah sampai. "Kau tak mengajakku kedalam ?" Tanya bagas dengan senyum usilnya "Dalam mimpimu ! Benahi dulu rambutmu lalu aku akan membawamu kedalam rumahku!" Ucap aliza ketus lalu berlari kearah pagar rumahnya. bagas sendiri tak menaggapi ucapan aliza. Toh dia sudah terbiasa. Namun aliza tiba-tiba berhenti. Ia seakan menyadari sesuatu dan berbalik. "Ahh terimakasih tumpangannya Tuan " teriak aliza sambil tersenyum yang membuat bagas tersenyum lalu menjalankan mobilnya. bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN