Aku Novia Indriani
Novia Indriani adalah identitas baru dari Calista Seanna Wijaya. Saat ini usianya telah menginjak 18 tahun dan bersekolah kelas XII di SMA favorit dan hanya orang-orang pintar serta berduit yang bisa sekolah di sekolah ini. Berbeda dengan Novia, ia hanya anak seorang pembantu, bisa masuk ke sekolah ini pun karena beasiswa dan prestasi yang ia dapatkan saat SMP. Tidak jarang Novia menjadi buah bibir karena kecerdasannya tapi ada juga yang membulinya karena dia anak seorang pembantu.
"Huuhh,,, Elsa and the gengs." Kesal Novia saat melihat Esla dan gengnya sudah petentang-petenteng di koridor yang menuju ke kelasnya. Novia melangkahkan kaki cuek di depan mereka.
"Heii gaes pembantu kita sudah datang, angkuh sombongnya ga ada hormat-hormatnya sama kita." seru Elsa pada teman-temannya.
'Menyebalkan sekali' batin Novia.
Ibu Novia adalah seorang pembantu dan mereka tinggal di rumah majikannya sedari Novia masih kecil. Novia kecil pun harus terbiasa dengan kehidupan yang berbeda. Dari sinilah Novia belajar pekerjaan rumah tangga, menyapu, mengepel, mencuci pakaian, memasak, dan lain sebagainya.
Minah, ibu Novia bukanlah ibu kandung Novia, Novia sudah yatim piatu sejak usia 5 tahun. Kemudian diangkat anak oleh bi Minah.
Flashback On
POV Novia
Aku sudah menjadi yatim piatu sejak usia 5 tahun. Ayah dan ibuku mengalami kecelakaan beruntun di tol menuju Bandung. Saat itu aku tak tahu apapun, aku hanya menangis memanggil kedua orangtuaku yang tak kunjung bangun.
"Papa, mama, kenapa ga bangun-bangun. Ayo bangun jangan tidur terus, wwaaaawaaawaaa", tangisku di depan jenazah kedua orangtuaku.
"Aku nanti sama siapa?", tambahku lagi.
"Sudah non sudah, ikhlas, masih ada om dan tante, juga ada bibi."sahut bi Minah sambil mengelus punggung kecilku.
Bi Minah adalah pembantu atau asisten rumah tangga di rumahku. Beliau sudah seperti keluarga sendiri bagi kami, bekerja pada orangtuaku kurang lebih 10 tahun.
“Sea.” panggil om Darma sembari memelukku erat dan mengelus punggungku. Om Darma adalah salah satu dari ketiga saudara ayahku.
“Nanti Sea sama om.” Lanjutnya.
Aku belum melihat kedua tanteku adik dari papaku karena mereka tinggal diluar kota dengan keluarganya masing-masing. Salah satu tanteku baru saja melahirkan kemungkinan dia tidak akan datang. Siang menjelang sore kedua orang tuaku telah selesai dimakamkan.
Belum genap satu minggu setelah kematian orangtuaku, aku harus segera meninggalkan rumah ini, aku tak begitu ingat mengapa. Kenapa bukan saudara-saudaraku yang mengurus dan mengasuhku? Entahlah aku juga tidak tahu saat itu, aku terlampau kecil untuk mencerna semuanya. Kakek dan nenekku juga sudah lama tiada, hanya ada saudara dari papaku, karena mamaku anak tunggal.
Aku hanya ingat kala itu bibi mengajakku ke Jogja tempat asalnya, aku enggan
karena menganggap orangtuaku akan kembali.
"Non, non ikut bibi ke Jogja ya, kita tinggal di sana, tempat asal bibi." rayu bi Minah.
"Ga bi, nanti kalau papa dan mama pulang mereka nyariin aku." jawabku.
"Nanti bibi bilang ke bapak dan ibu kalau non Sea tinggal sama bibi." bohong bi Minah.
“Ga bi, aku ga mau pokoknya aku g mau, aku mau disini aja.” kesalku.
Lama-lama aku paham apa arti tidur kedua orangtuaku. Karena bi Minah selalu memberi pengertian dan akhirnya akupun mau diajak ke Jogja.
Sebelum keberangkatan ke Jogja, ada seorang tamu yang datang ke rumah, aku tak terlalu ingat siapa namanya tapi aku tau dia sering ke rumah bersama ayahku.
"Non, bibi sudah siapkan semua keperluan non di Jogja, besok pagi kita berangkat. Di Jogja ada Amir anak bibi yang akan jemput kita." terang bi Minah.
"Iya bi," jawabku tanpa melihat kearahnya.
Kami berangkat jam 3 pagi sebelum penghuni rumah lainya terbangun. Om dan tante-tanteku masih menginap di rumah. Kenapa harus sepagi itu? Entahlah, seingatku keret yang kami naiki berengkat selepas subuh.
Sesampainya di Jogja kami di jemput mas Amir dan istrinya mb Lisa. Diam tampa kata dalam boncengan masing-masing.
Setelah sampai di rumah bi Minah, bibi menceritakan semuanya pada mas Amir, aku tidak menyimak karena diajak bebersih oleh mb Lisa.
"Dek, ayo mandi yuk sama mbak, mbak mandiin. Mbak godog banyu (masak air) dulu."
"Iya mbak." jawabku.
Akhirnya aku sudah bersih, wangi, dan berganti baju.
"Ayo kita sarapan dulu ya, tadi mbak udah masak di rumah, sebentar mbak ajak ibu dan mas Amir. " kata mbk Lisa.
"Bu, ibu mau makan dulu atau mandi dulu? Saya sudah siapkan sarapan." ucap mbak Lisa.
"Eh iya nduk ibu mandi dulu. Mir ibu tak mandi dulu yo, nanti dilanjut setelah makan."
Aku menonton TV bersama mas Amir dan mbak Lisa, yang kemudian bi Minah datang dengan keadaan sudah mandi dan berganti baju.
"Anak-anak ayo makan ajak bi Minah."
Kompak kami berdiri menuju dapur untuk mengambil makan dan makan bersama di depan TV. Tidak ada ruang makan disini, karena rumahnya pun sangat sederhana. Kamar mandi jauh terpisah dari kamar, ada didekat dapur.
"Makan yang banyak ya dek, moga kamu suka sama masakan mbak." kata mb Lisa padaku.
"Iya mbak." jawabku singkat.
Selesai makan kami mengobrol di depan TV, bi Minah dan mas Amir melanjutkan obrolan yang tadi sempat terpotong karena sarapan. Dari obrolan inilah akhirnya aku diakui sebagai anak angkat ibu, anak yatim piatu dari teman bi Minah yang meninggal karena kecelakaan, bukan anak dari majikan. Dan namaku bukan lagi Calista Seanna Wijaya, tapi Novia Indriani.
Flashback Off
“Berisik.” Gumam Novia.
Novia tak pernah menanggapi ejekan mereka, karena Novia tak pernah merasa bersalah pada mereka. “Hanya karena aku anak pembantu sesuka udel mereka aja membullyku.” Gumam Novoa lagi. Novia terus berjalan menuju kelas tanpa memeperdulikan mereka. Hingga salah satu dari mereka menarik kerudungnya hingga nyaris terbuka. Seketika Novia berteriak “Heii, apa-apakan kalian, keterlaluan.” Sembari memegangi kerudungnya. Dari arah belakang mucul Indah yang sontak memeluk Novia dan menyuruhnya membetulkan kerudung.
“Eh,, Elsa and the monkeys pagi-pagi udah bikin ribut aja, orang mah pagi-pagi belajar, ini malah bikin masalah, pinter kagak sok-sokan.” umpat Indah.
“Sudah Ndah, sudah. Biarin aja kalau kamu ladenin, apa bedanya kamu sama mereka. Udah ah yuk kita ke kelas, bentar lagi bell bunyi.” Ucap Novia seraya menggandeng Indah sahabatnya.
Karena lingkungan yang sangat baik akhirnya Novia tumbuh menjadi anak yang ramah, ceria, dan sopan. Ibunya, bi Minah selalu mengajari tata krama dan sopan santun sebagai anak jawa. Meski Novia sangat kesal Novia selalu mencoba bersabar dengan apa yang dilakukan Esla dan gengnya, tapi tidak untuk kali ini, mereka sudah sangat keterlaluan karena menarik kerudungku nyaris terbuka di tempat umum. Sesungguhnya kemarahan Novia sudah membuncah dan ingin muntahkan jika Indah tidak datang, bersyukur Allah masih menyadarkannya dengan kedatangan Indah.
“Astaghfirullahaladzim,” berulang kali Novia lafalkan dalam gumam.
“Kamu ga papa Nov? Kerudungmu rusak?” tanya Indah.
“Aku ga papa Ndah, iya ini rusak sedikit, ga papa lah, bisa aku kasih peniti.” Jawab Novia.
“Aku minta supirku untuk belikan kerudung yang baru ya Nov, sepertinya dia belum terlalu jauh.” imbuh Indah.
“Ndak usah Indah sayangku, ini masih bisa dipakai kok.” Tolak Novia gemas. Indah mringis lebar khasnya saat tolak.
Teeeeettt. Bell istirahat siang berbunyi.
“Kamu bawa bekal engga Nov?” tanya Indah.
“Iya bawa dong.” jawabku. Tiba-tiba suara nyaring memekakan telinga “Ya bawa bekal lah, pembantu mana sanggup makan di kantin.” pekik Elsa dari luar pintu. Entah mengapa Elsa masih saja menyambangi kelasku hanya untuk mengolok-olok Novia, padahal kelas mereka berbeda.
Novia dengan santai mengeluarkannya dari dalam tas dan hendak memakanya. Menu hari ini ayam teriyaki dan tumis buncis tahu, satu buah jeruk, tak lupa Novia membawa botol s**u coklat. Ternyata hari ini Indah juga membawa bekal, bekalnya sungguh mewah membuat kami mengeleng-geleng. Kami bersiap-siap untuk makan, Indah pun memanggil teman-teman yang membawa bekal untuk merapat makan bersama. Ternyata Elsa masih di depan pintu.
“Teman-temanku yang budiman, yang bawa bekal kumpul sini, kita makan bareng, yang ciwi-ciwi aja tapinya yaa, cowo-cowo ngumpul sendiri, wweekkk.” sambil melet kearah Deva. Deva pun berdecak “Ck”.
“Heh, dengerin ya ratu lebah gatel, temen gue yang paling cantik ini bawa bekal ga sendirian kok dan di kelas kami hampir 50%nya selalu bawa bekal, ga laki ga perempuan, jadi tu mulut jangan asal ngejeplak ajak kaya perangkap tikus.” ucap Indah panjang lebar.
Sontak Novia menarik tangan Indah untuk kembali duduk. Tapi Indah tetap melanjutkan kalimatnya sampai selesai. ‘Aduh duh duh, bisa tambah ngamuk nanti si Elsa’ batin Novia.
“Iya lho mbak Elsa kami ini suka bawa bekal dan makan rame-rame.” ucap Ina teman sekelas Novia.
Mereka mulai makan, kemudian datanglah Dewi dengan segelas jus Alpukat ditangan yang kemudian direbut oleh Elsa. Elsa berjalan menuju kearah Novia, berniat ingin menyiramnya dengan jus alpukat itu, sontak reflek Novia langsung menangkis dan malah menyiram ke bagian depan roknya. Teman-teman Novia dengan kompaknya menertawainya, “wakakkakakaka syukurin”, ucap mereka bergantian.
Dengan tenang dan santainya Novia tetap melahap makanannya tanpa terpengaruh sedikitpun, itu membuat Elsa makin geram. Indah hanya cekikikan kali ini.
Akhirnya jam pelajaran selesai dengan mata pelajaran kimia menjadi pamungkas. “Ayo pulang,” ajakku pada Indah.
“Aku antar kamu pulang ya Nov,” tawar Indah.
“Ndak usah Ndah, aku pulang naik busway aja, aku langsung mau ke rumah majikan.” tolak Novia halus.
“Aishhh, kamu mah selalu gitu kalau mau aku antar padahal searah juga nyimpang dikit, ga papa juga kali aku anternya ke rumah majikan kamu, apa masalahnya?” cerocos Indah.
Dari dulu Novia tak pernah mau membawa teman-temannya datang kerumah atau sekedar mengantar, tak terkecuali Indah yang merupakan sahabatnya. Novia hanya tak mau memperlihatkan kebenaran yang ada.
Sepertinya kali ini Novia sudah benar-benar tidak bisa menolak karena Indah terus menggandeng erat tangankun sambil merengek-rengek. Mau tidak mau Novua mengiyakannya.
“Iya Indahku, boleh. Tapi maaf ya ga bisa ngajak kamu mampir karena aku harus bekerja di rumah majikan.” terangku.
“Iya ga papa Nov, hore hore.” girang Indah seperti anak kecil. Akhirnya kami sampai di mobil Indah, “Pak, kita nganter Novia dulu ya pak, nanti biar Novia yang tunjukin jalannya.” cerocos Indah kepada supirnya.
Setelah perjalan kurang lebih setengah jam, akhirnya kami sampai di depan rumah bu Ningsih, setelah Novia turun Indah langsung berpamitan. Karena saking senangnya bisa mengantar Novia pulang, malahan dia yang bilang terima kasih, “Terima kasih Novia, dadah, assalamualaykum”.
“Waalaykumussalam.” sambil menggelang-gelengkan kepala.