Bab 7. Apa Itu Cinta? 2

1062 Kata
# Wulan membuka matanya perlahan dan mendengar suara dari ruang depan. Saat dia melangkah melewati pintu dilihatnya Leo sedang tampak sibuk di depan kompor. Dia melirik jam dinding sederhana yang ada di kamar itu. Jam 6 pagi tapi pria itu seperti biasa sudah berpakaian rapi dan bahkan sedang memakai celemek dan menyiapkan sarapan. "Baunya enak," ujar Wulan. Leo tampak sedikit kaget mendengar suara istrinya. Dia menoleh dan mendapati Wulan sedang bersandari di depan pintu kamar sambil melipat tangannya dan mengamatinya. Namun bukan hanya itu yang membuat Leo langsung memalingkan wajahnya dengan salah tingkah. Gaun tidur istrinya benar-benar tipis dan itu menampilkan seluruh lekuk tubuh istrinya dengan sempurna, membuat Leo dengan susah payah harus berkonsentrasi dengan lebih keras mengingat semua bumbu masakan yang harus dia pakai hanya untuk sekedar membuat sarapan sederhana. "Kau sudah bangun? Ini masih terlalu pagi dan sarapannya belum siap. Tidurlah lagi kalau kau masih mengantuk. Perjalanan ke sini kemarin pasti sangat melelahkan," saran Leo berusaha menyembunyikan hasrat yang selalu mencobainya setiap kali mereka bersama. Tapi bukannya masuk lagi ke dalam kamar. Wulan malah melangkah mendekati Leo dan kemudian memeluknya dari belakang. Menempelkan tubuhnya pada tubuh kekar suaminya. "Aku datang karena aku merindukanmu tapi kau membiarkanku tidur di kamar sendirian dan paginya kau lebih sibuk dengan sarapan dibandingkan denganku," ujar Wulan manja. Leo menegang. Dia mengutuk dirinya sendiri yang selalu merasa seperti musang birahi setiap kali Wulan menunjukkan sikap manja atau memeluknya seperti ini. Meski begitu, Leo berhasil menenangkan dirinya sendiri setelah beberapa saat. Dia mematikan kompor dan berbalik menatap Wulan. "Aku membiarkanmu tidur sendirian karena aku tidak ingin menganggumu. Aku ingin kau benar-benar beristirahat karena perjalanan kemarin pasti sangat melelahkan untukmu. Lalu aku membuat sarapan untuk kita karena aku tidak ingin istriku ini kelaparan," ucap Leo lembut. Dia membalas pelukan Wulan. Wulan terpaku sejenak. Dia nyaris saja larut dalam kelembutan yang Leo tunjukkan andai dia tidak ingat seperti apa Leo di kehidupannya dahulu. Itu benar. Wulan mengalami regresi tepat di masa ketika dia mengalami kecelakaan dulu. Awalnya dia bingung kenapa Leo bersikap berbeda di kehidupan kali ini dan kenapa Leo yang seharusnya tidak muncul saat kecelakaan malah muncul dan menyelamatkannya. Tindakan Leo dimulai dari hari itu, sama sekali berbeda dengan apa yang terjadi di masa lalu dan Wulan tidak mengerti kenapa bisa seperti itu. Dia sempat berpikir kalau Leo mungkin saja mengalama kehidupan kedua sama seperti dirinya tapi kemungkinan itu terlalu kecil, bahkan mendekati nihil. Jadi Wulan berpikir kalau ini hanya sebuah kebetulan semata. Dia tahu kalau di kehidupan pertamanya, Leo mencintai Nayura, saudara tirinya dan Leo bahkan melakukan segalanya untuk Nayura waktu itu. "Wulan?" Panggil Leo saat melihat kalau Wulan seakan melamun menatapnya. "Kau tidak apa-apa?" Dia meraba dahi Wulan untuk memastikan kalau Wulan tidak apa-apa. Wulan meraih tangan Leo dan akhirnya melepaskan diri dari pelukan Leo lebih dulu. "Aku tidak apa-apa. Kali ini kau memasak apa?" Tanya Wulan mengalihkan pembicaraan. Leo kembali menyalakan kompor dan melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. "Ini sarapan yang manis. Aku tahu kau suka makanan manis tapi roti dan selai cokelat saja sudah terlalu biasa. Aku membuatkanmu sesuatu yang berbeda," ujar Leo penuh semangat. Wulan membulatkan matanya. Berpura-pura terkejut dan tertarik. "Oh ya, apa itu?" "Champorado," jawab Leo. Wulan mengerutkan dahinya. Dia mulai sedikit tertarik karena ini pertama kalinya dia mendengar nama makanan yang seperti itu. "Champorado?" ulang Wulan. Leo mengangguk. "Ini sarapan orang Filipina. Semacam bubur cokelat manis dari beras ketan," jelasnya. Kali ini Wulan kembali mendekat dan mengamati makanan yang sedang di aduk-aduk dengan sutil oleh Leo. Ternyata inilah alasan aroma cokelat memenuhi udara sejak tadi. Namun ada aroma lain yang dikenali oleh Wulan dan dia melihat nampan berbeda yang disiapkan oleh Leo. "Kau membuat dua macam sarapan?" tanya Wulan. Leo tersenyum lembut. "Aku menyiapkan frushtuck kalau-kalau Champorado tidak cocok denganmu. Ini menu sarapan dari jerman dan terdiri dari irisan daging serta sayuran di atas roti panggang. Aku akan memanggang rotinya setelah membuat Champorado," jawab Leo. Wulan tahu kalau Leo memang ahli dengan segala hal yang membutuhkan ketrampilan tangan dan otak sejak mereka masih duduk di bangku sekolah, tapi dia sama sekali tidak menyangka kalau Leo bisa memasak. Bahkan memasak makanan unik dari negara lain. Ini adalah hal yang baru diketahuinya di kehidupannya yang sekarang. "Kau luar biasa. Kau seorang dokter bedah, memuiliki klinik sendiri dan kau bisa memasak sarapan yang enak. Aku tidak mengerti apa lagi yang kurang darimu," ujar Wulan. Jauh di dalam hatinya dia merasa iri dengan kehidupan Leo. Di matanya, Leo berhasil memiliki segala hal yang tidak bisa dia miliki sedangkan dirinya yang hidup sebagai Nayaka harus terus menderita hingga akhir hayatnya. Dia tahu kalau secara langsung Leo tidak bersalah atas apa yang terjadi padanya tapi dia tetap merasa kesal. Leo terdiam beberapa saat dan melirik ke arah Wulan. "Jangan lupakan kalau aku memiliki istri secantik dirimu sebagai pendampingku. Kalaupun aku memiliki segalanya tapi tidak memiliki dirimu, aku rela membuang semua ini untuk mendapatkanmu," balas Leo akhirnya. Dia berkata jujur. Bagi Leo tidak ada yang lebih berarti yang tersisa untuknya di dunia ini selain Wulan. Dia sudah pernah hidup tanpa Wulan dan dia tidak bisa hidup tanpa Wulan untuk kedua kalinya. Tapi Leo sama sekali tidak sadar kalau saat ini Wulan sedang menatapnya sinis. "Cantik? Apakah itu berarti kalau aku tidak cantik kau tidak akan mencintaiku? Aku bertanya-tanya akan sejelek apa diriku kalau misalnya ada bekas luka di wajahku atau andai saja wajahku rusak parah sampai seperti monster. Apa, kau masih akan menyukaiku?" tanya Wulan dengan nada menyelidik. Saat itu Leo terpaku sejenak. Dia ingat kalimat yang pernah dia katakan pada Nayaka di kehidupan pertamanya. "Nayaka, kau monster. Kau tidak sadar kalau wajahmu sejelek monster dan kau berharap aku membantumu?!" Itu adalah kalimat yang diucapkan Leo pada Nayaka di kehidupannya yang pertama saat Nayaka datang untuk memohon bantuannya dan sekarang, setiap kali kalimat datang ke dalam ingatnnya, dia merasa dadanya sakit seakan ditusuk sembilu. Dia menyesali kata-katanya waktu itu. Leo menekan dadanya kuat dan mulai tersengal. "Leo?" Wulan memanggil. Leo kembali mematikan kompor dan kali ini bergerak cepat memeluk Wulan secara tiba-tiba. "Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu. Tidak perduli meski wajahmu sejelek monster atau secantik bidadari. Aku akan tetap mencintaimu," ucap Leo dengan nada suara yang terdengar bergetar. Meski begitu, Leo tidak bisa melihat tatapan Wulan yang berubah dingin dalam pelukan Leo. Cinta? Apa itu cinta? Karena sejujurnya Wulan tidak lagi yakin apakah dia masih bisa merasakan cinta setelah semua yang telah dia alami di kehidupan pertamanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN