PART 6

1667 Kata
Berapa kali gadis pemilik rambut sebahu itu bolak-balik, lihat ke luar kelas lalu duduk kembali. Perasaannya tak karuan, ia saja bingung mengapa ia bisa sebodoh ini. Maura yang sedari tadi sibuk dengan buku tugasnya, beralih memperhatikan Nadira. Bisa-bisa nya saat orang-orang sibuk dengan tugas Bu Lela, dia malah berjalan bolak-balik seperti orang kebingungan. "Nad, lo kenapa si? Bukannya mengerjakan tugas bu Lela, malah mondar-mandir ga jelas." Kesal Maura yang baru saja melihat Nadira melakukan hal yang sama berulang kali. "Lo ada masalah?" Tanya nya lagi. "Engga ada sih, cuma mau cerita tapi bingung mulai darimana." Belum sempat lagi bercerita, bel sepulang sekolah sudah berbunyi. "Yah, bel pulang sekolah." Keluh nya. "Lo nyembunyiin sesuatu dari gue? Iya kan?" Desak Maura. "Bukan gitu, aku cuma bingung mau mulai darimana." "Yaudah sekarang aja, mumpung orang-orang juga udah pulang." Nadira menghela napas nya, ia masih tidak menyangka harus mengatakan hal ini. "Ra, Nad? Kalian belum pulang?" "Ya lo liat lah, Ka. Kalau kita udah pulang terus siapa yang lo tanya sekarang?" Jangan tanyakan bagaimana Maura sekarang, sudah hampir mirip dengan preman di pasar. "Gaboleh kasar, dia adik ipar." Bisik Nadira. "Iya, gue belum pulang ni. Kenapa? Lo mau balik duluan ya, Ka? Gapapa kok, hati-hati ya Rafka." Seorang Maura 180 ° mengubah karna satu kalimat yang dibisikan oleh Nadira. Seketika Rafka merasa aneh, "Emm, oke. Titip Nadira ya." Nadira yang namanya disebut hanya bisa diam lalu menatap ke arah Maura, tampak bertanya. "Kayanya Rafka suka sama lo deh, Nad." Nadira menggelengkan kepala cepat, "Engga, apaan sih. Kenapa jadi bahas Rafka, aku kan mau cerita." "Oh iya gue lupa, ayo buruan cerita." Baru saja Nadira membuka mulutnya, suara ketukan pintu membuat mereka berdua menoleh ke sumber suara. "Siapa?" Tanya Maura tanpa suara, Nadira hanya menggeleng pelan sebagai jawaban. "Hai, Ra!" "Lo nyapa gue, Ka?" Tanya Maura. Seketika Ale baru sadar harus menelepon lagi, padahal jelas sebutan Nad dengan Ra itu untuk orang yang berbeda. "Ah iya, kenapa? Gaboleh?" Ale berusaha menutupi kegugupannya. "Lo mau ngapain ke sini? Sama ka Irham?" "Irham udah balik bareng Daffa sama Rafka." Maura menatap tak percaya, "Bertiga? Naik apa?" "Ber-enam lebih tepat nya." Ale menghampiri mereka berdua, "Daffa pastinya sama Audrey, Rafka ditebengin Wilona, dan Irham bareng Anna." "Kenapa harus Ka Anna lagi? Jangan bilang lagi deket?" Merasa tidak dianggap, Nadira berdehem cukup keras. "Terus, gue tau gitu jawaban nya? Udah ah, gue kesini bukan buat jadi narasumber." "Terus?" "Gue mau jemput cewe gue balik, udah sana hus balik balik." Maura menganga sembari memandang Nadira dan Ale bergantian, "Lo  belum cerita sama gue, Nad! Gamau tau, lusa traktir gue makan di cafe favorit kita!" Tanpa menunggu jawaban Nadira, Maura segera melangkah keluar meninggalkan mereka berdua. "Ayo ka, pulang." "Gamau." "Kenapa? Aku bikin salah ya?" Raut wajah Nadira berubah seketika. "Aku bukan kaka mu, tapi pacar kamu." Nadira terkekeh pelan, "Iya, Ale." Jawabnya dengan nada meledek. "Lucu banget sih." Ale mengacak rambut Nadira, "Ayo pulang." Nadira mengangguk cepat, lalu melangkahkan kaki keluar dari kelas. Keadaan sekolah sudah cukup sepi, tak masalah jika ia berjalan lebih cepat dari biasanya. Menikmati masa-masa bucin itu ternyata Indah, batinnya. * Beberapa jam yang lalu, baru saja Nadira bertukar cerita dengan kaka nya, Anira. Cerita siapa lagi jika bukan soal Ale, setelah kejadian suara heboh Maura yang berhasil menembusnya. Anira selalu bertanya tentang Ale kepada nya. Selingan agar Anira bisa terlupakan pada Aska, Nadira tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Jika meminta bantuan Ale, terlalu cepat. Hubungan mereka baru saja kemarin. "Gimana aku bisa nemuin ka Aska, muka aja aku gatau. Orangnya gimana juga aku gatau." Nadira berpikir sejenak, "Kelas 3 nanti aku pasti boleh ke Bogor, sekalian minta foto ka Aska dan kenalin Ale ke ka Anira." Lalu Nadira tiba-tiba tersadar, "Itu juga kalau masih sama Ale." * "Jadi liburan nanti kamu mau kemana?" Tanya laki-laki yang duduk di sebelah Ale.  "Nanti aja Liburan aku kasih tau nya." "Tumben, sekarang nunggu liburan dulu. Yasudah nanti beritahu ayah aja ya." "Iya, Ayah." Bel berbunyi, ada seseorang yang datang ke Rumah. Belum saja ia bangun dan membuka pintu, rupa-rupa temannya sudah terlihat karna membuka pintu itu sendiri. "Terus ngapain lo mencet bel, ngerjain gue doang." Omel Ale. "Yah, Le. Kaya gatau ulah kita aja sih." Siapa lagi jika bukan Irham dan Daffa. Tujuan mereka kesini bila tidak bermain basket di lapangan samping rumah atau berenang dan main ps bersama. Hanya itu saja yang harus mereka lakukan, tapi Daffa dan Irham tidak pernah bosan mengulangnya. Sudah sejam lebih banyak mereka bermain game, Daffa yang terus-menerus lapar membuat Ale setuju turun ke bawah untuk mengambil makanan. Namun, saat kembali yang meminta makanan ternyata Daffa malah sebaliknya pergi. "Ham? Daffa mana?" "Jemput Audrey." Jawabnya tanpa mengubah fokus pada layar di depan nya kini. Ale hanya mengangguk pelan, sudah biasa Daffa seperti ini. "Lo ga jemput Anna?" Irham mengerutkan dahi nya, "Anna? Siapa gue?" "Maura bilang lo lagi deket ya?" "Maura? Urusan nya sama Maura juga apa?" Jawabnya tidak peduli. "Ayolah, Ham. Maura tuh cocok sama lu, sampe kapan mau jomblo? Bentar lagi lulus SMP. Seenggaknya lah ada kenang-kenangan, atau mainan lama." "Mainan?" "Ya anggap aja cewe lo di SMP, mainan lama yang akan lo ceritain di masa tua." Sambil melahap kentang goreng, Ale terbukti sangat santai. "Nadira, mainan lo juga?" "Gimana ya, setiap gue liat Nadira sama kaya gue liat dia. Rindu gue juga sedikit keobatin karna Nadira." "Jadi, Nadira hanya bayangan?" "Sebentar lagi juga kan lulus, jadi pisah sekolah pisah sama sama Nadira juga." Ingin merasakan Irham berkata kasar, tetapi bukan saat nya juga. Ia harus menahan apapun yang ia rasakan saat ini. Sedari awal memang Irham lah yang lebih tahu bagaimana Ale. Irham memang tidak pernah tahu siapa wanita itu, punukan saja dia tidak diundang. Tapi jelas, dari semua rentetan cerita Ale ia benar-benar menyayangi gadis itu lebih dari apapun. "Lo percaya karma?" "Apa?" Tanya Ale dengan nada mengejek, "Yang ada di arab?" "Hukum alam itu jelas, lo bakal menuai apa yang lo tanam, Le." Setelah itu kedua lebih memilih diam, sesekali sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Mungkin Ale sibuk dengan Nadira saat ini, yang ia lihat Ale tidak sebercanda itu pada Nadira, seperti yang ia dengar tadi. "Gue balik dulu." "Anna hubungi gue barusan, bisakah sekalian jemput dia?" "Engga." Jawabnya tak bisa diganggu gugat. "Plis, dia kasian. Lagian udah hampirmalem." Ale memohon pada Irham.  "Gaada urusan sama Anna, kalau o kasian, lo jemput dia." "Gimana perasaan Nadira kalau tau gue jemput dia?" Ale selalu tahu kelemahan Irham, yang tidak akan pernah mau menyakiti hati wanita sekalipun teman nya sendiri yang melakukan hal itu. Irham berdecak sebal, "10 menit lagi gue sampe." "Ya! Terima kasih, kawan!" Bukan main, Irham memang tidak akan pernah menolak kali ini. Anggap saja ia berusaha membuat Irham mendapat perempuan. * IrhamLeoza ♡ Besok, jangan lupa datang lagi ke Smansa. Rasa nya membaca notif pesan yang baru saja masuk membuat Maura kehilangan oksigen, demi apa? Pesan yang diterima hanya untuk mengingatkan agar datang lagi. Kalem, Ra.Kalem. Batin nya. Baru diberi pesan seperti itu saja bahagia tidak terduga, diberikan jika Irham menyatakan cinta kepada nya. Sesuatu terlintas di kepala Maura, dengan cepat ia menelpon Nadira. "Lo dimana?" "Rumah." "Jangan kemana-mana!"  Tutt..tutt ... Maura sibuk mengambil cardigan maroon yang ada di lemari, lalu sedikit berkaca. Ia hanya mencepol rambutnya, memakai sedikit bedak bayi dan liptint di bibirnya. "Siap!" Segera setelah itu Maura berpamitan kepada Ibu nya, dengan motor matic yang bertengger di depan rumah nya. Ia menggunakan tanpa sepengetahuan Ibu-nya, agar lebih cepat lebih baik berkendaraan sendiri. Sayang nya, karna jam sudah menunjukkan pukul 5 lewat. Jalanan pulang dengan berbagai kendaraan, mungkin mereka ingin pulang setelah beraktivitas seharian. Jika bukan karna ide itu, ia takkan mungkin mau pergi ke rumah Nadira. Karna ia sedang berada di lampu merah, buru-buru Maura membuka ponselnya dan mengunduh sesuatu di sana. Untung saja kompilasi lampu kembali berwarna hijau, Maura sudah selesai mengirim pesan itu. "Ayo cepet naik, Nad!" "Kita mau kemana? Ini udah hampir mau malam."  Maura memberi senyum kesal pada Nadira, "Kata siapa mau pagi, gue suruh lo naik bukan nanya ini mau pagi atau malem." "Sekarang lo naik, lo cari di google. Makanan yang baik untuk atlet basket, atau setelah olahraga. Atau ini aja, apaya, ah terserah lo deh. Intinya cari makanan atau minuman yang sekira nya bagus buat gue kasih ke ka Irham."  Sudah berisik, bawel, ribet pula. Ingin rasa nya Nadira menoyor kepala Maura. "Iya, kamu bawel banget sih."  Maura hanya tertawa tanpa dosa, jika bukan Nadira siapa lagi yang siap sedia menemani nya Kapan pun. Berhenti di sebuah supermarket, Maura mengajak Nadira turun dan masuk ke dalam sana. Sembari membicarakan niatnya, dan memilih apa saja yang harus dibeli. "Mending yang mana, Nad?" "Cari yang terjangkau aja, Ra. Apakah kamu membawa uang banyak?" "Engga ada sih."  "Terus? Kamu mau belanja bayarnya pake apa?" Maura mengeluarkan dompetnya, mengeluarkan uang di sana, "Kan aku punya tabungan, Nad."  Nadira menggeleng tak percaya, "Segitunya banget sih kamu buat dia, Ra?" Sambil berjalan melihat-lihat bahan makanan, Maura tertawa. Terlihat raut wajah bahagia ada di sana, bagaimana mungkin Nadira bisa melihat Maura sebahagia ini jika tidak tentang ka Irham. "Usaha itu ga ada yang mengkhianati hasil, Nad. Suatu saat, yang lo kejar pasti akan cape dan berhenti. Terus nyamperin kita, dan ada di depan ki-" Ucapannya terhenti saat ia sedang membuka baju yang dibungkus untuk Nadira. Orang di hadapannya kini membuat terbungkam. "Ra? Kok diem, tadi kata kamu akan ada di Ki? Ki itu apa?" Tanya Nadira yang aneh aneh kalau Maura tiba-tiba terdiam. "Hai, Ka!"  "Hai." Jawabnya singkat, dengan senyum lingkaran yang khas. "Aku udah dapet yang kamu cari nih, Ra." Sempat terhenti pergerakan Nadira, saat di depan nya sekarang adalah laki-laki terdingin sepanjang masa. "Beli apa, Ra?" Hah? Ini benar-benar laki-laki meminta hal sekecil itu. "Bahan buat bikin makanan, Ka. Kaka sendiri beli apa?"  Nadira hanya memperhatikan mereka berdua, sembari melihat-lihat sesuatu di sana.  "Engga, gue cuma nganter." "Nganter siapa?" Tanya Maura dengan cepat. "Ka Irham, ini yang aku cari." Datang dari Arah belakang Irham. Maura mengenal nya.  Maura memaksakan senyumnya, untuk ke sekian kalinya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN