bc

Rindu arti bahagia

book_age16+
1.3K
IKUTI
3.6K
BACA
billionaire
HE
arranged marriage
badboy
goodgirl
heir/heiress
drama
bxg
mystery
loser
office/work place
cheating
brutal
like
intro-logo
Uraian

Blurb:

Ali tak pernah sekalipun mencintai istrinya, Rina!

Dia menikah karena terpaksa. Menyakiti istrinya yang begitu baik seperti malaikat adalah kebiasaannya. Rina hanya dianggap pembantu dan pemuas nafsu. Tapi Rina yang sabar menghadapi suaminya bertahun-tahun rupanya ada batasnya...

Di hari itu, Rina dan anaknya melihat Ali bergandengan mesra dengan wanita lain, membuat kepercayaan diri Rina runtuh dan sekaligus keberanian dirinya untuk melwan semakin tinggi.

chap-preview
Pratinjau gratis
Part 01
Part 01 Di dalam kamar mandi, seorang wanita tengah tersenyum menatap sebuah alat tes kehamilan yang menunjukkan garis dua berwarna merah. Menurut dari pengalamannya yang sudah memiliki satu anak laki-laki, tentu saja ia sangat paham apa arti dari tanda tersebut. Ya, wanita itu sedang hamil sekarang. Pantas saja ia merasa tak enak badan akhir-akhir ini, sering kelelahan, telat datang bulan, dan juga mual di pagi harinya.  Wanita itu sendiri bernama Rina, seorang wanita cantik yang tak pernah lupa dengan kewajibannya untuk menutup aurat. Rina seorang wanita muslim yang kemana-mana harus memakai hijab, yang tentu saja rajin shalat, dia juga seorang istri yang taat, dan yang pasti Rina juga ibu yang hebat. Rina memiliki seorang putra berumur lima tahun, yang saat ini tengah belajar di sebuah play group terbaik di kotanya. Dan tepat di usia pernikahannya yang hampir enam tahun, Rina kembali diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk memiliki momongan. Sebagai seorang ibu, tentu saja Rina merasa sangat bahagia, itu berarti putranya akan memiliki seorang adik, yang sebenarnya sudah lama bocah itu harapkan saat usianya baru menginjak empat tahun.  Sekarang Rina berhasil mewujudkan keinginan putranya itu, karena ia sedang hamil anak kedua dan ia juga merasa tak sabar memberitahukan kabar bahagia ini ke suami dan juga putranya tersebut. Sayangnya hari masih bisa dikatakan pagi, suaminya sedang sibuk bekerja saat ini. Sedangkan putranya tengah belajar di sekolahnya dan sebentar lagi Rina harus menjemputnya, karena waktu sudah menunjukkan jam sembilan. Dengan perasaan bahagia, Rina keluar dari kamar mandi secara hati-hati, karena ia akan sangat menjaga janin yang berada di kandungannya saat ini. Rina berjalan ke arah meja rias untuk memperbaiki hijabnya sembari sedikit memberi polesan lipstik di bibir tipisnya. Setelah semua dirasa siap, Rina menyunggingkan senyumnya lalu keluar dari kamarnya untuk mengeluarkan motor dari rumahnya. Ya, Rina memang menggunakan motor untuk mengantar jemput putranya, meskipun suaminya sendiri seorang laki-laki yang berasal dari keluarga kaya.  Sebenarnya bukan keinginan Rina menggunakan motor untuk menjemput putranya tersebut, walaupun ia sendiri wanita tangguh yang mampu melakukan apapun semuanya sendiri. Namun suaminya lah yang menginginkan Rina untuk melakukannya, laki-laki itu tidak mau mengajarinya naik mobil meskipun di rumahnya memiliki dua kendaraan empat roda.  Pernah ada masa di mana Rina mengusulkan keinginannya untuk meminta pada suaminya, agar sopir yang mengantarkannya ke kantor diberi tugas untuk mengantar-jemput putranya di sekolah. Namun suaminya itu menolak mentah-mentah dan pada akhirnya Rina lah yang terkena marah dan bahkan mendapatkan benturan di wajahnya. Rina juga masih mengingat jelas bagaimana kejadian itu terjadi, karena saat itu adalah hari di mana ia akan mendaftarkan putranya itu ke sekolah dan juga mengantarkannya untuk belajar di hari pertama. Sedangkan di pagi harinya, Rina sudah kerepotan dengan acara memasak dan juga putranya yang harus mandi untuk menyiapkan diri ke sekolah. Karena jam berangkat suami dan putranya yang hampir sama, Rina diharuskan mampu membagi waktu antara membuat sarapan, melayani, dan juga menyiapkan bekal untuk suami dan putranya tersebut. "Aku berangkat dulu," pamit suaminya pada saat itu, lelaki kurus berkulit putih itu sempat mengelap mulutnya dengan tisu sampai pada akhirnya mendirikan tubuhnya dari kursi makannya. Rina yang masih sibuk menyuapkan makanan ke putranya itu menoleh, menatap suaminya itu dengan tatapan tanya. "Kamu enggak menunggu Rian makan dulu, Mas?" tanya Rina dengan mata keheranan. Rian adalah nama putranya, yang saat itu tengah mengunyah makanannya dengan lahap. Sedangkan suami Rina bernama Ali, laki-laki yang menikahinya beberapa tahun yang lalu, yang saat itu justru menatapnya dengan tatapan kesal. "Untuk apa aku menunggunya?" tanya Ali sembari menunjuk Rian dengan dagunya. "Kan hari ini Rian mulai sekolah, Mas." "Aku tahu, terus kenapa? Aku sudah memberimu uang untuk biaya pendaftarannya kan? Lalu apalagi?" "Ya, aku pikir kamu akan mengantarkan aku dan Rian ke sekolah, Mas." Rina menjawab lirih, namun Ali justru menatapnya tajam saat ini. "Kamu gila ya? Aku ini mau kerja. Untuk apa aku repot-repot mengantarkan kalian? Yang ada aku bisa telat ke kantor." "Iya, kamu bisa diantar Pak sopir dulu kan? Setelah itu Pak Sopirnya bisa antar aku dan Rian ke sekolah." "Apa kamu bilang?" Ali menekan dagu Rina dengan sangat kuat, membuat wanita itu kesakitan dan tentu saja membuat Rian takut di tempatnya. "Mama," panggilnya lirih. "Ma-maaf, Mas ...." Rina seketika meminta maaf sembari menahan rasa sakit di wajahnya, meskipun ia tidak mengerti dengan kesalahannya sendiri. "Memangnya kamu itu siapa sampai kamu berpikir dan merasa pantas diantar sopirku, hm?" tanya Ali geram sembari terus menekan dagu Rina hingga istrinya itu mengeluh kesakitan. "Sakit, Mas ...." Rina sampai menitikkan air matanya, ia hanya bisa berusaha menarik tangan Ali untuk mengurangi rasa sakitnya. "Aku minta maaf, Mas. Tolong lepas, ini sakit." Rina memejamkan matanya, namun Ali tampak menikmati tekanan yang dilakukan tangannya pada wajah istrinya. "Aku akan melepaskannya, asal kamu tahu apa kesalahan kamu sekarang."  "A-aku tahu kesalahanku kok, Mas. Enggak seharusnya aku merepotkan kamu, apalagi sampai meminta sopir kamu untuk mengantarkan aku dan Rian. Tadi aku cuma berpikir bodoh, karena kamu akan berangkat bekerja jadi sekalian aku dan Rian ikut lalu setelah itu kita diantar ke sekolah." "Terus apalagi, hm?" Ali kembali bertanya dengan angkuhnya, tentu saja Rina paham maksudnya, karena ia sudah menjadi istri dari lelaki itu hampir lima tahun lamanya. "Aku juga berjanji, aku enggak akan minta antar atau jemput sopir kamu." Dengan menahan rasa sakit, Rina berusaha mengatakan penyesalannya, namun bukannya merasa lebih baik, suaminya itu justru semakin marah mendengar jawabannya. "Kamu itu seharusnya sadar diri, wanita seperti kamu itu enggak pantas menikmati fasilitas yang ada di rumah ini. Jadi, jangan pernah berpikir kalau kamu berhak mendapatkan semuanya, karena kamu di rumah ini cuma sampah." Ali melepas tangannya dengan kasar hingga Rina terjatuh dan pipinya terbentur ke lantai. "Maaf, Mas ...." Rina berusaha bangun dengan menahan rasa sakit di seluruh wajahnya. "Kalau kamu mau mengantarkan Rian, pakai motor yang biasa kamu gunakan. Jadi sampah, jangan manja! Masih untung kamu enggak aku suruh jalan kaki ke sekolah Rian," gerutu Ali kesal lalu pergi dari sana, meninggalkan Rina yang menangis dengan berusaha mendirikan tubuhnya lalu memeluk putranya yang hanya bisa meringkuk takut di tempatnya. Itulah sepenggal kenangan menyakitkan, yang mungkin tidak bisa dikatakan paling buruk, karena sejak awal pernikahan Rina dengan suaminya tidak pernah terjalin harmonis. Laki-laki yang menikahi Rina itu selalu bersikap semena-mena, seenaknya, dan hanya menginginkan tubuhnya, sedangkan alasan pernikahan mereka ada itu karena perjodohan. Rina dan suaminya dijodohkan oleh ayah mereka masing-masing, yang memang sudah bersahabat baik sejak masih sekolah. Namun sayangnya persahabatan mereka juga tidak bisa dikatakan lama, karena ayah Rina meninggal saat wanita itu masih sangat kecil. Mengingat semua itu membuat Rina sempat ingin menangis, meskipun pada akhirnya ia berhasil menyunggingkan senyuman. Rina berusaha meyakinkan dirinya bila semua ini pasti bisa ia lewati walau tidak mudah, apalagi sekarang ia sedang hamil muda, itu artinya ia juga harus menjaga perasaannya untuk tetap bahagia demi janin yang berada di kandungannya. Rina juga tidak akan membiarkan sikap suaminya mempengaruhi perasaannya, terlebih lagi sampai ia setres dan kelelahan. Karena sepengetahuannya hal itu juga sangat berdampak buruk dengan perkembangan calon bayinya, dan tentu saja Rina tidak menginginkan hal buruk terjadi padanya. "Aku akan memberitahukan kehamilanku ke Mas Ali, aku harap dia juga merasa bahagia." Rina menyunggingkan senyumnya lalu berjalan ke arah motornya, ia berniat menjemput putranya. *** Di depan sebuah sekolah khusus untuk anak usia dini, Rina menunggu dengan motor maticnya. Tak jarang kepalanya menoleh ke arah dalam gerbang, dengan harapan jam sekolah selesai lalu putranya datang dan langsung memeluknya seperti biasa. Dan benar saja, karena tak lama suara bel pulang sekolah dibunyikan lalu para muridnya berlari keluar dengan kaki-kaki mungilnya. Rina yang mendengarnya seketika tersenyum lalu turun dari motornya untuk menyambut kedatangan putranya. "Mama," teriak seorang bocah berumur lima tahun, yang tentu saja sangat terdengar familiar di telinganya. "Sayang." Rina melebarkan tangannya untuk menerima tubuh mungil Rian yang ingin memeluknya. "Bagaimana sekolah hari ini? Menyenangkan kan?" tanya Rina antusias yang diangguki oleh putranya tersebut. "Menyenangkan, Ma." "Ya sudah kalau begitu kita pulang ya. Tapi sebelum itu, Rian mau enggak ikut Mama ke dokter?" "Ke dokter? Memangnya Mama lagi sakit ya?" tanya Rian terdengar khawatir, yang langsung digelengi kepala oleh Rina. "Enggak kok. Mama cuma mau memeriksa perut Mama, kayanya ada sesuatu di dalam sana, jadi Mama berpikir untuk tanya ke dokter." "Oh begitu? Sakit enggak, Ma?" "Enggak dong. Jadi bagaimana? Rian mau ikut Mama?"  "Mau, Ma." "Anak pintar. Ya sudah ayo naik motor, kita ke dokter sekarang ya?" Rina menuntun tangan putranya itu ke arah motornya, lalu keduanya naik bersama-sama. Di depan sekolah tersebut tidak hanya Rina yang menjemput putranya, ada orang tua lainnya yang juga menjemput anak-anak mereka. Itu lah mengapa di sana cukup macet bila di jam pulang sekolah, karena akan ada motor dan mobil yang berusaha menyebrang. Belum lagi para bocah yang juga harus berjalan ke sisi jalan lainnya, itu lah mengapa ada satpam yang bertugas untuk menghentikan para pengendara lainnya demi memberi jalan untuk para orang tua menyebrang. Di antara mobil dan motor yang berhenti itu, Rina tidak akan menyadari bila ada salah satu penumpang mobil mewah yang tengah memerhatikannya dan juga putranya. Seorang laki-laki tampan, yang anehnya menatapnya dengan mata kecewa dan terluka. "Sepertinya ... dia sudah bahagia dengan pernikahannya," gumamnya dengan berusaha tersenyum meskipun sangat tipis, saking sakitnya hati yang ia rasakan saat ini.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
35.7K
bc

Pacar Pura-pura Bu Dokter

read
3.1K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
10.2K
bc

(Bukan) Istri Simpanan

read
51.2K
bc

Jodohku Dosen Galak

read
31.0K
bc

Desahan Sang Biduan

read
54.0K
bc

Silakan Menikah Lagi, Mas!

read
13.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook