Pagi ini aku datang kesekolah seperti biasanya, masih belum terlalu ramai. Kuedarkan pandangan menuju meja belajar pria itu. “Sudah nyampe toh, tapi dimana ya dia?”, monologku. Aku memang sedang mencari laki-laki yang mampu menggetarkan hati dan jiwaku itu. Bukan maksud apa-apa, hanya mau mengembalikan buku yang kupinjam kemaren. Harusnya kemaren aku kembalikan. Tapi karena insiden itu, aku jadi lupa. Makanya pagi-pagi begini aku mencarinya agar nanti aku tak lupa lagi. Dari keluar rumah sampai kesini aku sudah mengsugestikan diri agar tidak lupa mengembalikan bukunya.
Sebenarnya aku sudah berjanji agar menjauhinya. Bukan karena takut jantungku bermasalah, tapi karena aku tak mau jadi bahan lelucon teman-temanku. Akan malu rasanya bila setiap hari aku dihadapkan pada situasi yang sama. Untuk itu, agar tak terjadi hal-hal yang tidak-tidak, aku memilih menjauhinya. Namun lagi-lagi rencana hanyalah rencana, aku tak mungkin tak mengembalikan bukunya kan? Aku harap, ini kali terakhirnya aku berurusan dengannya. Tapi orang yang ditunggupun belum menampakkan batang hidungnya.
Tak lama bel tanda masuk terdengar, yang artinya semua siswa siswi akan mulai belajar. “Gagal deh mau balikin buku,’ ujarku pada diriku sendiri. Mungkin dewi fortuna sedang berpihak kepadaku. Entah alasan apa guru yang mengajar pagi ini tak datang. Aku bersorak dalam hati, ‘ini tandanya aku bisa balikin bukunya’, pikirku.
Tak mau menunggu lama, aku menghampirinya sambil membawa buku ditanganku. Begitu didepannya aku menyodorkan bukunya. “Nih buku kamu. Makasih ya udah dipinjemin,” ucapku berterimakasih kepadanya. Bukannya menerima, dia malah bilang “duuuh, pas jam sejarah aja ntar deh ran, jangan sekarang ya..”. ‘Aneh’. Bukannya seneng bukunya dibalikin cepet malah pengen lama-lama, emang orang super duper aneh’, batinku. “Ya udah deh,”, ucapku akhirnya. Aku mendesah pelan, sambil balik ke mejaku. Sebenarnya aku pengen berlama-lama dimeja dia. Tapi aku tak punya alasan yang pas untuk itu. Aduh, otakku bergeser mungkin, tadi aku bilang tak lagi berurusan dengannya namun sekarang mau lama-lama bersamanya.
Setelah disampai dimejaku, aku mengeluarkn buku bacaan favoritku. Akhir-akhir ini aku suka sekali membaca buku-buku yang bernuansa roman remaja. Entah kenapa, aku suka saja dan senang pada saat kisah mereka berakhir dengan bahagia, tapi kadang ada juga sih yang sad ending, tapi jarang eh salah tidak pernah aku baca. Karena, aku ingin kisahku berakhir bahagia atau setidaknya tanpa akhir. Sudah bersiap ingin membaca, tapi ekor mataku tak kuasa tak menatap laki-laki tampan yang mampu membuatku tersenyum setiap hari. Aku menatapnya lekat-lekat dari mejaku. Dari sini aku bisa dengan sangat jelas melihat apa yang dia lakukan. Aku pikir, dia akan belajar dengan membaca buku pelajaran, secara kan dia pintar. Juara umum lagi, juara diantara juara. Tapi sekarang yang aku lihat, dia sedang bersenda gurau dengan teman-temannya. Semua siswa sama saja ya ternyata, mau pinter atau gak, sama-sama suka ngobrol hal yang tak perlu kala jam pelajaran kosong begini.
Aku bukan lah anak yang pintar namun tak bisa dikatakan bodoh. Ya, standar lah. Bukannya aku tak suka berinteraksi dengan teman-temanku. Namun objek didepan mataku lebih dominan dan menggiurkan bagiku. Jadi, maaf ya kali ini aku tak mau melewatkannya. Andai saja aku punya kamera kala itu, aku akan potret wajahnya. Dan aku simpan dalam satu album untuk kusimpan dan kukenang nantinya. Tapi apa boleh buat, aku tak punya. Cukuplah aku memotret wajahnya dengan tawa lepas itu didalam ingatanku. Mudah-mudahan kedepannya aku tak amnesia, agar aku masih mengenang saat-saat ini lagi.
Dua jam lamanya aku habiskan waktuku hanya memandangi laki-laki itu sambil senyum-senyum sendiri melihat apa yang dilakukannya. Untunglah dia atau teman sebangkuku tak sadar. Kalau mereka sadar, bisa mati aku. Bisa jadi bahan bullyan aku dikelas. Serem...
Kegiatan pandang memandangku selesai begitu saja setelah guru masuk ke kelasku. Semua siswa siswi pun siap-siap mengikuti pelajaran, termasuk aku. Belajar kali ini membuatku lebih bersemangat dari biasanya. Apa mungkin karena aku lagi senang ya? Ah entahlah, yang penting aku bisa belajar dengan baik.
Berakhir sudah pelajaran kali ini, siswa siswi sudah diijinkan pulang, begitupun aku. Aku dengan semangat memasukkan buku-bukuku kedalam tas, dan bergegas pulang kerumah. Tak ada kecewa yang kurasa saat aku tak melihat laki-laki itu lagi. Entah karena sudah puas memandanginya tadi atau apa, aku tak mengerti. Yang jelas, ada kelegaan yang kurasakan.
Sebenarnya aku ingin bertanya, perasaan apa yang kurasakan saat ini. Bagaimana bisa ada detak jantung yang tak terkendali hanya karena bertemu dia atau saat dia ada disekitarku. Tapi ada juga rasa damai kala aku memandang wajahnya. Apakah aku akan nyaman kala didalam dekapannya? Apakah aku akan takut kala tak pernah bertemu dia lagi? Entahlah, semua masih abu-abu bagiku. Aku masih sangat muda untuk memikirkan semua ini. Jalanku masih panjang, aku tak mau hanyut hanya karena sebuah perasaan yang aku tak tau apa namanya. Mungkin, suatu saat nanti ada kalanya aku mengerti, perasaan apa sebenarnya yang kurasakan.
---------------------------------------ooooooo--------------------------------------