bc

21 Hari Mengejar Cinta Mantan Istri

book_age18+
214
IKUTI
3.1K
BACA
love-triangle
family
HE
escape while being pregnant
second chance
pregnant
badboy
kickass heroine
dare to love and hate
boss
heir/heiress
drama
sweet
bxg
city
disappearance
rejected
addiction
civilian
like
intro-logo
Uraian

Akibat penghianatan sang kekasih gelap, Ferlita, Devan Alfa Fahrezi akhirnya sadar, ia mencintai istrinya, Kanaya Aisyah. Sayang, mereka terlanjur bercerai dan Naya menghilang.

Empat tahun berlalu, pertemuannya dengan seorang anak kecil berwajah mirip dengannya mempertemukan kembali ia dengan Naya. Naya datang bersama seorang gadis kecil dan seorang pria bule. Ia mengaku mereka adalah suami dan anak kembarnya. Namun pada kenyataannya, Naya dan Brian baru akan resmi menikah 21 hari lagi. Devan yang panik, berusaha membuktikan kesungguhan cintanya dengan mengharap maaf dan mengasuh si kembar Abdul dan Aminah yang nakal.

Dapatkah Devan meraih cinta dan kepercayaan Naya kembali? Bisakah ia menggagalkan pernikahan keduanya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Salah Kamar
"Sampai kapanpun, kau takkan bisa mendapatkan cintaku, Naya. Kita menikah karena dijodohkan. Cintaku hanya untuk Lita seorang." Kalimat itu terngiang lagi di telinga. Membuat Naya yang sudah dua tahun menikah dengan Devan tak pernah bahagia. Devan bahkan belum pernah memberikan nafkah batin padanya. Wanita berkerudung hijau itu masih terus melihat ke depan dengan wajah suram. Wajah cantiknya kini tak lagi bercahaya. Dilihatnya lagi sepasang kekasih yang sedang duduk berdampingan di depan, asyik saling berbisik di tengah pelelangan permata yang butuh perhatian. Kata-kata pembawa acara tak lagi terdengar. Bahkan ketika orang-orang mulai ramai menawar harga sebuah berlian mewah, ia tak mendengar apa pun. Yang terlihat adalah pasangan Devan dengan selingkuhannya yang tak tahu keberadaan Kanaya di sana. Padahal Lita, kekasih Devan mengetahui ada Naya duduk beberapa kursi di belakang mereka, hanya saja ia pura-pura tidak tahu. Dengan gaun seksi berwarna merah terang, wanita itu terlihat mengamit tangan Devan dengan mesranya. "Dev, aku punya obat ini, dong!" Pria berdarrah Aceh-Turki itu mengerut kening pada botol kecil yang dipegang Lita. "Obat apa itu?" "Bubuk pembuktian cinta," jawab Lita dengan riang. "Apa?" Mata pria itu menelisik wajah kekasihnya. Lita mendekatkan mulut ke telinga Devan dan berbisik, "obat peranggsang." Devan membelalakkan matanya mendengar ucapan sang kekasih, sedang Lita terlihat senang sambil menyampingkan rambut panjangnya yang hitam hingga memperlihatkan bahu putih mulus karena gaunnya berleher sabrina. Namun Naya merasa jijik melihat keduanya dari jauh. Betapa keduanya tidak sedikit pun menjaga perasaannya. Lalu untuk apa ia jauh-jauh datang ke Singapura kalau hanya untuk melihat jelas penghianat mereka? Apa Devan sudah gilla? Padahal ia begitu senang saat sang suami mengajaknya pergi ke tempat itu untuk melihat perhiasan mewah. Dikiranya pria itu telah berubah dan mulai mencintainya. Boddohnya ... pria itu takkan pernah berubah sampai kapanpun. "Untuk apa kamu bawa beginian di sini?" Devan terlihat panik. Ia melihat sekitar di mana semua orang sibuk melihat ke depan karena ada perhiasan baru lagi yang akan dilelang. "Sayang, kamu kok panik sih? Ini ...." Lita mengeluarkan dua botol kecil air mineral dari dalam tasnya. Satu diberikan pada Devan. "Pegang ya." Kemudian ia membuka tutup botol air mineral lain dan memasukkan separuh dari bubuk di dalam botol kecil itu ke dalam minumannya. Ia lalu melirik Devan. "Kamu juga." Pria itu membuka tutup botol air minumannya. "Tapi, kan ada Naya. Aku tak enak padanya. Kau yang mengusulkan dia untuk datang ke sini tapi dia harus lihat ini ...." "Dev, kenapa kamu jadi lemah sih? Ini supaya dia lihat sendiri bahwa kamu cinta aku dan akan melakukan apa pun agar terus bersamaku. Dengan begitu dia pasti mau menandatangani surat cerai yang aku berikan padamu itu, Devan!" Lita sedikit merengut. "Tapi kita 'kan belum menikah? Kenapa kita tidak menikah saja, daripada memikirkan menceraikan Naya ...." Devan sendiri bingung memikirkan bagaimana kalau keluarganya tahu ia menceraikan istrinya. Lita mengerut kening dengan mulut makin mengerucut. "Kamu cinta aku gak, sih?!" ujarnya setengah berbisik. Tak mungkin membuat keributan di tempat ramai itu, karena itu keduanya terpaksa bicara setengah berbisik sambil melihat keadaan. Untung saja saat itu sedang ramai orang menawar harga sebuah berlian besar hingga tak ada yang memperhatikan. "Maaf, Sayang." Devan memandang wajah kekasihnya itu dengan raut menyesal. Setelah dikocok, keduanya membuka tutup botol dan meminumnya. "Aku pergi dulu ya, ke kamar. Kamarku persis di sebelah kamarmu. 211." Ferlita memutar kepalanya ke belakang. Ternyata Naya sudah tidak ada. Ia kemudian bangkit dan meninggalkan tempat itu. Sayang tidak ada istri Devan, padahal ia bermaksud agar wanita berkerudung itu penasaran dan mengikuti mereka. Lift berhenti di lantai dua. Lita sudah merasakan suhu tubuhnya memanas dan mulai liar. Cepat-cepat ia bergegas ke kamarnya yang berada di tengah lorong. Tepat di depan pintu kamar, ia membuka tas dan mengambil kunci kartu pembuka pintu. Dilihatnya kembali kamar sang kekasih, 209. 'Pasti istrinya ada di kamar.' Wanita cantik itu tersenyum miring. Diketuknya kamar itu sampai dua kali setelah itu ia buru-buru masuk ke kamarnya karena melihat lift terbuka. Di dalam kamar, Naya menoleh ke pintu. Ia mendengar suara ketukan. Ia sengaja mematikan lampu kamar, karena tengah menangis. Ia tak ingin suaminya melihat dirinya bersimbah air mata. Naya termenung. Sampai kapan ia akan menunggu? Semakin hari pria itu semakin terang-terangan menyakiti dirinya. Apa ia harus terus bertahan atau menyerah saja? Kembali terdengar ketukan. Dengan enggan ia melangkah ke pintu sambil menghapus air matanya dengan kasar. Mungkin Devan kehilangan kunci untuk masuk ke kamar, hingga butuh istrinya untuk membukakan pintu. Baru saja Naya membuka pintu, pria itu langsung masuk dan menutup pintu, lalu memeluk istrinya. "Eh, Mas?" "Cepat, aku sudah tidak kuat!" Devan tidak bisa melihat dengan jelas karena ruangan gelap tanpa lampu. Naya kaget mendengarnya. "Ada apa denganmu?" "Suaramu aneh?" Devan bingung serasa mendengar suara istrinya. Ia coba menggeleng-gelengkan kepala tapi ia merasa dirinya tidak mabuk. "Ayo cepat! Bawa aku ke ranjang!" Mendengar perintah itu, Naya membawa suaminya keranjang. Karena sudah lama berada dalam gelap, ia bisa melihat di mana letak ranjang dengan mudahnya. Namun tiba-tiba sang suami berubah beringgas. Devan mendorong istrinya hingga jatuh ke atas ranjang dan mulai menaikinya. Wanita itu terkejut. Bola matanya melebar tiba-tiba. "Apa yang kau lakukan?" "Bukankah ini yang kau inginkan? Jadi jangan cerewet dan nikmati saja." Di luar kamar, seorang pria muda berwajah tampan tampak tersenyum ke arah pintu kamar 209. Ialah yang membawa Devan ke kamarnya sendiri karena melihat pria itu jalannya sempoyongan. Devan bahkan masuk tanpa melihat lagi nomor kamarnya. Sang pria sudah lama mengintip sejak di pelelangan, melihat Devan dan Lita berduaan hingga mengantar pria itu ke sini. Sekarang, waktunya untuk menguasai keadaan. Ia melirik kamar 211. Itu kamar yang disebut Devan untuk minta diantarkan, tapi pria ini malah mengantar Devan ke kamar di sampingnya dan kini dirinyalah yang akan masuk ke kamar 211. 'Lita, tunggu aku. Aku akan memuaskanmu!' Pria muda itu tersenyum licik sambil mendorong ganggang pintu yang tidak terkunci itu dan masuk ke dalam. **** Naya termangu. Ia tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Ini malam pertama mereka yang seharusnya sudah terjadi dua tahun yang lalu, tapi kenapa tiba-tiba Devan melakukannya? Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Apa keduanya tengah bertengkar dan kini melampiaskan pada dirinya? Naya masih tak percaya ini. Pria itu melakukannya dengan penuh cinta hingga keduanya mencapai klimaks yang diinginkan. Namun, apakah ini hanya sementara? Naya menoleh pada tubuh suaminya yang tertidur pulas dengan tubuh tertelungkup. Keduanya berada di dalam selimut. Haruskah ia menangis? Menangis bahagia atau .... Tiba-tiba pria itu mulai bergerak. Naya panik. Ia segera turun dan memunguti pakaiannya lalu segera berpakaian. Di saat itulah suaminya terbangun. "Naya? Kamu ...." Dahi pria itu berkerut tak mengerti. Bukankah seharusnya ia tidur bersama Lita, tapi kenapa ada Naya di kamar itu? "Kenapa kau ada di sini?" Ternyata Devan mulai bisa melihat dalam gelap. "Apa?" Mata Naya mulai berkaca-kaca. 'Jadi benar, bukan aku yang diharapkannya?' "Apa Mas lupa? Ini kamar kita." Naya merapikan rambut panjangnya yang berantakan. "Apa?" Pria itu kemudian mencoba duduk. Tubuhnya yang terlihat atletis sempat membuat sang istri membayangkan kembali adegan vulgar tadi hingga pipinya bersemu merah. Bersambung ....

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.9K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook