"Aduh, Adis...hati-hati dong kalau mau ngeluarin sesuatu." Tiba-tiba Fariz muncul.
Adis mengerutkan keningnya, sambil bicara dalam hati,"apa lagi ini!"
"Sepertinya Adis suka mengoleksi celana dalam pria, Pak."
Fariz mengambil celana dalam itu dari tangan Gilbert. Lalu, ia tersenyum mengejek ke arah Adis. Gadis itu menunduk malu.
"Adis, seharusnya...kamu enggak perlu balikin. Nanti saya ambil sendiri," kata Fariz dengan suara lembut.
"Apa-apaan ini?" omel Adis dalam hati.
"Loh, balikin ke Bapak? Memangnya ini punya Bapak?" tanya Nando.
"Ini ...memang celana dalam saya. Kemarin tertinggal di kontrakan Adis." Fariz mengerlingkan matanya dengan genit ke arah Adis.
Gilbert dan Nando bertukar pandang.
"Ya udah, saya duluan , ya. Banyak urusan." Fariz pergi sambil mengusap puncak kepala Adis.
"Adis, pantesan kamu nolak cintaku. Ternyata selera kamu itu Pak Fariz, ya," kata Nando saat Fariz sudah pergi.
"Adis...maunya sama Direktur."
"Oh, aku paham sekarang ... Adis sukanya sama yang berbulu lebat gitu. Bulu aku juga lebat, Dis, tapi bulu yang bawah."
"Diam kalian!" teriak Adis kesal. Ia segera berjalan meninggalkan kantor. Ia benar-benar malu.
Begitu sampai di kontrakan Adis menangis sejadi-jadinya. Hari ini perasaannya hancur. Malu, kesal, benci, semuanya bercampur jadi satu. Ia benci Fariz, benci Nando, dan benci Gilbert.
Pagi ini, Adis terlihat tidak bersemangat. Matanya sedikit Bengkak akibat tangisan semalaman. Adis masuk ke dalam lift sambil menunduk. Ia tidak berani melirik ke kanan kiri. Takut salah dua dari mereka adalah Gilbert dan Nando.
"Kamu ikut ke ruangan saya!" Suara dingin itu membuat Adis mengangkat wajah dan melihat ke sebelahnya.
"Bapak?" Adis tertegun."I...iya, Pak."
Adis berjalan di belakang Fariz, ia tidak memedulikan tatapan aneh dari Yulia. Ia mengikuti Fariz sampai ke dalam ruangan.
"Pak...saya..." Adis bingung harus bicara apa. Sebenarnya hari ini ia malas ketemu Fariz. Ia ingin menenangkan dirinya dulu. Lalu menemui Fariz untuk minta maaf. Biar bagaimana pun, ia sudah ketahuan.
"Kenapa, Adis...?"
"Enggak, Pak." Adis tersenyum kecut.
"Adis, kamu terciduk!" kata Fariz sambil menirukan gaya bicara sebuah reality show di salah satu stasiun tv swasta.
"Terciduk apa, Pak?"
Fariz melipat kedua tangannya di dada."Kamu punya celana dalam saya, berarti kamu yang ngerjain saya di ruangan meeting. Itu artinya kamu menyelinap ke apartemen saya, dan mencuri celana dalam saya. Ngaku!"
Adis meringis, menunduk malu."Iya, saya, Pak. Tapi, Bapak juga nyuri celana dalam saya, kan."
"Tapi, saya perang terbuka, Adis. Enggak main belakang kayak kamu."
"Maaf, Pak." Hanya itu yang bisa Adis ucapkan saat ini.
"Saya malu, Dis!"
"Ya jangan punya kemaluan yang besar kalau gitu, Pak?" ucap Adis spontan.
"Hah?" Fariz tercengang.
Adis berusaha mencerna kata-katanya tadi. Sepertinya salah."Eh, Bapak jangan kemaluan kalau gitu."
"Heh?"
Adis menepuk bibirnya."Maksudnya, Bapak jangan malu, begitulah,Pak intinya. Kan mereka enggak tahu itu celana dalam Bapak."
"Kamu ini m***m juga, ya, Dis, ngomongin kemaluan. Tahu aja kalau kemaluan saya besar."
"Hiiuuhh, saya enggak nanya, Pak." Adis bergidik ngeri.
Melihat ekspresi Adis, pria itu semakin tertarik untuk menggoda Adis."Tapi, ya sudahlah...saya maafkan. Lagipula kamu kena karma juga, kan. Ketahuan sama dua pria m***m bawa-bawa celana dalam pria."
Adis jadi teringat lagi dengan godaan dua pria itu. Menjijikkan."Bapak, kenapa bicara seperti itu sama mereka. Itu menjatuhkan nama baik kita berdua."
"Aku enggak akan mendapat pandangan buruk, Adis. Saya direkturnya. Mereka enggak akan berani," balas Fariz santai.
"Tapi, Pak. Saya jadi digodain sama laki-laki di kantor ini. Saya dikira w************n yang Bapak bayar hanya untuk ditidurin!"
"Mereka ngomong gitu?"
"Ya...itu perasaan saya aja, sih, Pak. Tatapan mereka seolah-olah mengatakan demikian," kata Adis dengan suara pelan. Namun, masih bisa didengar oleh Fariz.
Fariz duduk di kursi, membuka laptopnya."Ya udah, nanti saya klarifikasi. Kamu balik kerja sana. Saya sibuk sekali."
Adis keluar dari ruangan Fariz dengan stres. Ia harus menebalkan muka di depan teman prianya saat masuk ke ruangan.
Gilbert dan Nando menghampiri Adis yang tengah menunggu lift saat jam kerja sudah berakhir. Wanita itu sedang sendirian. Mereka saling memainkan alis mereka, bersemangat ingin menyapa Adis.
"Hai, Adis," sapa Nando.
Adis menoleh, lalu bergidik ngeri."Hai!"
"Adis, malam ini kamu ada acara?" tanya Gilbert.
"Ada. Aku sibuk!" balas Adis tapi ia tak menatap wajah Nando.
"Halah, Dis, sibuk apa, sih? Jalan yuk?" ajak Gilbert dengan nada memaksa.
"Sibuk. Pokoknya sibuk," balas Adis kesal.Sebenarnya ia tidak ingin berurusan dengan dua pria yang pernah mengajaknya check in hotel. Tapi, mau bagaimana lagi. Ia sekantor dengan dua pria itu. Tentu saja mereka akan selalu bertemu. Ditambah lagi dengan insiden celana dalam jatuh untuk kali kedua dan berujung petaka. Dua pria itu sekarang bersemangat lagi mendekatinya.
"Adis, sibuk ngapain, sih?" tanya Gilbert dengan nada genit. Mendengarnya saja Adis ingin muntah paku.
"Hei, sayang!" Fariz memeluk pundak Adis.
Adis, Gilbert, dan Nando sama-sama kaget melihat perlakuan Fariz.
"eh?" Wajah Adis kebingungan. Kenapa tiba-tiba Fariz memanggilnya sayang. Tapi, dengan begitu Gilbert dan Nando langsung menjaga jarak dengan Adis.
"Kenapa mukanya bete gitu." Fariz mencolek hidung Adis.
"Ehmm...enggak apa-apa, Pak. Cuma...tadi mereka ngajak aku jalan." Adis pun mengatakan yang sebenarnya. Ia berharap dengan mengatakan hal ini di depan mereka semua, Gilbert dan Nando tidak akan berani mengganggunya lagi.
"Hai, Sorry... Dia kekasihku," kata Fariz pada Nando dan Gilbert.
Kedua pria itu dan Adis tentunya, terkejut setengah mati.
"Maaf, Pak. Kami tidak tahu. Soalnya yang kami tahu selama ini Adis masih sendiri."
"Ya, kami bersama sudah lama. Sebenarnya sudah Berbulan-bulan lalu. Tapi, Adis memintaku untuk tidak memublikasikannya dulu," balas Fariz dengan tenang.
"Ya maafkan, kami, Pak. Kami tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi."
"Ya terima kasih sudah mengerti bahwa Adis ini kekasih saya,” balas Fariz dingin.
"Pak, silahkan masuk duluan." Nando mempersilahkan saat pintu lift terbuka.
"Terima kasih." Fariz menarik tangan Adis masuk ke dalam lift. Sikapnya benar-benar menunjukkan bahwa mereka sedang berpacaran sungguhan.
"Pak...terima kasih," kata Adis saat mereka sudah keluar dari lift.
Fariz tersenyum."Sama-sama, Adis. Tapi, kamu sudah tahu, kan...itu menambah daftar kesalahan kamu semakin banyak."
"Loh kok makin banyak?" Adis panik.
"Kamu terbukti masuk ke apartemen saya dan mencuri celana dalam. Membuat malu saya di ruang meeting. Kemudian... barusan saya menyelamatkan kamu dari pria-pria m***m itu. Kamu berhutang sama saya,” kata Fariz sambil melangkah keluar dari lift.
"Maafkan saya, Pak. Kan...Bapak juga melakukan hal yang sama ke saya." Adis memamerkan senyuman malaikatnya.