Bab 7

1036 Kata
"Tapi, saya enggak permalukan kamu di depan umum, Adis. Saya cuma meneror kamu. Dan saya masuk ke kontrakan kamu juga karena...kamu yang suruh." Fariz tetap bersikeras. Ia tidak ingin dinyatakan 'salah' oleh Adis. "Bapak permalukan saya di depan Gilbert sama Nando." Adis mencari kesalahan Fariz. Langkah Fariz terhenti."Ya, itu, sih...kebetulan kamu lagi ngalamin sial. Saya tambahin." Fariz tersenyum puas. "Ya udah, deh, Pak. Udah sore. Saya mau pulang." Adis beranjak pergi. Fariz mengikuti Adis sampai ke parkiran. Lalu, menahan tangan Adis. "Kamu mau lari gitu aja? Mau saya perpanjang masalah kita ini?" Wajah Adis terlihat kebingungan, ingin menghindar tapi Fariz terus mempermasalahkan ini. Ingin melawan, rasanya sudah lelah.Fariz seolah tidak ingin disalahkan. Adis mengakui dirinya salah. Tapi, Fariz juga salah."Jadi, saya harus gimana, Pak?" " Kamu berhutang Budi sama  saya. Jadi, kamu harus nurut sama saya." "Iya, Pak. Iya." Adis mengalah."Saya harus bagaimana, Pak?" "Nanti malam...kamu harus ikut ke club malam sama saya," kata Fariz dengan tadatapan menggoda. "Lah, ngapain ke club malam, Pak? Club sore aja gitu kenapa." "Diskotik, Adis, kamu harus ikut saya ke sana." "Ngapain, Pak?" "Main bola!" Kata Fariz sedikit ketus."Udah enggak usah banyak tanya. Kalau kamu mau ini balik, silahkan ikut saya nanti malam. Kalau enggak mau ya sudah...terserah saya mau diapakan celana dalam ini. Mungkin saya sebar di meja teman-teman kamu. Supaya Nando sama Gilbert makin ngejar-ngejar kamu." “kan, mereka enggak mungkin ngejar saya lagi, Pak. Saya ini, kan ‘kekasih’ Bapak.” Adis memainkan alisnya sambil tersenyum lebar. “Saya akan bilang kalau kita 'putus',” kata Fariz dengan tatapan mengancam. Adis mengembuskan napas panjang. Ia masih ingin bekerja di kantor ini. Ia butuh uang yang hanya bisa ia dapat di kantor ini. Kalau ia resign demi menghindari makhluk-makhluk aneh itu rasanya terlalu lemah.Ia masih bisa mencari jalan lain untuk menghadapi mereka. Lagi pula mencari pekerjaan yang baru tidaklah mudah di jaman sekarang ini. Adis pun memilah-milah. Lebih baik menghadapi resenya Fariz atau mesumnya Nando dan Gilbert. Dan mungkin pria-pria lainnya yang mungkin akan menunjukkan kemesuman mereka saat diberi celana dalam Adis. "Baik, Pak!" Adis pasrah. "Kamu...juga harus pakai gaun dari saya! Dan...tidak boleh menolak." Fariz tersenyum penuh arti. Adis menggaruk kepala dengan kedua tangannya, persis seperti kera."Ya baiklah...baiklah, Pak. Terserah. Gimana enaknya Bapak aja. Enak Bapak rasa...bikinlah situ." "Kamu ngomong apa sih, Dis?" "Ya Bapak enggak bakalan ngerti,lah...saya pakai bahasa manusia tadi." Adis memberi tatapan mengejek sambil memakai helm. Lalu ia menstarter sepeda motornya, berlalu begitu saja. "Sial! Awas kamu nanti malam!" ucap Fariz dalam hati.   **   Malam harinya, Fariz menjemput Adis. Lalu membawanya ke salon. "Pakai ini!" Fariz menyodorkan sebuah gaun pada Adis usai wanita itu dimake up. "Enggak mau, baju apaan ini kurang bahan," kata Adis. "Serius...nolak?" Adis melihat tatapan tajam dari Fariz, dan ada sebuah ancaman di sana."Oke...oke.aku pakai." Adis segera menuju ruang ganti. Ia cukup kesal dengan gaun ini karena menonjolkan lekukan tubuhnya. Terlihat cantik dan seksi. Tapi, kalau ia pakai ini di depan Fariz, rasanya malu sekali. "Adis! Jangan lama-lama!" teriak Fariz. Ia menerobos ke ruang ganti wanita. Adis tersentak kaget, ia langsung keluar dengan wajah cemberut. Fariz tersenyum puas dengan penampilan Adis. Ia cukup kagum dengan tubuh Adis yang padat berisi, ia bisa memperkirakan bahwa tubuh Adis berat walaupun terlihat kecil. "Sudah, Pak." Fariz memakaikan jasnya pada Adis agar tubuh gadis itu tertutup sampai ke mobil.”Sudah, ayo." Adis menunduk saja saat turun dari mobil. Sementara tangannya memeluk erat lengan Fariz, sesuai dengan perintah pria itu. Wajah Adis merah padam saat duduk di sebelah Fariz. Gaun itu sangat pendek, kalau ia duduk dan membuka pahanya maka celana dalamnya akan terlihat. Bagian atasnya juga terbuka. Mungkin setelah ini ia akan masuk angin. Adis tidak habis pikir mengapa orang-orang suka menghabiskan waktu di tempat gelap dan berisik ini. Baru sebentar saja, Adis sudah merasa pusing sekaligus tidak nyaman. Fariz tampak begitu menikmati minumannya bersama beberapa pria yang juga ditemani wanita seksi. Bedanya, wanita-wanita seksi itu bergelayutan manja, sementara Adis hanya duduk sambil merapatkan pahanya. Setelah setengah mabuk, teman-teman Fariz dan wanitanya pergi. "Pak, pulang aja yuk, saya ngantuk," kata Adis. Fariz menoleh."Kenapa?" "Pulang, Pak!" kata Adis setengah berteriak di telinga Fariz. Fariz terkekeh, ia malah memeluk Adis dengan erat, lalu menenggelamkan wajahnya ke leher Adis. Tubuh Adis langsung membatu. Tangan Fariz mengusap paha Adis, dan kini sudah masuk ke dalam bagian intim. Menekan-nekan pusat gairah Adis. "Pak!" Adis mendorong tubuh Fariz. Ia menganggap Fariz pasti sedang mabuk. Walaupun sebenarnya pikirannya sudah terkontaminasi dengan sentuhan pria itu. Fariz mengangkat wajahnya. Lalu, mengambil segelas minuman."Minum." Adis menjauhkan wajahnya."Enggak, Pak. Saya enggak pernah minum begituan." Adis berdiri. Ia sudah tidak tahan ada di sini, asap dimana-mana, musik yang keras. Kepalanya terasa pusing. Fariz menarik Adis agar lebih mendekat, kemudian memaksa Adis menenggak minuman itu. Mau tak mau Adis menelannya. Entah berapa gelas, ia sudah tidak ingat. "Enggak enak, Pak." "Oh, kamu mau yang enak, ya?" Fariz menyeringai, lalu menarik Adis ke pangkuannya. "Pak, saya duduk sendiri aja." Adis meronta turun dari pangkuan Fariz. Tapi pria itu menahannya. Kedua tangannya malah meremas dua gundukan kenyal miliknya. "Ternyata Pak Fariz m***m!" omel Adis sambil mengenyahkan tangan Fariz. Fariz mendecak sebal. Ia segera menurunkan Adis dari pangkuan, lalu menariknya keluar dan segera menuju apartemennya. Adis sudah merasa pusing, tubuhnya terasa melayang-layang. Ia sudah tidak bisa melawan atau menolak Fariz yang kini sudah membawanya masuk ke dalam apartemennya. Fariz membawa Adis ke kamar, membaringkan gadis itu di tempat tidur. "Oh, sayang...kamu seksi sekali." Fariz meraba-raba tubuh Adis hingga gaunnya melorot sedikit, dadanya terlihat. Fariz melahap gundukan kenyal itu dengan rakus. Satu tangannya mencari kenikmatan lain. Sebenarnya sudah lama sekali ia mengagumi Adis. Selain seksi, ia juga punya kecantikan tersendiri yang terpancar di wajahnya. Ia semakin tertarik sejak bertetangga dengan Adis. Namun, ia mendadak kesal pada wanita itu akibat insiden celana dalam jatuh. Itu pun menjadi momen yang ia manfaatkan untuk lebih dekat dengan Adis, meskipun dengan keributan. Fariz membuat Adis benar-benar polos. Tidak memakai apa pun. Wanita itu juga sudah tidak sadar apa yang sedang terjadi. Justru, ia terlihat menikmati semua itu. "s**t!" umpat Fariz saat melihat bentuk tubuh Adis. Bulatan dan ukuran dadanya terlihat begitu sempurna. Mendadak ia tergila-gila dengan bagian itu. Ia melahapnya dengan rakus, tidak peduli jika nanti meninggalkan jejak kemerahan. Ia sudah 'gila' sekarang.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN