JM-8

1047 Kata
Jhon tidak ingin menganalisis video itu di ruangan dalam kondisi sendirian. Lebih baik dia mengkopinya dan membawa rekaman itu setelah jam kerja selesai, dia akan menganalisisnya di rumah. Jhon kembali mengunjungi toko kelima yang ada di catatan. Mobilnya berhenti di seberang sebuah toko kecil dekat dengan sekolah. Jhon memarkirkan mobil tersebut kemudian turun. Sebelum mendatangi toko, Jhon menghampiri seorang wanita yang sedang duduk di dekat sekolah itu. “Permisi, Bu, boleh saya duduk?” tanya Jhon menunjuk ke arah samping wanita yang sedang duduk di kursi. “Ya, silakan!” “Terima kasih!” “Sama-sama.” Jhon duduk kemudian melihat ke arah pohon yang ada di sana, suasana menjadi rimbun dan sangat nyaman. “Ibu asli orang sini?” tanya Jhon. “Ya, rumah saya di sana.” wanita itu menunjuk ke arah minimarket. “Pemilik minimarket?” “Bukan, sebelahnya.” “Oh, haha, maaf.” “Ya, tidak masalah. Kau sedang apa di sini?” “Ya, saya sedang mencari tukang sepatu.” “Tukang sepatu? Itu di samping sekolah ada.” “Oya? Wah, kebetulan sekali. Toko lama atau baru buka ya, Bu?” “Sudah lama, sejak dulu dan sampai sekarang masih bertahan.” “Oh, apa jahitannya bagus?” “Bagus! Sekolah ini selalu menempah sepatu dengannya setiap tahun. Cucu saya juga punya satu hasil jahitannya, bagus dan kuat.” “Ah, syukurlah, bisa jadi rekomendasi baru untuk saya.” “Iya, coba saja ke sana, mungkin cocok.” “Iya, Bu, terima kasih atas informasinya. Pemiliknya pria atau wanita?” tanya Jhon lagi. “Pria, seumuranmu.” “Oya, masih muda ternyata.” “Eh, tunggu, sepertinya lebih tua dia. Haha!” wanita itu malah tertawa. "Aku bercanda, pria itu memang sudah tua." Jhon pun tersenyum. “Kalau begitu saya coba ke sana.” “Ya, kalau masuk hati-hati, di depan tokonya banyak paku.” “Oh, iya, Bu!” Jhon pun mengernyit sedikit karena dibilang banyak paku. Kenapa bisa banyak paku? Bukankah benda itu bisa membuat pembeli terluka? tanyanya dalam hati. Jhon lebih waspada karena sudah mendengar ucapan wanita tadi. Namun, setelah di datangi ke toko, Jhon tidak melihat ada satu pun paku di sana. Terheran-heran sudah pasti, tujuan wanita itu memberi peringatan untuk apa? Jhon masuk ke dalam toko kecil yang penuh dengan sepatu. Banyak juga koleksinya, bagus-bagus kelihatannya, gumam pria yang sedang melihat isi dalam toko. Tentu saja seperti itu, Jhon! Toko yang kau datangi memang menjual sepatu. Seorang pria bertopi menatapnya dari balik meja kerja. Jhon belum menyadari itu hingga sebuah dehaman terdengar dan membuat Jhon menoleh. "Cari apa?" tanya pria dengan puntungan cerutu masih menempel di bibir. "Ahaha, melihat sebentar boleh kan? Kalau ada yang bagus, akan aku ambil." "Ya, silakan!" "Anda yang punya toko?" tanya Jhon. "Hmm, kenapa?" tanyanya ketus. Astaga, paku yang dimaksud wanita itu mungkin cara bicaranya yang tajam, pada orang yang baru saja ketemu sudah sedingin itu, gumamnya lagi dalam hati. Jhon menoleh dan tersenyum, sambil memperhatikan wajahnya yang tidak punya bekas luka. Tersirat rasa kecewa di d**a sebab pencariannya gagal. Namun, saat seorang pria keluar dari ruangan belakang toko membawa kotak-kotak sepatu, mata Jhon sedikit terbelalak. Alasan yang paling tepat karena dia melihat pria bertubuh besar dengan bekas luka di wajahnya. Tepat di kanan dan sepanjang yang seperti dipaparkan tim Light, dari arah mata sampai ke telinga. Jhon berusaha tenang dan mengambil salah satu sepatu itu. "Ah, Bung!" sapanya membuat pria itu menoleh. Jhon memindai setiap lekuk wajahnya dan mencoba mengingat wajah pelaku yang telah dirilis tadi. Sepertinya mirip. "Ada apa?" tanya pria itu. "Kau bawa model yang bagaimana itu? Apa aku boleh lihat?" tanya Jhon. "Oh, boleh." Jhon yang sedang memegang botol minum dengan posisi diselipkan ke lengan kirinya itu langsung mengambil kotak itu kemudian meminta pria tersebut memegang botol minumnya dengan alasan takut pecah. Jhon melihatnya sebentar, melirik ke arah botol kaca yang sudah dipegangnya. Sidik jari pria itu telah dapat, tinggal mencari informasi lebih dari sidik tersebut. "Oh, model seperti ini aku sudah punya. Terima kasih," ucapnya kemudian menaruh kotak-kotak itu di atas meja kemudian mengambil botolnya dengan hati-hati. "Oke, tidak masalah," sahut pria itu kemudian pergi membawa kotak-kotak sepatu yang tadinya dia peluk. Pria si pemilik toko pun berdiri dan melihat sikap Jhon yang membuatnya kesal. Jhon mencium gelagatnya kemudian mencari ide untuk mengatakan sesuatu atas perilakunya tadi. "Boleh saya lihat yang itu?" tanya Jhon ke arah sepatu yang ada di rak dekat dengan pria itu. Spontan ditolehnya ke posisi tujuan jari Jhon dan langsung tersenyum. "Boleh, ini koleksi terbaik dariku." Jhon pun menghembuskan nafas lega saat pria itu sibuk mengambil sepatu, Jhon langsung menyarungi botol minumnya dengan plastik yang ada di sana dan mengikatnya erat. "Aku jamin kau tidak akan menyesal mengambil sepatu ini," ujar pria itu. "Woah, sangat bagus!" "Ya, kau harus mengambilnya." Jhon tampaknya salah pilih, dari ekspresi pria itu, dia menduga harganya sangat tinggi, tetapi demi informasi pria tadi, Jhon bernegosiasi. "Boleh lihat nomor 43?" "Boleh, tunggu aku ambilkan." Pria itu sedikit memanjat rak dengan kursinya. "Kau punya berapa karywan?" tanya Jhon. "Ya, hanya ada dua. Pria tadi dan seorang wanita." "Ah, begitu. Sudah lama mereka bekerja denganmu?" "Sudah, Donelo lebih lama dari Erika," jawab ya. Jhon mengantongi namanya. "Oh, kalau begitu dia pasti sudah bisa menguasai pembuatan sepatu-sepatu ini, haha ...." Pria itu pun tersenyum. "Terkadang aku memang memintanya membuatkan sepatu saat tangan atau kesehatanku menurun." "Wah, keren!" pujinya. Pria itu memberikan kotak sepatu berisi sepatu yang pas dengan nomor kakinya. Jhon mencobanya dan merasa kagum. Terlihat berat, tetapi ternyata sangat ringan. "Wah, bagaimana bisa seringan ini?" tanya Jhon. "Haha, kau kira ini berat?" "Ya, sangat ringan ternyata." Pria itu tertawa terbahak-bahak, terdengar menyenangkan. "Itu adalah teknik dalam pemilihan bahan. Meski sol tebal, tetapi tetap ringan." "Pakai bahan apa?" tanya Jhon. "Sol EVA namanya." Jhon tersenyum bingung. Jujur dia tidak tahu masalah sol sepatu, tetapi dia akan coba mengingat dan mencari literatur tambahannya di rumah. Beberapa menit kemudian. Jhon masuk ke mobilnya, memotret depan toko dan juga sekitarnya. Sebelum keluar dari toko, Jhon juga meminta foto bersama sebagai kenang-kenangan. Jhon melaju dari lokasi itu dan segera mendatangi tempat lain untuk lebih memastikan dugaannya yang begitu kuat pada pria yang sudah ditemuinya secara langsung itu. Ponsel yang ada di kantong, dia keluarkan dan langsung menghubungi Acer. "Kau di mana? aku butuh bantuanmu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN