Datang Bulan

2065 Kata
Carla tiba-tiba ingat bahwa dirinya yang lebih berkuasa daripada Dareen karena dialah ahli waris, Dareen hanya orang kepercayaan ayahnya. Dia berpikir bahwa Dareen akan menguasai hartanya dengan memanfaatkan keadaan dirinya yang hilang ingatan.   “Kenapa anda mengancam saya, Tuan Dareen? Apa anda lupa bahwa saya adalah pewaris seluruh harta kekayaan ayah saya,” sinis Carla.   Dareen tersenyum ke arah Carla, “Apa anda lupa dengan surat warisan itu?”   “Saya punya hak penuh atas harta anda sebelum anda menikah,” lanjutnya lagi.   Carla terdiam, dia memikirkan  siapa lelaki yang bisa diajaknya kerja sama untuk menyingkirkan Dareen. Kelakuan Dareen membuatnya kesal, dia ingin segera lepas dari lelaki itu. Ingatannya tertuju dua lelaki yang dia temui setelah kecelakkan, satu-satunya lelaki yang dia percaya adalah Samuel, tapi keberadaan Damian perlu dipertimbankan.   “Oke, saya akan segera menikah, selanjutnya anda harus mengembalikan hak saya sebagai ahli waris,” tegas Carla.   Dareen tersenyum tenang, lelaki itu bahkan tidak terusik dengan ucapan Carla, lalu dia keluar meninggalkan gadis itu tanpa menanggapi ucapan Carla.   “Tuan Dareen!” panggil Carla. Lelaki itu menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah Carla.   “Apa yang anda inginkan dari saya?” tanya Carla.   “Saya hanya menjalankan tugas Tuan Besar, Nona.”   “Saya yakin ayah saya pasti tidak akan suka anda memperlakukan saya seperti ini.”   Dareen tidak menanggapi ucapan Carla, lalu dia keluar dari kamar itu. Ada hal yang lebih penting yang harus dia selesaikan dari pada mendengarkan ocehan gadis itu.   Carla mendengus kesal, dia lalu menghempaskan tubuhnya di ranjang. Dia mengambil poselnya untuk menghubungi Samuel, dia harus segera bertindak sebelum Dareen berbuat lebih jauh. Dia mengusap layar ponselnya mencari  nomor ponsel Samuel, tapi dia tidak menemukannya. Carla merasa heran, seharusnya orang sepenting Samuel nomor ponselnya dia simpan.   Satu-satunya nomor yang tersimpan di ponselnya dari ketiga lelaki itu adalah nomor Damian. Meskipun dia tidak ingat lelaki itu, tapi pengakuan lelaki itu sebagai calon suaminya  menjadikannya salah satu kandidat calon suaminya. Dia lalu membuka galeri foto di ponselnya, dia melihat satu persatu  foto di ponselnya. Air matanya luruh saat dia melihat foto-foto kedua orang tuanya.   Carla tidak melupakan wajah kedua orang tuanya, tapi dia melupakan banyak momen penting yang seharusnya dia ingat. Kepalanya selalu sakit jika dia terus mengingat masa lalunya. Dia merasa menjadi orang asing apalagi dia tidak tahu siapa saja saudara atau orang dekatnya.   Carla ,menghentikan jarinya lalu memperbesar layar ponselnya dengan kedua jarinya. Sebuah foto kebersamaannya dengan Damian, terlihat jelas dirinya tersenyum bahagia bersama lelaki itu. Dia heran kenapa tidak mengingat perasaannya, seharusnya meskipun dia hilang ingatan perasaan cintanya masih ada seperti perasaannya pada kedua orang tuanya.   “Apa aku harus melanjutkan pernikahanku lagi? Tapi kalau ternyata Damian bukan orang baik bagaimana? Lalu Dareen sebenarnya benar orang baik atau hanya memanfaatkan keadaanku saja?” batin Carla. Dia semakin bingung dengan semuanya dan harus melakukan apa, sedangkan dirinya tidak tahu orang-orang disekelilingnya itu seperti apa.   “Ayah … ibu … kenapa kalian meninggalkan aku secepat ini?” keluhnya. Carla pun menangis meratapi nasibnya yang tidak berpihak itu.   ***   “Tuan, berita tentang Nona Carla yang hilang ingatan tersebar di media,” ujar Frady saat dia melihat portal berita.   Dareen kaget kenapa berita itu bisa tersebar, padahal dia sudah menutupi keadaan Carla yang sebenarnya, hanya orang-orang tertentu yang tahu tentang hal itu. Dareen melihat portal berita yang ditunjukkan oleh Fredy, dia langsung mengepalkan tangannya dan memukulkan di meja.   “Cari tahu siapa yang membuat berita itu dan langsung take down . Saya tidak mau berita ini tersebar, kita harus menutupi masalah ini.” Wajah Dareen memerah, dia langsung ingat dengan orang-orang yang ada di rumah besar.   Dareen mengambil ponselnya lalu menghubungi Thomas, karena lelaki itulah yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi di rumah.   “Pak Thomas, apa ada hal mencurigakan dengan empat orang itu?” tanya Dareen saat panggilan terhubung.   “Tidak ada, Tuan, tapi mereka sangat meresahkan. Mereka berbuat seenaknya pada para pelayan.”   “Saya yakin Pak Thomas bisa mengatasi mereka. Pak Thomas awasi setiap gerak-gerik mereka karena kabar kondisi Nona Carla tersebar di media.”   “Baik, Tuan, saya akan selidiki diantara mereka siapa yang membocorkan berita ini.”   Dareen meletakkan ponselnya, dia lalu memijat kepalanya yang tiba-tiba pusing. Semalaman dia tidak tidur dan harus memikirkan keselamatan Nona muda.   “Tuan, kenapa?” tanya Fredy saat melihat Dareen yang memijat kepalanya.   “Tidak apa-apa, semalam aku tidak bisa tidur kepalaku sedikit pusing.”   “Tuan sudah bekerja keras menjaga nona muda, Tuan sebaiknya istirahat dulu,” ujar Fredy.   “Masalah berita ini biar jadi urusan saya, Tuan,” lanjut Fredy.   Dareen akhirnya meninggalkan Fredy menuju lantai atas , dia ingin memejamkan matanya walau sebentar, ada banyak hal yang harus dia kerjakan. Dia langsung masuk ke kamar dan segera merebahkan tubuhnya. Sekilas dia melirik dengan ekor matanya, Carla sedang memegangi perutnya. Dareen bangkit lagi dan menghampiri gadis itu.   “Nona kenapa?” tanya Dareen khawatir.   “Perut saya sakit.” Carla memegangi perutnya sambil meringis kesakitan. Dia lalu merasakan ada yang keluar di area kewanitaannya. Carla segera berdiri untuk melihatnya di toilet.   “Nona, ada darah ….” Dareen panik saat melihat noda darah di rok yang dipakai Carla, dia lalu melihat bekas duduk Carla yang ternoda darah.   Carla langsung berlari ke kamar mandi untuk melihat ada apa sebenarnya dengan tubuhnya, seketika dia terduduk lemas karena banyak sekali darah dan perutnya semakin sakit.   Dareen semakin panik, dia berusaha mengingat apakah dia telah melakukan hal buruk pada Carla karena semalam mereka memang tidur satu ranjang. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya jika memang melakukan hal buruk pada gadis yang seharusnya dia jaga.   “Apa mungkin aku melakukannya tanpa sadar?” pikirnya.  Dia sendiri tidak pernah dekat dengan wanita hingga di usianya yang ke 30 tahun, dia juga belum pernah merasakan cinta, selama ini hidupnya hanya dia gunakan untuk belajar dan bekerja. Dareen semakin frustasi memikirkan itu.   “Tuan Frans, maafkan saya,” gumamnya. Dia merasa telah mengkhianati Fransisco yang begitu percaya padanya.   Dareen mengetuk pintu kamar mandi karena Carla tidak juga keluar, dia semakin takut jika memang dirinya telah menyakiti gadis itu. “Nona, Nona tidak apa-apa ‘kan?” tanya Dareen.   “Apa saya menyakiti nona?” tanyanya lagi.   Carla masih bingung apa yang harus dia lakukan, dia tahu sedang apa saat ini, tapi dia tidak tahu harus bagaimana. Carla melongokkan kepalanya di daun pintu, dia kaget saat Dareen ternyata sudah berada tepat di depan pintu.   “Nona kenapa?’ tanya Dareen dengan wajah panik.   “Sa—saya  … datang bulan.”   “Apa yang harus saya lakukan, Tuan?” tanya Carla polos, dia memang tidak pernah melakukan hal apa pun  karena semuanya sudah dilakukan pembantu, termasuk memasang pembalut.   Dareen melongo mendengar pertanyaan Carla, dia sendiri tidak tahu dengan yang dilakukan orang datang bulan, dia hanya tahu sebatas wanita mengalami menstruasi setiap bulannya. Pelajaran tentang reproduksi juga sudah dia lupakan, mana mungkin dia mengingat hal itu sedangkan dirinya lebih memikirkan hal lain ketimbang hal itu.   “Tunggu sebentar, Nona.” Dareen bergegas meninggalkan kamar itu untuk mencari bantuan. Dia berlari ke lobi. Kini kakinya sudah tidak menginjak air lagi karena air sudah menyusut.   Para pekerja mengepel lantai yang semalam digenangi air, dia berjalan pelan karena lantai sangat licin. Saat melihat Fredy, dia langsung menghampiri lelaki itu.   “Ada apa tuan?” tanya Fredy saat melihat Dareen menghampirinya dengan wajah panik.   “Apa yang dibutuhkan wanita datang bulan?” tanya Dareen.   Fredy mengerutkan keningnya, dia mengira bahwa Carla yang sedang datang bulan. Dia merasa kasihan dengan Dareen yang pasti begitu kerepotan mengurus nona muda. “Pembalut, Tuan.”   Dareen langsung meninggalkan Fredy dan tergesa mencari pembalut. Air hujan sudah surut sehingga dia sudah bisa melewati jalan dengan mobilnya. Beberapa kali dia berpapasan dengan orang-orang yang berlalu-lalang membawa karung. Dareen akhirnya bertanya pada salah satu orang yang dia temui.   “Mau ke mana, Pak?” tanya Dareen.   Lelaki yang sedang memanggul karung itu berhenti lalu meletakkan karung itu, “Mau menutup tanggul yang jebol.”   “Di mana, Pak?’’   “Itu, pak di seberang jalan ini,” jawab lelaki itu sambil mengatur napasnya.   “Siapa yang mengkoordinasi, Pak?’’   “Ini inisiatif warga. Mari, Pak saya duluan.” Lelaki itu meninggalkan Dareen yang masih menatap kepergiannya. Dia begitu kagum dengan para warga yang punya inisiatif mengatasi masalah itu dengan cepat, sedangkan para perusak hanya mengadakan rapat tanpa cepat memberi solusi. Sungguh dia malu dengan para warga di sana.   Dareen ingat berapa lama telah meninggalkan Carla di kamar mandi, dia lalu lekas menuju mobilnya  dan segera melajukannya untuk mencari minimarket terdekat.   Tidak jauh dari penginapan itu, dia menemukan dua minimarket yang jaraknya berdekatan. Dareen turun dari mobilnya dan langsung masuk.   “Selamat datang.” Seorang pramuniaga menyapa ramah dan menunduk hormat pada Dareen.   “Saya mau cari pembalut, bisa minta tolong dicarikan?” tanya Dareen.   “Mari, Pak , sebelah sini.” Pramuniaga itu mengantar Dareen menuju rak yang penuh dengan pembalut dengan berbagai merk.   “Biasanya, pakai merk apa, Pak?”   “Apa saja yang penting bisa dipakai,” jawab Dareen singkat sembari matanya melihat-lihat berbagai merk pembalut yang baru sakali ini dia melihatnya.   “Yang ada sayapnya atau tidak, Pak?” tanya pramuniaga itu lagi.   “Sayap? Buat apa? Saya cari pembalut yang bisa dipakai. Yang biasa mbak pakai juga nggak pa-pa.” Dareen sudah kesal dengan pertanyaan pramuniaga itu, dia menggerutu soal sayap yang dimaksud, sedangkan dirinya tidak tahu sama sekali dengan ucapan pramuniaga tersebut.   Pramuniaga itu mengambilkan salah satu merek pembalut yang biasa dia pakai, dia merasa tidak enak pada Dareen yang Nampak kesal.   “Celana dalam ada, Mbak?”   “Ada pak, sebelah sini, ukuran berapa?”   Dareen mengusap wajahnya kasar, dia sendiri tidak pernah membeli barang-barangnya sendiri apalagi harus membeli barang milik orang lain, apalagi untuk Carla. Ibunya sudah membelikan apa saja yang dia butuhkan.   Dareen menatap pramuniaga itu dari atas sampai bawah. Postur wanita itu tidak jauh dari postur tubuh Carla. Tatapan Dareen membuat Pramuniaga itu salah tingkah, dia lalu sedikit menjauh dari Dareen.   “Carikan seperti yang biasa Mbak pakai,” jawab Dareen.   Dengan canggung, pramuniaga itu mengambilkan kotak yang berisi tiga buah celana dalam sesuai ukurannya lalu dia menunjukkan pada Dareen, “Cari apa lagi, Pak?’’   “Itu saja.”   ***   Dareen segera kembali ke penginapan, dia mencari Fredy  sebelum kembali ka kamar.  Dia pasti akan butuh banyak waktu mengurus Carla jika sudah berada di kamar.   “Fredy!”   “Iya, Pak.” Frady menghampiri Dareen yang  terlihat tergesa menghampirinya.   “Kamu lihat warga yang sedang bekerja menutup bendungan yang jebol, kamu beri mereka uang sebagai ganti rugi.”   “Iya, Pak. Saya segera ke sana.”   “Pastikan tidak ada pihak yang dirugikan,” tegas Dareen.     Setelah memberi perintah pada Fredy, Dareen segera menemui Carla. Sudah hampir 30 menit dia meninggalkan gadis itu.   “Nona, apa anda baik-baik saja?’’ tanya Dareen sembari mengetuk pintu kamar mandi.   “Kenapa anda lama sekali,” sahut Carla lemas. Dia sudah kedinginan karena berada di kamar mandi terlalu lama.   “Maaf, Nona.”   Carla membuka pintu kamar mandi, kulit putih wajahnya semakin terlihat pucat. Dareen memberikan pembalut dan celana dalam yang dibelinya tadi. Carla mengambilnya dan masuk lagi dengan mengunci pintu kamar mandi itu.   Carla membuka pembalut lalu membebernya, dia tidak tahu bagaimana memakainya. Dia baca lagi keterangan di bungkus pembalut itu, tapi dia tetap tidak mengerti. Dia akhirnya keluar lagi, “Tuan, saya tidak bisa memakainya.”   “Apa? Nona yakin tidak bisa?”   Carla mengangguk lemah, dia merasa seperti orang yang tidak berguna karena soal sepele itu saja tidak tahu.Sedangkan Dareen meraup kasar wajahnya frustasi. “Lalu, apa yang anda bisa, Nona?” tanya Dareen kesal.   Carla menunduk, dia sendiri bingung kenapa dia sebodoh itu, tapi dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. “Tolong lihat di internet cara pakainya, saya sudah kedinginan di sini, Tuan,” pinta Carla dengan wajah memelas.   Dareen segera membuka ponselnya untuk mencari tahu bagaimana cara memakai pembalut, setelah dia menemukannya, dia langsung meminta celana dalam dan juga pembalut yang dia berikan tadi. Dia pun memasang pembalut itu ke celana dalam lalu memberikannya pada Carla. Dia tersenyum geli saat ingat pramuniaga itu menanyakan soal pembalut bersayap atau tidak, dia baru tahu setelah memasang pembalut untuk Carla. Dia pun juga merasa geli, seorang asisten pribadi juga bertugas memasangkan pembalut untuk anak presdir. Sungguh kehidupan apa yang dijalaninya saat ini.   Suara dering ponselnya mengagetkan lamunannya, dia langsung menerima panggilan dari Thomas. “Ada apa, Pak?”   “Ada masalah di rumah besar, Tuan.”  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN