Dareen memutuskan saat itu juga akan kembali, jika kepala pelayan di rumah besar sudah menghubunginya berarti ada masalah besar di sana.
“Nona, apa anda baik-baik saja?” Dareen mengetuk pintu kamar mandi karena gadis itu sudah terlalu lama di dalam.
Knop pintu pun terbuka, gadis itu sepertinya masih bingung, dia menatap Dareen seperti ingin mengatakan sesuatu. “Tu—tuan … bagaimana dengan pakaian saya?” tanya gadis itu sambil menunjukkan noda darah di roknya.
“Tunggu sebentar, Nona.” Dareen langsung keluar dari kamar untuk mencari pelayan di penginapan itu , dia ingin memastikan kalau pakaian Carla sudah dibersihkan.
“Tuan, ada apa?” Edward bertanya khawatir saat berpapasan dengan Dareen. Pertemuan dengan Dareen membuat mereka semua khawatir, apalagi lelaki itu selalu berwajah tegang.
“Saya mencari pelayan yang tadi pagi mengantar makanan,” jawab Dareen.
“Saya panggilkan, Tuan.” Edward lekas mencari pelayan itu, dia takut jika Dareen menunggunya terlalu lama. Kejadian demi kejadian di sana membuatnya tidak enak dengan Dareen dan juga Carla, seharusnya pemilik perusahaan tidak mengetahui masalah yang terjadi di sana, hal ini membuatnya begitu malu. Ya, seharusnya sudah tidak ada hal buruk terjadi saat peresmian pabrik.
Dareen menemui Fredy agar menyiapkan kepulangan mereka nanti, setelah itu Dareen meninggalkan Fredy dan kembali mencari pelayan itu. Fredy mereka menyiapkan sopir untuk Dareen dan Carla, dia tahu betul kalau saat ini Dareen begitu lelah. Dia akan memastikan perjalanan ke kota tidak ada kendala.
Pelayan berusia lebih dari separuh abad itu bergegas menemui Dareen sambil membawa pakaian Dareen dan Carla yang sudah dicuci kering. Dia lalu memberikan pakaian itu pada Dareen.
“Terima kasih, Pak,” ucap Dareen, kemudian dia mengambil uang di dompetnya lalu mengambil sejumlah uang dan diberikannya pada pelayan itu.
“Banyak sekali ini, Tuan.”
“Tolong diterima, ya, Pak. O, iya, di sprei ada noda darahnya, tolong segera bapak bersihkan,” ujar Dareen sopan, dia memang selalu diajari berlaku sopan dan bertanggung jawab oleh orang tuanya. Kemudian dia meninggalkan dua lelaki itu yang masih menduga-duga yang telah terjadi antara Dareen dan Carla. Akhirnya mereka memikirkan apa yang kemungkinan orang lain pikirkan, seperti itulah orang kaya dengan segala yang mereka miliki hingga dengan mudah melanggar norma.
Dareen segera menemui Carla dan memberikan pakaian itu pada Carla agar segera mengganti pakaiannya, dia lalu membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya. Carla masih duduk di sofa sambil memainkan ponselnya, dia masih berusaha mencari tahu tentang kehidupannya.
“Nona, kita pulang sekarang, sepertinya ada masalah di rumah,” ujar Dareen sembari merapikan rambutnya. Carla menatap lelaki itu tanpa berkedip, dia masih memikirkan siapa sebenarnya lelaki itu dan apa yang direncanakan lelaki itu.
Dareen menoleh saat menyadari Carla menatapnya tak berkedip, dia pun mengerutkan dahinya lalu mendekati Carla. “Apa, Nona terpesona dengan saya?” tanya Dareen.
Carla segera memalingkan wajahnya, dia tersenyum sinis, “Mana mungkin saya terpesona dengan lelaki angkuh seperti anda, Tuan.”
“Jangan sampai, anda menyukai saya, Nona. Saya tidak akan tertarik pada anda.”
“Tuan Dareen, kenapa anda sombong sekali. Saya ini cantik, justru anda yang akan tertarik pada saya. Kalaupun sudah tidak ada lelaki lagi di dunia ini, saya tidak akan menyukai anda, TUAN!” Carla menghentakkan kakinya lalu dia meninggalkan Dareen yang masih menatapnya dengan senyuman misterius. Dia juga bergidik membayangkan jika harus menjadi pendampin Carla, menjadi asistennya saja dia sudah dibuat kesal apalagi kalau sampai menjadi pendamping gadis itu. Dia lebih memilih sendiri selamanya daripada bersama gadis itu. Dia berharap Carla segera menemukan calon suami yang baik sehingga pekerjaannya akan lebih mudah.
***
Mobil sudah disiapkan untuk kembali ke kota, Dua mobil mengawal mobil mereka. Sopir sudah bersiap menunggu mereka keluar.
Sopir itu langsung membukakan pintu mobil saat Carla datang, gadis itu segera masuk ke mobil, dia ingin segera pulang, dia ingin menikmati tidurnya tanpa terganggu. Semalaman tidak tidur membuatnya begitu lelah, apalagi kondisinya belum begitu sehat.
Dareen juga masuk ke jok belakang, dia tidak bisa membiarkan Carla sendirian di jok belakang. Carla hanya melirik sinis pada Dareen yang ikut masuk ke jok belakang.
Mereka melewati jalanan yang masih ada genangan air, Dareen masih menyayangkan atas kecerobohan itu, dia masih memikirkan apa yang harus dia lakukan agar daerah itu tidak lagi terdampak banjir.
“Kemarin sepertinya jalanan masih bagus, sekarang kenapa berlubang-lubang,” ucap Dareen saat beberapa kali mobil melewati lubang.
“Mungkin karena banjir semalam, Tuan.” Jawab sopir itu.
“Apa kita yang membuat daerah ini banjir?” sahut Carla saat mendengar obrolan Dareen dan sopir itu.
“Mungkin juga, Nona,” jawab Dareen.
“Kenapa perusahaan tidak segera mengatasinya dan memberi ganti rugi?”
Dareen tersenyum, dia lega ternyata Carla punya pemikiran seperti Fransisco, selama ini dia mengira bahwa Carla adalah gadis manja dan tidak peduli sekitar, seperti itulah yang dia tahu tentang Carla.
“Kami sudah menanganinya, Nona.”
Carla mengangguk lega, dia mengubah pemikirannya tentang Dareen, dia yakin Dareen orang baik . Dia percaya jika ayahnya tidak mungkin memilih orang yang salah.
Setelah melewati hampir dua jam perjalan, mereka akhirnya sampai di rumah besar. Para pelayan segera melakukan tugasnya masing-masing. Carla segera disambut oleh pelayan yang membawakannya payung dan mengantarnya hingga di depan pintu, lalu dia disambut Marry–pengasuhnya.
Carla merasakan kasih sayang para pelayan itu begitu tulus, dia merasa lega karena orang tuanya masih meninggalkan harta yang banyak sehingga dia tidak perlu repot menghidupi dirinya, ayahnya juga mempekerjakan orang-orang yang baik sehingga dia merasa sangat dilindungi.
“Tuan, sudah ditunggu di ruang pemeriksaan,’’bisik pelayan itu.
Carla menoleh ke arah Dareen, dia curiga ada sesuatu yang terjadi karena suasana rumah tidak seperti saat dia tinggal kemarin. “Ada apa?” tanya Carla.
“Ada masalah besar, Nona.” Dareen berjalan menuju ruang pemeriksaan, dia harus segera menyelesaikan masalh itu sebelum semuanya semakin rumit.
Carla mengikuti Dareen, dia ingin tahu masalah apa yang telah terjadi. Empat orang yang mengaku sebagai orang dekatnya berada di sana dengan wajah takut, sedangkan Thomas menatap keempatnya bergantian. Friska terlihat menangis dipeluk ibunya.
“Kak Carla, aku dijebak, tolong percaya padaku.” Gadis itu langsung menghampiri Carla dan memeluknya, dia menangis tersedu.
“Lepaskan pelukan Nona. Anda tidak boleh melakukan ini pada Nona Carla.” Salah satu pelayan mencekal lengan Friska dan menariknya kasar.
“Nona tidak apa-apa ‘kan?” tanya pelayan itu.
“Jangan kasar, biarkan dia duduk,” ujar Carla. Dia lalu berjalan mendekati mereka dan duduk di sofa single yang ada di ruangan itu. Dareen juga duduk di sebelah Carla.
“Nona Friska yang menyebar berita itu, Tuan.” Thomas memberikan bukti-bukti keterlibatan Friska atas berita itu.
Dareen melihat bukti yang diberikan Thomas, wajahnya langsung memerah dan menatap tajam Friska. Gadis itu mendekati ibunya lalu bersembunyi di belakang ibunya.
“Tuan, anak saya difitnah. Laki-laki ini yang sudah memfitnah Friska.” Sabrina menunjuk Damian dengan wajah yang memerah. Sejak tadi mereka menuduh Damian yang melakukannya.
Damian tersenyum tenang dia lalu mendekati Carla dan berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Carla yang duduk di sofa. “Buat apa saya memfitnah mereka dengan menyebar berita tentang kamu, Sayang. Saya adalah orang pertama yang akan melindungimu.” Ujar Dareen sembari memegang tangan Carla dan mencium punggung tangan gadis itu penuh cinta.
Carla membiarkan Damian melakukannya, dia ingin melihat seperti apa hubungannya dulu dengan Damian meskipun sedikitpun dia tidak merasakan getaran dalam dadanya saat bersama lelaki itu.
Dareen melirik sekilas lalu memalingkan wajahnya, dia masih mempelajari bukti yang didapat. Setelah melihat bukti-bukti dan juga mempertimbangkan keberadaan Sabrina yang tiba-tiba muncul di kehidupan Carla akhirnya dia mengambil kesimpulan.
“Bagi siapapun yang melanggar aturan di rumah ini, kalian harus keluar dari rumah ini atau kalian akan kami jebloskan ke penjara,” tegas Dareen.
“Tapi, Tuan, Friska tidak bersalah, dia tidak mungkin melakukan itu karena dia sangat menyayangi Carla.” Sabrina berusaha membela putrinya, sedangkan Nathan seolah tidak peduli dengan adiknya.
“Sekarang juga, Anda pergi dari rumah ini!” Dareen menatap gadis itu penuh amarah, padahal selama ini tidak ada yang berani melanggar aturan di rumah itu.
“Tuan, saya mohon, buka Friska yang melakukannya, ini jebakan.”
“Carla, kamu percaya sama tante ‘kan? Tante ini sahabat ibu kamu, mana mungkin Tante berbuat jahat sama kamu.” Sabrina terus mencari pembelaan, dia berusaha meyakinkan Carla agar Friska tidak pergi dari rumah itu.
“Keputusan saya tidak bisa diganggu gugat, cepat kemasi barang-barang kamu dan segera angkat kaki dari rumah ini.”
Friska berjalan ke aras Carla, dia lalu bersimpuh di kakinya. “Kak, kamu percaya padaku ‘kan? Aku tidak akan melakukan hal itu, aku sangat menyayangi, Kak Carla.”
Dareen tersenyum sinis, dia tahu betul seperti apa orang-orang itu, dia yakin air mata itu adalah air mata palsu. Sejak awal melihat wanita itu, Dareen sudah punya pikiran buruk tentangnya. Dia memang pernah melihat beberapa kali wanita itu bersama Maria—ibunya Carla, tapi sudah lama juga wanita itu tidak terlihat bersama Maria.
Kepergian Fransisco memang banyak meninggalkan masalah yang belum selesai, termasuk pernikahan Carla dengan Damian. Dareen masih ragu karena saat detik-detik kecelakaan Fransisco menghubunginya dan ingin mengatakan sesuatu.
“Silahkan Nona meninggalkan rumah ini, atau Nyonya dan tuan Nathan juga bisa ikut angkat kaki dari rumah ini,” tegas Dareen.
“Saya tidak tahu apa-apa dengan masalah ini, Tuan.Kenapa saya juga harus ikut menerima hukuman ini, seharusnya Friska saja yang meninggalkan tempat ini,” ucap Nathan.
“Nathan, Friska itu adikmu, kenapa kamu tidak membelanya,” kesal Sabrina sembari menatap tajam putranya.
“IBU …siapa pun yang salah harus mendapatkan hukuman, aku tidak akan membela orang yang salah sekalipun itu adikku sendiri,” tegas Nathan.
“Nathan, seharusnya kamu membelanya karena dia tidak bersalah!”
Mendengar perdebatan ibu dan anak itu, Dareen hanya mendengus kesal, dia lalu menggebrak meja karena sudah terlalu lelah dengan masalah yang terjadi, apalagi sejak kemarin dia sudah dibuat susah oleh Carla.
Semua orang yang berada di sana terdiam, Sabrina yang sejak tadi terus saja membela putrinya ikut terdiam. Dareen memang punya wibawa seperti Fransisco, dia juga cukup disegani oleh semua pelayan di rumah itu, dia juga memang diberi kuasa penuh oleh Fransisco.
“Tuan, saya mohon, tolong selidiki masalah ini. Saya tidak melakukan itu,” pinta Friska.
“Kak Carla, tolong percaya sama saya,” ujarnya lagi.
Carla menatap Friska, dia melihat kejujuran di mata gadis itu, dia yakin Friska tidak melakukan hal itu. Terlihat jelas Friska hanya gadis yang tidak terlalu serius, dia hanya gadis biasa yang hanya ingin hidup mewah, begitu yang dilihat Carla sejak gadis itu tinggal di rumahnya.
“Tuan Dareen, biarkan dia tetap di sini, masalahnya sudah selesai ‘kan?” Carla mengambil keputusan dia merasa ada yang lain dalam hatinya saat melihat Friska.
“Kalau itu keputusan Nona, saya tidak ikut campur lagi.” Dareen lalu berdiri meninggalkan ruangan itu dengan wajah tanpa ekspresi, Carla sendiri bingung apakah Dareen kecewa dengan keputusannya atau tidak yang jelas sekarang dia tidak mempermasalahkan masalah yang menurutnya tidak besar.
“Terima kasih, Kak Carla.” Friska langsung memeluk Carla dan bergantian dengan Sabrina. Para menatap mereka dengan tatapan tidak suka, sedangkan Nathan langsung meninggalkan tempat itu.
Damian mendekati Carla lalu mengulurkan tangannya agar gadis itu segera meninggalkan tempat itu, dia sungguh muak dengan kelakuan dua penjilat itu.
“Sayang, ayo, aku antar ke atas. Kamu pasti capek ‘kan?’’
Carla menyambut tangan Damian, dia mulai menerima keberadaan Damian dan ingin memulai mengingat semua nya dengan lelaki yang dia tahu adalah calon suaminya. Dia berharap Damian bisa membantunya mengingat masa lalu karena dia tidak begitu banyak mendapat informasi dari Dareen—lelaki yang menurutnya begitu sombong. Dia juga mulai berhati-hati dengan Dareen karena dia memang tidak tahu apa-apa tentang lelaki itu.
Mereka berdua berjalan ke lantai atas dengan bergandengan tangan. Dari sudut lain, Dareen menatap mereka seolah tidak suka lalu dia meninggalkan rumah besar itu.
Pelayan membukakan pintu untuk mereka berdua, Dareen dengan lembut mengantar Carla hingga di ranjang. Mereka berdua lalu duduk berdampingan, Dareen menggenggam tangan Carla.
‘Sayang, apa Tuan Dareen tidak melakukan hal buruk padamu?” tanya Damian dengan menatap Carla khawatir.
Carla menghela napasnya, Dareen memang tidak melakukan hal buruk padanya, tapi dia sangat kesal pada lelaki itu. “Tidak, tapi aku tidak suka dengannya,” jawab Carla.
“Aku akan menjagamu, kemanapun kamu pergi aku akan ikut denganmu.” Damian meyakinkan Carla dengan menatapnya penuh cinta, dia sangat takut kehilangan gadis itu.
“Aku sangat mencintaimu, kuharap ingatanmu segera pulih dan kita segera menikah.” Damian mendekatkan bibirnya dan dia mulai mengecup bibir gadis itu.
Carla mendorong tubuh Damian, “Apa yang kamu lakukan!”