“Sayang, bukankah kita saling mencintai?’’ Damian berusaha meraih tangan Carla, dia seperti tidak percaya jika Carla menolaknya.
“Kita belum menikah!”
“Sebentar lagi kita menikah. Ayolah, kita hanya berciuman tidak lebih.” Dareen mendekatkan tubuhnya lalu dia berusaha mencuim Carla sekali lagi dan seketika Carla mendorongnya dengan sekuat tenaga hingga lelaki itu terhuyung.
“Sayang, kamu kenapa. Bukankah kita biasa melakukannya?”
“Tidak! Tidak mungkin … keluar kamu dari sini!” Carla melempari Damian dengan apa pun yang ada di dekatnya.
“Sayang, kamu jangan begini. Kita ini calon suami istri, ini hal yang wajar, kenapa kamu histeris begini.” Damian berusaha menghindari lemparan dari Carla dan dia masih berusaha menenangkan gadis itu.
Tiba-tiba Carla mengingat sesuatu, wajah Samuel terlintas di benaknya dan lelaki itu melakukan hal yang sama seperti yang baru saja Damian lakukan hingga rambutnya menutupi wajah Carla. Gadis itu terengah, semua ingatannya sekilas muncul. Wajah-wajah lelaki tersenyum menyeringai seolah telah puas menikmati tubuhnya. Ingatan itu terus saja berputar-putar hingga membuat kepala Carla mengalami sakit yang hebat.
“TIDAK …!”
“Nona, ada apa?” Thomas yang sejak tadi masih berada di depan pintu langsung masuk ke dalam kamar, dia kaget dengan barang-barang yang berserakan di lantai. Lelaki itu langsung menatap tajam Damian yang berdiri agak menjauh dari ranjang itu, sedangkan Carla masih berteriak histeris sembari memegangi kepalanya.
“Apa yang Tuan lakukan!” Thomas menatap Damian dengan wajah memerah, dia tidak akan memaafkan jika Damian menyakiti Carla, dia menyesal telah membiarkan Damian masuk ke kamar Carla.
“Aku tidak melakukan apa-apa, Carla sepertinya mengingat sesuatu.” Damian berusaha mengelak apa yang telah dia lakukan. Ya, dia memang hanya menciumnya dan tidak melakukan hal buruk, begitu yang dipikirkan Damian.
“Nona, kenapa?’’ Marry langsung ikut ke kamar Carla saat mendengar keributan, sejak Cral masuk ke kamar bersama Damian, dia memang masih menyiapkan keperluan Carla dan membiarkan Carlan bersama Damian.
“Kalian … pergi dari sini!” Carla masih berteriak histeris, mereka menjauhi Carla karena gadis itu semakin histeris. Thomas menghubungi Dareen karena dia juga tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Damian berjalan mondar-mandir, dia tidak menyangka apa yang telah dia lakukan mengakibatkan Carla histeris. Dia masih berusaha mengingat apa yang telah dialami calon istrinya itu.
Sementara itu, Dareen yang baru saja membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya baru satu menit yang lalu langsung terbangun saat ponselnya berdering. Lelaki itu memang lebih suka mendengar dering telepon klasik dari pada suara musik.
Dareen langsung bangkit dari tidurnya saat melihat panggilan dari Thomas, Perasaannya tiba-tiba tidak enak saat kepala pelayan itu menghubunginya.
“Tuan, Nona Carla histeris. Sepertinya dia ….” Dareen langsung beranjak dari tidurnya dan berlari keluar segera menuju mobilnya, dia bahkan tidak mendengar lagi ucapan Thomas. Dia begitu takut ada hal buruk yang menimpa Carla.
Dareen juga menghubungi Dokter Jodi memintanya untuk segera ke rumah besar. Dokter Jodi juga langsung berangkat menuju rumah besar, kedua lelaki itu sama-sama mengkhawatirkan Carla. Mereka punya misi yang sama, yaitu menjaga dan memastikan nona muda dalam keadaan baik. Mereka telah berjanji pada Fransisco sesaat sebelum lelaki itu menghembuskan napas terakhirnya.
Mobil Dareen dan Dokter Jodi datang bersamaan, mereka berdua langsung menuju lantai atas. Kedua lelaki itu berlari dengan wajah panik, beberapa pelayan ikut menyertai kedatangan mereka. Sedangkan dua wanita yang baru saja terbebas dari masalah menatap kedatangan mereka dengan penuh tanda tanya, tapi mereka berdua memilih tidak ikut campur.
Dareen menatap tajam Damian yang saat itu berada di depan pintu kamar Carla. Terakhir saat dia pulang, Carla bersama Damian. Dareen menatapnya dengan tatapan penuh ancaman.
Barang-barang berserakan, pecahan beling berhamburan, sedangkan pemilik kamar itu duduk meringkuk mendekap kedua lututnya.
Dengan langkah pelan Dareen mendekati Carla, “Nona.”
Carla menatap lelaki itu, dia lalu kembali histeris. “Kalian semua jahat, pergi kalian dari sini!”
Dareen langsung mendekap gadis itu yang terus saja menangis histeris, lalu dia memberi aba-aba pada Dokter Jodi agar segera menenangkan gadis itu. Dokter Jodi langsung mengambil spuit lalu menyuntikkan ke lengan Carla.
Selang beberapa detik kemudian, tubuh Carla yang meronta menjadi melemah dan akhirnya dia tidak sadarkan diri.
Dareen meletakan tubuh Carla pelan, dia juga segera merapikan pakaian gadis itu dan menutupinya dengan selimut. Dia terlihat iba melihat gadis itu, di usia yang masih sangat muda harus mengalami kepahitan hidup.
Dokter Jodi memeriksa keadan Carla lebih lanjut, sedangkan Dareen keluar dari kamar itu. Dia ingin mengetahui yang terjadi sebenarnya dengan gadis itu. Sedangkan para pelayan segera membersihkan kamar itu.
“Pak Thomas, Tuan Damian, ikut saya.” Wajah Dareen tegang, dia berjalan menuju ruang pemeriksaan agar tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka.
Kepala pelayan dan Damian mengikuti langkah Dareen dengan rasa takut, kemarahan Dareen memang akan berakibat buruk pada siapa pun yang melakukan kesalahan apalagi yang berhubungan dengan Carla..
Setelah sampai di dalam ruangan yang kedap udara itu, mereka berdua duduk di kursi dengan wajah tegang sedangkan Dareen tak kalah tegang menatap mereka berdua satu-persatu.
“Pak Thomas, anda tahu kesalahan anda?’ tanya Dareen dengan wajah yang sulit diartikan.
“Iya, Tuan. Saya telah membiarkan Nona Carla sendiri bersama orang asing. Saya salah dan saya siap menjalani hukuman,” jawabnya sembari menunduk.
“Saya bukan orang asing, saya calon suaminya.” Damian tidak terima dengan ucapan Thomas.
“Semua orang di sini adalah orang-orang yang patut dicurigai.” Dareen mendengus kesal melihat Dareen yang tidak merasa bersalah sama sekali.
“Termasuk, Anda?’’ sinis Damian dengan menatap tak suka pada Dareen, menurutnya lelaki itu terlalu berlebihan jika menyangkut Carla. Sedangkan dia tidak merasa bersalah karena yang dia lakukan bukan hal yang patut disalahkan.
“Iya, termasuk saya.” Dareen menatap tajam pada Damian, dia terlihat tidak suka dengan lelaki itu.
“Jadi kita sama. Sebaiknya anda jangan terlalu berlebihan menjaga Carla karena saya juga punya hak yang sama, atau bahkan lebih dari anda karena saya adalah calon suami Carla.” Damian membalas tatapan Dareen lalu tersenyum sinis pada lelaki itu.
“Oke. Sekarang saya mau tanya, apa yang anda lakukan pada Nona Carla?” tanya Dareen.
“Apa yang aku lakukan? Bukankah kami ini pasangan kekasih? Jadi wajar jika kami hanya melepas rindu karena lama tidak bertemu.”
“Apa yang anda lakukan pada Nona Carla?” Wajah Dareen memerah saat mendengar jawaban Damian yang seolah memanasinya.
“Saya tidak melakukan apa-apa, dia sepertinya mengalami trauma.Atau mungkin anda telah melakukan hal buruk pada Carla?” tuduh Damian disertai senyuman sinis.
“Kenapa anda seolah memutar balikkan fakta. Apa anda memang telah melakukan kesalahan, atau mungkin dulu anda telah berbuat salah pada Nona Carla?’’ sinis Dareen
“Kenapa ucapan Anda seolah menyudutkan saya, apa anda punya misi tertentu untuk menguasai harta Carla?’’ Damian mulai mengungkit hal sensitive. Siapa pun yang dekat dengan Carla bisa saja punya tujuan yang sama. Harta, bukankah itu sangat menggiurkan, pikir Damian.
“Saya akan mencari bukti tentang Anda, TUAN DAMIAN! Kuharap anda lebih berhati-hati. Pak Thomas, ikut saya, pertanggung jawabkan kesalahan anda.” Dareen meninggalkan tempat itu lalu berjalan menuju lantai atas untuk melihat Carla.
Thomas mengikuti Dareen dari belakang, dia sudah siap dengan hukuman yang akan diterimanya nanti, dia tahu harus mempertanggung jawabkan kesalahannya.
Dareen berhenti tepat di depan pintu kamar Carla, “Pak Thomas, saya harap anda lebih hati-hati dengan semua orang yang ada di sini. Hukuman anda adalah menindak tegas siapa pun yang membuat jiwa Nona terancam. Saya tidak mau kejadian seperti ini terulang lagi.”
“Baik, Tuan. Saya akan lebih berhati-hati lagi.”
“Perketat pengamanan, jangan sampai Nona Carla hanya berdua dengan salah satu dari orang asing itu,” tegas Dareen lalu dia masuk ke kamar Carla.
Dokter Jodi langsung menghampiri Dareen saat lelaki itu mendekat, dia tampak khawatir dengan kondisi Carla. “Sepertinya, Nona Carla pernah mengalami trauma. Sebaiknya, biarkan Nona Carla istirahat dulu, saya takut kalau berpengaruh pada kondisi jiwanya,” jelas Dokter Jodi.
Dareen terdiam, dia menyadari kalau dia terlalu terburu-buru meminta Carla segera aktif di kantor, dia lupa jika kondisi gadis itu belum stabil, apalagi saat di luar kota kemarin gadis itu tidak tidur semalaman. Dia juga sudah terlalu keras pada Carla.
“Sam ….” Suara Carla mengagetkan mereka berdua, mereka langsung menghampiri Carla. Dareen menatap Dokter Jodi untuk menanyakan kenapa Carla cepat siuman.
“Saya hanya memberikan dosis sedikit agar Nona bisa tenang,” jawab Dokter Jodi seolah mengerti apa yang Dareen tanyankan dalam hati.
“Nona, mana yang sakit?” tanya Dareen saat melihat Carla memegangi kepalanya.
“Aku ingin bertemu Samuel,” jawab Carla. Tatapannya terlihat kosong, dia juga tampak memikirkan sesuatu.
“Saya panggilkan, Nona.” Dareen mengambil ponselnya dari saku celananya lalu mengirim pesan pada sekretarisnya untuk menghubungi Samuel agar segera ke rumah besar.
Maya dan Mira ke kamar Carla bersama Marry setelah Dareen meminta ketiga wanita itu untuk selalu menemani Carla. Dia tidak mau membiarkan Carla sendirian bersama orang asing. “Jangan biarkan nona Carla sendirian. Jangan biarkan dia bersama orang asing tanpa kalian.”
“Baik, Tuan.”
***
Dareen masih menunggu kedatangan Samuel, dia tidak bisa meninggalkan rumah itu, dia merasa Carla dalam masalah. Kehadiran empat orang asing itu membuatnya khawatir, dia sebenarnya ingin mengusir keempat orang itu apalagi Damian, dia begitu membenci lelaki itu.
“Tuan Dareen, ingat. Kita ini sama, anda jangan sok berkuasa di rumah ini.” Damian tersenyum sinis saat mendekati Dareen yang terlihat tegang dengan berjalan mondar-mandir di depan kamar Carla.
“Saya memang punya kuasa atas kekayaan Nona Carla sebelum dia menikah.”
“Tenang saja, Tuan. Sebentar lagi, Tuan tidak perlu repot-repot mengurusi Carla karena saya sebagai suaminya akan mengambil alih kekuasaan anda dan siap-siap anda meninggalkan perusahaan Fransisco Grup.”
“Silahkan anda bermimpi, Tuan Damian,” sinis Dareen.
“Tunggu saja tanggal mainnya, Tuan!” Damian meninggalkan Dareen lalu dia keluar dari rumah itu dengan wajah kesal.
Sabrina dan Friska yang baru saja mendengar tentang kondisi Carla tersenyum saat melihat wajah kesal Damian, mereka berdua sangat membenci lelaki itu. “Aku yakin, dia ingin menguasai harta Carla. Dia bukan orang baik,” ujar Friska pada ibunya.
“Bukan hanya dia, tapi Dareen juga. Ibu ingin membuat lelaki itu enyah dari kehidupan Carla,” sahut Sabrina.
“Lelaki itu lebih berbahaya dari siapa pun yang ada di rumah ini. Kita harus mencari cara untuk menyingkirkan lelaki itu.” Nathan ikut menanggapi percakapan adik dan juga ibunya.
“Kamu ini bisa apa. Membela adikmu saja kamu tidak mau,” kesal Sabrina.
“Apa, Ibu lupa siapa saya?” Nathan tersenyum sinis, dia lalu meninggalkan dua wanita itu seolah tidak peduli dengan keadaan di rumah besar itu.
Tak lama kemudian, seorang lelaki bertubuh jangkung dengan rambut hampir sebahu masuk ke rumah dengan diantar pelayan, dia langsung mendapat sambutan dari Dareen. “Temui Nona Carla, tapi jangan sampai anda membuat dia sedih,” ucap Dareen dengan nada mengancam.
“Iya, Tuan.” Samuel menjawab dengan gugup, sepertinya dia takut dengan Dareen. Bagaimana pun juga Dareen adalah orang penting di perusahaan, sedangkan dia hanya karyawan biasa di perusahaan milik Frans.
Thomas mengantar Samuel untuk masuk ke kamar Carla, sedangkan Dareen memilih ke ruang kerja milik Frans. Ruang kerja yang hanya dia yang diperbolehkan masuk. Ada banyak hal yang harus dia selesaikan, apalagi kondisi Carla yang masih belum pulih.
“Carla.” Samuel mendekati gadis itu, dia menarik kursi dan mendekatkannya di ranjang tempat Carla berbaring.
“Sam, aku ingin bertanya,” ucap Carla. Dia bangkit dari tidurnya dan bersandar di ranjang dengan dibantu oleh Marry.
“Tentang apa?’’ tanya Samuel. Lelaki itu sepertinya merasa tidak nyaman dengan ketiga wanita di sana.
“Bagaimana hubungan kita dulu?’’
Samuel seperti kaget, dia lalu berusaha tenang dan tersenyum tulus pada Carla. “Kita ini sahabat sejak kecil,” jawabnya.
“Hanya sahabat? Apa kamu tidak pernah menyukaiku sebagai wanita?’’ tanya Carla dengan mata menyelidik.
Wajah Samuel terlihat tegang, tapi lelaki itu berusaha bersikap tenang dengan senyum yang selalu tersungging di bibirnya, senyum yang tidak pernah dilihat oleh Caral pada diri Dareen maupun Damian.
“Aku sangat menyayangimu, tidak mungkin aku menyukaimu karena cinta terkadang saling menyakiti. Aku tidak bisa menyakitimu,” jawab Samuel. Tangannya mengusap rambut Carla dengan lembut, gadis itu tersenyum seolah mendapatkan ketenangan.
“Ada yang ingin aku tanyakan lagi. Kenapa nomor ponselmu tidak ada di kontak ponselku?’’
“Damian itu pencemburu, dia pasti sudah menghapus nomor ponselku.”
Satu hal yang membuat Carla yakin bahwa dia lebih percaya Samuel dari semua orang yang ada di rumah itu karena ucapan Samuel yang paling bisa membuatnya percaya. Dia juga mengingat lelaki itu bersama kenangan masa kecilnya.