Pewaris Tunggal

1111 Kata
Brakk! Carla menggebrak meja, dia kemudian berdiri dan meninggalkan meja makan itu. Mendengar perdebatan mereka, membuatnya tidak berselera makan. "Ada apa, Nona?" tanya Thomas saat melihat Carla meninggalkan meja makan. "Tidak apa-apa, Pak. Aku hanya tidak suka ada keributan di rumah ini," keluh Carla. Dia memang sudah tidak nyaman saat satu persatu dari empat orang itu berada di ruang makan. "Apa saya perlu mengusir mereka?" tanya Thomas. Baginya Yang terpenting adalah menjaga dan memberikan kenyamanan pada Carla. "Tidak usah, Pak, lagian rumah ini terlalu besar untuk aku tempati sendiri," ujar Carla. "Sayang, kamu kenapa?" Damian mengejar Carla yang berjalan menjauhi ruang makan. "Kembalilah, aku hanya ingin sendiri dulu," ujar Carla. Damian membiarkan Carla, dia yakin Carla akan kembali mengingatnya dan setelah itu dia akan meminta Carla untuk mengusir tiga orang itu. Mereka bertiga bahkan tidak peduli dengan Carla, mereka masih menikmati makanannya seperti pemilik rumah. . "Selamat pagi, Nona." Dareen menyapa Carla yang sedang duduk di ruang tamu dengan menundukkan kepalanya hormat. Carla hanya melirik sekilas, dia masih kesal kenapa harus lelaki angkuh itu yang diingatnya. "Apa Nona sudah siap?" tanya Dareen. Dia berdiri sedikit menjauh dari Carla. "Siap ke mana?" tanya Carla acuh. Dia sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukan saat ini. "Hari ini rapat dengan para pemimpin perusahaan, Anda sebagai pewaris tunggal perusahaan harus menghadirinya," ujar Dareen. Dia meletakkan tas kerjanya di meja, lalu dia membuka laptopnya dan memperlihatkan pada Carla. "Ini adalah jadwal yang akan Nona jalani hari ini." Dareen menunjukkan jadwal yang telah dia buat hari ini. Carla membelalakkan matanya saat melihat jadwal itu. Lelaki angkuh itu bahkan tidak memberinya waktu untuk istirahat. "Apa-apaan ini, kamu jangan bercanda, ya,” protes Carla. Dia baru saja sembuh, tapi harus menjalani aktivitas sebanyak itu. "Apa kamu mau membunuhku pelan-pelan," geramnya lagi. "Maaf, Nona. Jadwal ini memang sudah lama ditunda karena Nona tidak segera sadar. Jadi Nona harus melakukan pekerjaan itu sekarang," tegas Dareen. Dia sudah membuat jadwal itu semalaman hingga tidak tidur. "Tapi aku ingin hidup tenang. Aku tidak bisa melakukannya," keluh Carla. Mendapat pelayanan dari para pelayan saja sudah membuatnya tidak nyaman, apalagi harus melakukan kegiatan kantor yang sama sekali tidak dia ketahui. "Nona jangan manja. Saat ini, kehadiran Nona sangat dibutuhkan di perusahaan. Suka tidak suka, Nona harus ikut saya," tegas Dareen. Dia sudah sangat kesal dengan Carla, apalagi saat ini dia sedang diburu waktu. "Apa hakmu mengatur-atur hidupku?" Carla bersedekap dengan memasang wajah sinis. Dia tidak menyangka ternyata kehidupannya tidak menyenangkan. "Saya hanya menjalankan amanat Tuan Besar. Ayo, berangkat, Nona," tegasnya lagi. Dareen melirik jam di pergelangan tangannya, dia sudah membuang waktu sepuluh menit hanya untuk berdebat dengan Carla. "Apa yang akan aku lakukan di sana, bahkan aku tidak tahu pekerjaan ayahku apa." Carla masih berusaha menolak Dareen karena dia sendiri tidak tahu apa-apa tentang kehidupannya. "Nona hanya diam dan menyaksikan saja lalu menandatangani surat-surat perjanjian. Saya yang akan menjelaskan pada Nona," jelas Dareen. Carla berpikir sejenak, akhirnya dia memutuskan untuk ikut Dareen karena dia juga merasa tidak nyaman berada di rumah, dia juga ingin tahu berapa banyak harta kekayaan orang tuanya. "Ayo, berangkat." Carla berjalan mendahului Dareen yang masih memasukkan laptopnya di dalam tas kerjanya. Beberapa pelayan dengan tugasnya masing-masing langsung membukakan pintu, salah satu dari mereka ada yang membawakan payung dan memayungi Carla. "Kehidupan yang membosankan," gumam Carla. "Apa, Nona?" Dareen bertanya saat mendengar gumaman Carla. Carla melengos, dia sangat membenci laki-laki itu sejak dulu. Seorang pelayan membukakan pintu dan menunduk hormat saat Carla memasuki mobil. Carla duduk di jok belakang, tak lama, Maya datang membawakan tas untuknya. "Terima kasih," ucap Carla. Dia segera membuka tasnya, dia ingin tahu apa saja yang dibawakan pelayan itu di tasnya. Lipstik, bedak, ponsel dan juga buku catatan kecil. Carla langsung membuka ponselnya, ada ribuan chat masuk di aplikasi hijau itu. Carla tidak berniat membacanya, dia yakin itu chat tidak penting. Dia membuka galeri yang ada di ponselnya, ada banyak sekali foto-foto dirinya dan juga orang tuanya. Air matanya luruh begitu saja saat melihat foto-foto dirinya bersama orang tuanya. Carla berusaha mengingat foto itu diambil di mana, tapi seketika kepalanya sakit saat berusaha untuk mengingatnya. "Nona kenapa?" Dareen bertanya saat melihat Carla memijat kepalanya. "Tidak, aku hanya berusaha mengingat sesuatu," jawab Carla. Semakin mencoba untuk mengingat, tapi kepalanya semakin sakit. Dareen pindah di jok belakang, dia khawatir terjadi hal buruk pada Carla. Gadis itu sangat berarti bagi perusahaan, karena dia satu-satunya pewaris perusahaan. Dareen duduk di sebelah Carla yang masih memegang keningnya. "Nona, jangan dipaksa untuk mengingatnya, biarkan ingatan itu hadir sendiri," ujar Dareen. Lelaki yang dikenal Carla angkuh itu ternyata bisa berkata lembut. Carla menatap lelaki itu, dia mencari ketulusan di matanya. Karena Carla masih begitu bingung dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. "Aku sudah baikkan. Ayo, kita berangkat," ujar Carla setelah dia merasa sakit di kepalanya berkurang. "Ayo, Pak, kita berangkat," ujar Dareen pada sopirnya. Carla masih berusaha menerima kehidupannya, jika memang dia adalah pewaris tunggal, dia harus menjalankan amanah yang ditinggalkan ayahnya. Baginya, harta warisan itu adalah amanah yang harus dia jaga. "Sebanyak apa harta yang ditinggalkan ayahku?" tanya Carla saat mobil melaju membelah keramaian kota. "Sangat banyak, Nona, bahkan tidak cukup sehari saya menyebutkannya," jawab Dareen sembari menatap lurus ke depan. Carla merasa kalau lelaki itu sangat berlebihan, mana ada orang sekaya itu, pikirnya. "Kamu jangan bercanda, Tuan Dareen. Aku sangat penasaran dengan harta warisan Ayah. Sejak pagi tadi aku sudah merasa tidak nyaman dengan para pelayan yang terlalu berlebihan," keluh Carla. Dareen terkejut mendengar penuturan Carla, yang dia tahu, gadis itu memang sangat manja hingga apa pun yang dia mau harus segera dituruti, itu sebabnya tuan besar memperkerjakan begitu banyak pelayan di rumahnya. "Saya tidak bercanda, Nona. Tuan besar memang mempunyai harta yang banyak. Nanti saya jelaskan satu persatu perusahaan milik Alexander Grup," ujar Dareen. Carla mendesah, membayangkan saja membuatnya semakin pusing, apalagi harus menjadi pimpinan perusahaan milik ayahnya. Dia tidak tahu kenapa ayahnya bisa mempunyai harta sebanyak itu. "Tuan Dareen. Sebenarnya harta sebanyak itu untuk apa? tanya Carla sembari menatap jauh ke depan. Dareen tersentak mendengar ucapan Carla, gadis itu seperti tidak bahagia dengan harta peninggalan ayahnya. "Gunakan harta itu di jalan yang benar, Nona," ujar Dareen. Dia tahu betul bahwa sebagian hasil perusahaan selalu Frans sumbangkan untuk masyarakat. Dia ingin Carla juga melakukan hal yang sama seperti yang ayahnya lakukan. Mereka sudah sampai di kantor. Sopir segera membukakan pintu untuk Carla. Mereka berdua berjalan menuju ruang direktur utama. Dareen akan menjelaskan beberapa hal penting yang akan mereka kerjakan pagi itu. Pandangan Carla tertuju pada seorang laki-laki yang menatapnya salah tingkah. Carla mendekatinya karena dari sekian banyak orang di kantor itu, dia hanya mengenali lelaki itu selain Dareen. "Sam? Kamu Samuel 'kan?" tanya Carla dengan mata berbinar. "Carla ... kamu ...."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN