Terjebak Cuaca

2108 Kata
“Kami mendapat perintah dari Tuan Dareen untuk membantu Nona mandi,” ujar Mira. Sedangkan Maya menyiapkan pakaian dan juga peralatan rias. Carla mendengus kesal, tapi dia tidak bisa menolak apa pun yang diinginkan Dareen. Ingin sekali dia berteriak dan mengatakan kalau dia ingin istirahat sehari ini. Dia akhirnya masuk ke kamar mandi dan membiarkan Mira mempersiapkan semuanya, dia hanya diam saja saat Mira menanyakannya ingin dipijat atau tidak tapi gadis itu seolah paham jika Carla memang sedang lelah. Salah satu keterampilan yang dimiliki Mira saat dia melamar pekerjaan di rumah besar itu adalah kepiawaiannya memijat, hal inilah yang membuatnya mendapatkan gaji yang lumayan besar. Setelah Mira membantunya membersihkan diri, Carla merasa tubuhnya terasa segar, dia lalu keluar kamar mandi dan langsung disambut oleh Maya yang tersenyum hormat dan sudah membawa pakaian untuknya. Carla mengambil pakaian itu dan segera mengenakan pakaiannya di ruangan lain. Kali ini Maya tidak membawakannya  pakaian serba ungu, dia memakai jas warma merah tua dipadu dengan rok selutut warna hitam. Seperti yang dikerjakan pagi tadi, Maya merapikan rambutnya dan memolesakan sedikit riasan natural hingga terlihat wajah Carla semakin segar. “Nona sudah ditunggu Tuan Dareen di lobi.” Sekretaris yang tadi menyapanya memberitahukan dengan hormat pesan dari Dareen. “Tuan Dareen akan membawa saya kemana?” tanya Carla. “Sekarang jadwal menghadiri peresmian pabrik di kota X, Nona,” jawab sekretaris itu, dia lalu membersihkan berkas yang ditinggalkan Dareen. Kota yang dikenal dengan sebutan Paris Van East Java karena memiliki alam yang indah, iklim yang sejuk dan juga bersih, kota ini juga mempunyai suhu yang dingin. Carla meninggalkan ruangan itu, dia lalu berjalan keluar menuju lobi. Pandangannya menyisiri seluruh ruangan mencari keberadaan Samuel, dia ingin berbagi kekesalannya agar sedikit lega. Sekilas dia melihat Samuel, tapi laki-laki itu seolah menghindarinya. Carla berjalan ke arah Samuel, tapi suara panggilan Dareen membuat langkahnya terhenti.. “Kita sudah terlambat lima menit, ayo, berangkat, Nona.” Dareen menarik tangan Carla, genggaman tangan lelaki itu membuat tangan Carla. “Tuan Dareen, lepaskan!” ketus Carla. Dia berusaha menarik tangannya dalam genggaman tangan kekar itu, tapi Daren tidak memperdulikannya, dia terus saja menarik tangan Carla. Baginya, waktu begitu  berharga, dia tidak akan menyia-nyiakan waktunya. Hingga mereka di tempat parkir, baru dareen melepaskan genggamannya dan membukakan pitu untuk Carla. Mereka hanya berangkat berdua saja tanpa ditemani sopir. “Kenapa Anda kasar sekali, Tuan,’’ protes Carla. Dia mengusap tangannya yang memerah akibat genggaman Dareen. “Maaf, Nona, saya tidak sengaja.” Dareen menjawab tanpa merasa bersalah, kemudian dia melajukan mobilnya, tidak sedikit pun dia melirik wanita di sampingnya, dia menatap lurus ke depan. Satu jam perjalanan dalam kebisuan membuat Carla mulai bosan, dia lalu membuka ponselnya untuk mencari tahu apakah dia punya teman. Ternyata pesan diponselnya hanya berisi ucapan bela sungkawa. Dia mendengus kesal lalu memasukkan lagi ponselnya ke dalam tas. “Kenapa hidupku membosankan sekali,” keluh Carla. Dareen masih memasang wajah tanpa ekspresi tidak menghiraukan sama sekali ucapan Carla, dia hanya melirik sekilas gadis itu dan tersenyum sinis. “Coba saja ada manusia di sini, pasti tidak akan membosankan,” keluh  Carla yang sudah semakin kesal. “Tuan Dareen, apa anda tidak mengerti bahasa manusia?” “Ah, Kenapa saya harus bertemu orang menyebalkan seperti, anda,’’ keluhnya lagi. Daren masih saja tidak menghiraukan ucapan Carla, dia bahkan tidak berniat menanggapi ucapan gadis itu. “Seharusnya ayah tidak mempercayai orang seperti anda. Kenapa anda tidak seperti Dokter Jodi, dia baik dan ramah. Pasti hidupku tidak membosankan begini.” Carla mulai mengomel karena lelaki di sampingnya tidak menanggapinya. Tiba-tiba Dareen menghentikan mobilnya dengan rem mendadak yang seketika membuat Carla memekik. “Tuan Dareen!” “Anda ingin membunuh saya!” Dareen menoleh dan menatap kearah Carla dengan masih tanpa ekspresi, lalu dia mendekati Carla dengan tatapan elangnya. Carla memundurkan tubuhnya hingga memenempel ke pintu. Daren terus mendekati Carla hingga napasnya terasa hangat di pipi Carla. Gadis itu lalu memejamkan matanya karena takut dengan lelaki itu, hingga beberapa detik ternyata tidak terjadi apa yang ditakutkan Carla. Gadis itu membuka matanya, dia pun langsung mendorong Dareen yang masih menatapnya begitu dekat. “Anda jangan kurang ajar, Tuan!” Carla menutupi dadanya dengan menyilangkan kedua tangannya. Dareen mendekat lagi lalu tangannya mengusap pipi Carla karena ada kotoran yang menempel di sana, lalu dia mendekatkan bibirnya ke telinga Carla lalu berbisik, “Saya tidak tertarik dengan wanita manja seperti anda, Nona,” lalu dia tersenyum sinis. Carla yang sedari tadi berdebar lansung memerah wajahnya mendengar ucapan Dareen lalu dia mendorong lelaki itu agar tidak mendekatinya. “Awas saja sampai jatuh cinta padaku,” dengusnya kesal. Dareen hanya menaggapinya dengan senyum sinis, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan memutari bagian depan mobil lalu membukakan pintu mobil untuk Carla. “Kita makan siang dulu, perjalanan masih jauh,’ ujar Dareen, dia masih berdiri tegap sembari mengulurkan tangannya membantu Carla keluar. Dengan kesal, akhirnya Carla keluar dan mengikuti Dareen menuju restoran. Kali ini Dareen memegang tangannya lembut tidak seperti tadi. Kejadian di mobil tadi sukses membuat Carla gugup, seingat dia tidak pernah sekali pun berada sedekat itu dengan Dareen. Dalam jarak sedekat itu, terlihat jelas garis tegas wajah rupawan lelaki berjambang tipis itu. Bulu-bulu yang tumbuh di pipi semakin membuat lelaki itu semakin menawan. Carla menatap punggung tegap lelaki di depannya yang sedang berbicara dengan seorang pelayan. Gadis itu tergagap saat ketahuan sang pemilik punggung tegap, dia langsung memalingkan wajahnya. “Ayo, kita ke sana, Nona,” ujar Dareen sedikit lembut. Dareen menarik kursi agar Carla duduk dengan nyaman, dia lalu meletakkan kain di pangkuan Carla, hal ini membuat Carla tiba-tiba mengagumi lelaki itu. “Anda jangan salah paham, saya pastikan saya tidak akan tertarik pada Nona,” bisiknya. Carla langsung menarik semua pemikiran baik tentang Dareen, dia mengumpat lelaki tidak punya perasaan itu. Dia akan membiasakan perlakuan Dareen dan memastikan dirinya tidak terbawa suasana. Pelayan membawa berbagai macam makanan dan buah. Semua jenis makanan sehat yang dipesan Dareen membuat Carla langsung kenyang sebelum memakannya. Makanan yang mirip hidangan di rumah sakit itu membuat selera makannya hilang. “Apa saya harus makan makanan seperti ini?” protes Carla. “Iya, Nona. Kondisi Nona juga belum sepenuhnya pulih, saya akan pastikan Nona makan makanan sehat.” “Tapi ini seperti makanan rumah sakit.” “Nona jangan protes, lekas makan dan kita berangkat lagi.” Dareen mengambilkan makanan untuk Carla lalu mulai menyendokkan makanan itu dan menyodorkan sendok ke mulut Carla. Gadis itu langsung menolak dengan menjauhkan sendok itu dengan tangannya. “Jangan manja, Nona. Kita tidak punya waktu banyak,” ujar Dareen sembari melihat jam di pergelangan tangannya, sepertinya lelaki itu begitu mencintai jam tangannya hingga selalu saja melihat jam tangannya. “Aku bisa sendiri,” tolak Carla lagi. Daren tidak menggubris ucapan gadis itu, dia terus saja menyodorkan sendok pada Carlah hingga gadis itu membuka mulutnya, Carla tidak bisa menolak perintah Dareen. Dia pun terpaksa menghabiskan makanan itu dengan disertai tatapan tajam dari Dareen. Setelah selesai makan siang yang terlewat itu, mereka kembali lagi melanjutkan perjalanan yang tinggal 30 menit lagi. Kini lelaki itu sedikit lembut pada Carla meskipun selama perjalanan hanya menanggapi sekilas pertanyaan Carla, tapi gadis itu terus saja bicara meskipun tak diangap. Di sebuah gedung yang sudah disediakan tenda untuk tempat peresmian, para karyawan dan juga direktur perusahaan itu sudah menunggu kehadiran mereka berdua. Seharusnya acara diselenggarakan dua jam yang lalu harus mundur karena Carla pingsan. Mereka mendapat sambutan hangat dari para karyawan. Pabrik yang seharusnya beroperasi satu bulan yang lalu harus tertunda karena kabar duka yang dialami sang pelilik perusahaan. Kehadira Carla sangat ditunggu-tunggu, mereka berharap Carla bisa seperti ayahnya. Pabrik minuman yang terbuat dari buah apel segar sudah lama dirancang oleh Fransisco, dia ingin membeli apel hasil panen warga dengan harga lebih tinggi, dia juga ingin membuat minuman sehat dalam kemasan. Mau tidak mau, suka tidak suka seluruh petinggi perusahaan harus menerima kenyataan. Setidaknya ada Dareen yang masih mereka pandang sebagai tangan kanan Fransisco. Keberadaan Dareen cukup berarti bagi mereka, Dareen memang diberi wewenang penuh atas perusahaan oleh Frans sejak lama. Apa yang diucapkan Dareen sama dengan yang diucapkan Frans. Hingga saat kepergian Frans, mereka masih menganggap Frans masih ada. Mereka berdua sudah berada di atas podium. Kali ini Dareen yang memberi sambutan dan Carla yang meresmikan dan menandatangani peresmian pabrik itu. Semua sangat antusias karena pabrik itu akan bisa mengatasi masalah perekonomian warga. Perusahaan sudah mengangkat ratusan warga untuk menjadi pekerja pabrik. Acara peresmian pun selesai. Tiba-tiba langit yang tadi cerah tertutup awan tebal dan air hujan tiba-tiba turun sangat deras disertai angin. Mereka semua berlari menuju satu-satunya tempat penginapan paling dekat dengan area itu. Dareen langsung membopong tubuh Carla, dia takut akan kesehatan Nona Muda. Gadis itu meronta minta diturunkan karena dia bisa berlari sendiri, tapi Daren terus membopong tubuh Carla hingga sampai di penginapan, tapi mereka sudah basah kuyup. Penginapan yang belum lama dibangun dan juga belum resmi dibuka hingga belum ada fasilitas yang memadai. Suara petir menyambar-nyambar membuat para wanita berteriak ketakutan, termasuk Carla. Hal yang membuatnya tidak suka saat hujan adalah saat mendengat suara petir. Dulu dia selalu minta ditemani ayahnya jika hujan turun. Carla langsung memeluk tubuh Dareen saat suara petir memekakkan telinga hingga suara geratan kaca membuat suasana semakin mencekam. Mendapatkan pelukan dari Carla membuat tubuh Dareen menegang, dia masih dalam posisi tegap tidak menyambut pelukan gadis itu, tapi dia membiarkan gadis itu memeluknya erat. Carla merasakan debaran yang begitu kencang terdengar di d**a Dareen, tapi lelaki itu seolah tidak memperdulikan Carla yang berusaha menikmati detak jantung yang berpacu cepat, dia pun merasakan hal yang sama. Tangan Dareen tiba-tiba mencekal kedua lengan Carla dan menjauhkan tubuh gadis itu, dia seolah tahu apa yang sedang dipikirkan Carla saat ini dan sepertinya dia takut jika Carla mendengar detak jaantungnya yang tiba-tiba berdegup kencang dan sesuatu yang juga menegang. “Cuaca sepertinya tidak baik untuk kembali, Tuan. Saya sudah siapkan kamar untuk kalian berdua,” ujar Edward-- direktur anak cabang perusahaan Fransisco. “Kita menginap di sini?” tanya Carla sembari menatap Dareen. “Iya, Pak. Saya juga tidak berani membawa Nona Carla pulang dalam cuaca buruk seperti ini,” ujar Dareen, lalu Edward mengantar mereka ke salah satu kamar yang masih kosong. “Tapi maaf, Pak, kamarnya hanya satu, semua kamar sudah ada yang menempati,” ujar Edward. “Tidak apa-apa, Pak. Terima kasih sudah menyiapkan tempat untuk kami.” Sepeninggal Edward, Carla masuk ke kamar itu, dia kedinginan karena pakaiannya basah. Dia berusaha mencari apa pun untuk mengganti pakaiannya. Namun, dia tidak menemukan apa pun yang bisa dipakai selain selimut, dengan cepat dia mengambil selimut itu untuk menutupi tubuhnya dan segera melepas pakaiannya. Lalu Carla segera naik ke ranjang dan segera meringkuk karena rasa dingin yang begitu menusuk tulang. Hawa yang dingin ditambah pakaian yang basah membuatnya menggigil. Carla terbiasa berada di daerah panas hingga dia tidak tahan dengan hawa dingin. Dareen yang juga kedinginan mencari selimut lagi untuk menutupi tubuhnya, dia juga tidak tahan dengan hawa dingin itu. Matanya tertuju pada tubuh Carla yang meringkuk menggigil kedinginan, dia panik saat mendekati Carla dalam keadaan bibirnya membiru. Dareen keluar untuk meminta selimut pada pengunjung lain, dia tidak bisa mendekati Carla dalam keadaan pakaiannya yang juga basah. Setelah mendapatkan Selimut, Dareen segera masuk ke kamar lagi. Kondisi hujan yang begitu deras dan anging kencang membuat mereka semua terjebak di penginapan itu, tidak ada yang berani keluar dari penginapan itu, bahkan mereka yang tidak mendapatkan kamar memilih tidur di kursi yang berada di lobi. Dareen mengambil pakaian Dara dan mengantungnya di tempat menggantung jas yang disediakan di kamar itu, dia juga segera membuka bajunya dan menggantungnya. Dareen mendekati Carla dengan mengenakan selimut, dia melihat Carla masih menggigil dengan mata terpejam. Dia lalu mendekati gadis itu dan mendekap tubuh Carla membantunya mengurangi rasa dingin. “Tuan Dareen, jangan macam-macam.” Suara Carla mengagetkannya, dia pikir Carla sudah tertidur. “Saya hanya ingin membuat tubuh anda hangat, jangan berpikir macam-macam aku tidak akan melakukan hal buruk padamu.” “Kita ini sama-sama dewasa, aku tidak mau ada setan yang memanfaatkan situasi ini, tidurlah di sofa itu,” ujar Carla. Dareen terdiam membenarkan ucapan Carla, dia juga tidak akan bisa menjamin akan tidak tergoda jika dekat dengan gadis itu, apalagi saat ini mereka berdua dalam keadaan tidak berpakaian. “Kamu bisa tahan dengan hawa dingin ini?” tanya Dareen memastikan. “Ini lebih baik dari pada kita tidur satu ranjang,” ujar Carla.   Dareen akhirnya menjauhi Carla dan berjalan dengan penuh rasa khawatir menuju sofa. Namun, tiba-tiba suara petir menyambar membuat Carla menjerit, gadis itu begitu ketakutan mendengar suara itu. Dareen langung mendekati Carla, seketika gadis itu memeluk tubuh Dareen. Hingga beberapa detik Daren menahan napasnya karena detak jantungnya tiba-tiba berhenti. Mereka berada dalam posisi yang sangat sulit untuk mereka bisa mengontol tubuh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN