Artis Baru

1071 Kata
… Desember, Januari 2008 …           Musim kemarau telah berjalan cukup panjang di tahun ini, sejak awal pertama kali diriku tinggal di pesantren dan sampai saat ini, jarang sekali terjadi hujan. Pantas saja jika tiba waktu sore, banyak dari kalangan santri yang bermain layang-layang. Lain halnya dengan diriku yang lebih sering bermain gitar sambil latihan nyanyi bersama Irvan. Waktu pagi telah tiba, aku baru saja mengakhiri kegiatan mengaji kitab kuning bersama ustadz Zubaidi, dan kini saatnya bersiap dalam menjalani kegiatan formal di sekolah.           Aku, Irvan, Yunus dan juga Imam mulai duduk-duduk di bawah pohon Cherri, sudah menjadi rutinitas bagi kita tiap pagi untuk mengobrol yang tidak lain membicarakan tentang musik. Dinginnya udara yang tak biasa, membuat bibirku sedikit membeku dalam melontarkan kata-kata, aneh sekali padahal sekarang belum datang musim hujan.           “Jadi kita ada rencana apa lagi nih?” tanya Imam.           “Sesuai dengan yang kemarin kita omongin lah soal latihan di studio,” jawabku.           “Iya sih, semenjak grup ini baru dibangun kita belum pernah latihan di studio loh. Emang studio musik terdekat daerah sini di mana?” tanya Imam.           “Kalau soal itu sih, pasti Irvan yang lebih tahu,” sahut Yunus.           “Ada sih di desa sebelah, tapi di sana alat-alatnya kurang mantep. Kalau mau yang lebih enak, kita bisa latihan di daeah Bululawang,” terang Irvan.           “Wihhh, jauh banget,” sahut Imam.           “Nggak juga kok, mungkin hanya lima kilo dari sini. Udahlah santai aja, jauh dikit nggak apa-apa yang penting kita bisa latihan,” jawab Irvan.           “Iya deh kita semua nurut aja asal kompak,” jawab Imam.           “Terus kapan kita yang mau ke studio? Minggu depan kah?” tanya Yunus.           “Kalau bisa dipercepat ngapain diperlambat, mending nanti aja sepulang sekolah,” usulku.           “Cocok banget nih Vian, gimana temen-temen?” tanya Irvan kepada teman-teman.           “Oke deh.”           Alhamdulillah, kesepakatan untuk latihan musik telah dibuat. Insya Allah nanti sepulang sekolah kita akan latihan di studio.           “Jadi nggak sabar yang pengen ngeband,” batinku.           Kring kring kring.           Bel sekolah telah berbunyi sebagai tanda kita akan memasuki pembelajaran di sekolah. Pagi ini ada pembelajaran Fisika, di mana ini sebuah pelajaran yang selalu saja membuat otakku pusing. Entahlah kujalani saja, mungkin dua jam ke depan juga bakal selesai. Saat jam istirahat telah tiba, tiba-tiba Irvan datang ke kelasku sambil membawa gitarnya.           “Hey Vian,” panggilnya.           “Ehhh Lu Van, tumben banget masuk ke kelas gue.”           “Iya nih, karena gue mau ngajakin Lu konser.”           “Ahhh ngaco amat Lu.”           “Beneran Vian, kita lagi diundang sama anak-anak di kelas SMA.”           “Hahhh SMA, gila amat Lu Van, ngapain juga gue harus tampil di depan anak-anak SMA. Malu tahu.”           “Udahlah sebentar aja, mungkin cuma dua lagu kok.”           Terpaksa aku menyanggupi ajakan Irvan untuk kali ini. Gara-gara kejadian kemarin di kelas, sampai-sampai berita ini viral ke anak-anak SMA. Aku mulai terduduk di hadapan puluhan anak SMA, dan Irvan mulai menyetem gitarnya. Dengan perlahan ku mulai bernyanyi dengan lagu yang sangat enak didengar.           Banyak dari para penonton yang menepuki kita berdua hingga tak terasa sepuluh lagu telah kunyanyikan. Ketika aku dan Irvan baru saja keluar dari kelas, tak terbayang berapa banyak para anak-anak SMA dari berbagai kelas yang menyaksikan penampilan kita. Hal inilah yang membuat diriku mulai merasa bangga atas segala kemampuan yang mampu kita ciptakan berdua.           “Ya ampun ku merasa seperti jadi artis baru,” batinku.           Entah apa jadinya esok demi esok jika diriku mulai terkenal di lingkungan pesantren. Sudah pasti akan banyak dari berbagai kalangan yang mengundang kita untuk menghibur mereka. Aku tidaklah memikirkan diriku sendiri, akan tetapi kujuga memikirkan teman-teman yang lain. Yang pasti kekompakan harus tetap dijaga agar kita bisa sukses bersama.            Kring kring kring, suara bel kembali berbunyi dan, sudah saatnya kita selesai dalam menjalani aktivitas di sekolah. Sebagaimana kesepakatan yang telah kita rencanakan di pagi tadi, bahwa di siang ini kita dalam satu grup akan menjalani latihan di studio. Sebelum berangkat, kita semua berkumpul di garasi pojok sekolah untuk membicarakan satu hal sebelum masuk ke studio.           “Gimana Van? Apa kira-kira udah siap semua?” tanyaku.           “Ya pasti jadilah bro, sesuai rencana kita tadi.”           “Oh ya Van, emang kita mau ke studio yang mana? Kayaknya nggak memungkinkan deh kalau kita latihan di Bululawang, apa ada yang dekat nggak?” tanyaku.           “Kalau di desa ini sih nggak terlalu ada banyak studio, mungkin hanya ada satu di daerah jalan Sumberjaya. Atau kalau  kita mau ke desa Ganjaran juga ada, tapi agak jauh dikit sih.”           “Ya sudah kita cari yang deket aja, toh ini juga latihan pertama kita.” Oke deh, tapi alangkah baiknya kalau kita makan siang dulu, dah laper nih,” sahut Yunus.           “Ya sudah, habis makan kita segera jalan!” balasku.           Dan pada akhirnya kita semua telah berangkat menuju studio. Di siang hari ini cuaca memang sangat panas, tapi sama sekali tidak menggugurkan semangat kita untuk bisa latihan. Dalam perjalanan ini pula kita juga sempat mengobrol dan mulai bercanda, hingga tak terasa kita sudah berjalan sejauh dua kilometer.           Tak terbayang sudah berapa jauh kita keluar pesantren sedangkan batas santri putra keluar hanya satu kilometer dari gedung pesantren. Kuakui jika ini memang sebuah pelanggaran, namun bagaimana lagi sedangkan kita sudah benar-benar ingin latihan, toh kita juga nggak sering-sering seperti ini.           Syukur Alhamdulillah tak sampai tiga puluh menit perjalanan, kita semua telah sampai di studio B-One. Irvan dan Imam segera menyetem gitar, begitu juga dengan cak Inul dan juga Yunus yang mulai checksound. Lalu kita coba menyanyikan satu lagu yang terbilang mudah, yaitu persembahan lagu dari Ungu yang berjudul Demi Waktu, lalu setelah itu dilanjut dengan lagu-lagu yang sedikit nge-beat.           Setelah kita baru saja menyanyikan tiga buah lagu, saat itulah dalam hati aku mulai mengevaluasi diri. Jujur kuakui bahwa latihan kita hari ini sedikit semrawut. Tetapi wajar, karena ini adalah latihan pertama kita, dan kuyakin bila kedepannya kita sering-sering berlatih, apapun jenis kesalahan akan tersingkirkan. Irvan begitu mahirnya dalam memainkan gitarnya, beda dengan teman-teman lainnya yang masih otodidak. Namun kujuga tak perlu merisaukan hal itu, karena yang terpenting kekompakan itu nomer satu.           Dan tak terasa waktu malam pun juga mulai tiba dan aku masih tak merasa lelah. Di saat waktu telah menunjukkan pukul Sembilan, di saat itulah kegiatan pesantren telah berakhir. Kita dalam satu grup mulai berkumpul di teras depan kamar, apa yang akan kita bicarakan di malam ini, tidak lain adalah tentang grup ini.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN