"Lo gila, Ay! Bisa-bisanya lo ngomong bakal nyiapin pesta pernikahan buat mereka terus minta gue buat jadi Make-up Artis madu lo? Ay, lo masih waras kan?"
Ayana duduk, memeluk lututnya dengan sendu. Sedangkan di depannya, Kirana tengah berkacak pinggang dengan tatapan tak percaya. Tidak, mendengar semua rencana Ayana, Kirana bahkan hampir gila.
"Ay, batalin. Batalin kata-kata lo. Sebagai sahabat lo gue nggak terima. Gue juga nggak bakal mau MakeOver itu nenek lampir yang udah ngancurin rumah tangga lo. Enggak, nggak, nggak. Sampai kapan pun gue nggak bakalan mau."
"Aku yang ngizinin mas Farhan nikah lagi, Kir. Jadi, aku juga yang berniat buat ngurus resepsi mereka."
"Ayana! Lo tu benar-benar gila kayanya. Lo ngizinin Farhan nikah aja itu udah pikiran di luar akal sehat. Tapi Bisa-bisanya lo mau ngadain pesta buat pernikahan mereka. Gue nggak tau lagi harus gimana."
"Aku juga nggak tau lagi harus gimana, Kir. Aku lelah, bertengkar setiap hari dengan masalah yang sama. Aku capek dengar mas Farhan bahas Meysa setiap kali kita bersama. Lagi pula di mata mas Farhan, aku ini benalu dalam hubungan mereka. Aku yang misahin mereka dulu. Karena kalau aku nggak ada di antara mereka, orang yang berada di sisi mas Farhan sudah pasti Mesya. Bukan aku, Kir."
"Itu dulu, Ay. Tapi kalian udah nikah selama sepuluh tahun. Nggak mungkin kan rasa cinta Farhan nggak ada buat lo?"
Menggeleng lemah, Ayana tersenyum getir. "Enggak, Kir. Mas Farhan sama sekali nggak memiliki perasaan yang sama denganku. Sepuluh tahun ini, cuma aku yang cinta mati-matian sama mas Farhan."
"Maksud lo, Farhan sama sekali nggak cinta sama lo? Tapi itu nggak mungkin, Ay. Dia keliatan banget perhatian banget sama lo."
"Kir, bagi mas Farhan aku cuma beban. Beban yang harus dia pikul sebagai tanggung jawab karena berstatus istrinya."
Kirana kehabisan kata-kata. Melihat wajah kuyu Ayana, dan semua cerita sahabatnya, dia tak tahu harus berbuat apa atas kebodohan temannya. "Jadi setelah ngizinin mereka nikah terus lo juga bakal gelarin pesta besar buat mereka?"
"Ibu mas Farhan udah nggak ada, Kir. Terus-"
"Ya itu bukan masalah lo, Ay. Mau ibunya masih ada atau udah mati, itu udah takdir, Ayana. Ya allah, Ay, gue nggak ngerti lagi sama lo. Lo itu bodoh atau gimana sih?"
Ayana menggeleng, kemudian menghapus air matanya saat menarik napas dalam. "Aku dan mas Farhan udah bicarain masalah ini dengan baik. Jadi-"
"Farhan lagi, Farhan lagi, Farhan lagi. Semua keputusan lo berpatok sama Farhan. Iya, itu hal yang baik tentunya dalam rumah tangga karena dia suami lo. Tapi Ay, ini permasalahan yang berbeda. Emang lo nggak punya pendapat sendiri? Emang lo sanggup lalui itu semua? Ay, lo bukan malaikat!"
Ayana terdiam.
"Sekali aja Ay, lo boleh keluarin uneg-uneg lo. Sekali aja lo boleh ngeluarin pendapat lo. Sekali aja lo harus ikuti kata hati lo. Gue sampai bingung, lo ini manusia atau boneka. Bisa-bisanya lo izinin mereka nikah dan lo yang bakal ngurusin pesta buat mereka."
"Terus aku harus gimana, Kir. Aku juga nggak mau, tapi meski aku bilang enggak, semua juga nggak akan berubah. Mas Farhan tetap bakal nikahin mantan kekasihnya."
"Emang suami lo yang gila! Farhan itu sama sekali nggak bersyukur udah miliki istri kaya lo. Dan bisa-bisanya dia nyakiti lo sampai kaya gini. Rasanya gue pengen nyakar mukanya Farhan dan selingkuhannya."
"Kirana,"
"Tapi Ay, yang gue nggak paham lagi, bisa-bisanya lo iyain permintaan gila Farhan! Ya Allah Ay, gue bisa jantungan dan darah tinggi lama lama."
"Nggak papa, Kir. Nggak papa, aku nggak papa. Aku bakal ikuti kemauan mas Farhan."
"Lo itu!" Kirana kehabisan kata-katanya, jari telunjuknya mengacung di wajah sahabatnya yang terlihat sangat menyedihkan.
"Gue nggak tau harus ngomong apa lagi, Ay. Kehabisan kata-kata gue hadapi sikap keras kepala lo. Lo itu bodoh, Ay. Cinta lo ngebuat lo jadi cewek yang bodoh!"
"Tapi itu hal terbaik yang bisa aku kasih ke dia, Kir. Itu adalah hal yang paling mas Farhan inginkan. Dan aku bakal usahain yang terbaik sesuai dengan kemampuanku. Karena aku akan ngasih hal terbaik untuk orang yang aku cintai."
Kirana membuka mulutnya sesaat lalu berbalik mengusap rambut panjangnya kasar. Dia tak mengerti sahabatnya, dia tak mengerti cinta buta seperti apa yang sahabatnya miliki. Tapi melihat kebodohan sahabatnya, cukup membuatnya mengerti bahwa selama sahabatnya mencintai pria itu, maka seluruh kata-katanya tak akan berarti. Seperti pepatah, jangan pernah menasehati orang yang sedang jatuh cinta.
"Tapi Sorry, Ay. Gue nggak bisa. Gue nggak bisa jadi jasa Make-up buat calon istri kedua suami lo. Persetan dengan rasa cinta lo. Soalnya gue pasti nggak tahan buat jadiin muka Mesya ancur berantakan atau mungkin gue bisa buat pernikahan mereka ancur. Jadi mending lo batalin pesta ini, Ay. Atau lo serahin ke orang lain. Ada banyak orang yang bisa ngurus ini buat Farhan, dan diantara orang-orang itu bukan lo yang pasti. Gue harap lo pikir ulang rencana ngadain pesta buat mereka."
Kirana menyentuh lipstik batang dari salah satu brand terkenal lalu meremukkannya dalam genggaman. Hal gila seperti itu, dia tak akan melakukannya.
"Tapi itu syarat yang harus aku lakuin, Kir. Mas Farhan janji bakal nyerai'in aku setelah pesta selesai, Kir."
"Apa?" Kirana menoleh dengan cepat. "Lo serius dengan kata-kata lo barusan? Farhan bakalan nyerai'in lo setelah mereka menikah. Kurang ajar, nggak cukup dengan-"
"Itu aku yang minta, Kir, aku yang minta." Potong Ayana lirih namun terdengar cukup jelas. "Aku yang minta pisah, Kir. Aku yang minta pisah karena kupikir itu juga hal yang paling baik buat diriku sendiri."
Hening sesaat, suasana Kirana yang sebelumnya berapi-api karena emosi dan kesal kini berubah dengan sangat cepat. Dia langsung memeluk sahabatnya yang masih menangis dengan tangan memeluk lutut.
"Ya Allah, Ay, ini pasti berat banget buat lo. Tapi itu adalah hal yang bagus. Bagus, lo udah ngelakuin hal yang bagus. Gue ada buat lo, Ay."
"Aku nyerah, Kir. Aku milih buat lepasin dia karena aku sadar bahwa dengan nahan dia di sampingku nggak bakal buat dia bahagia. Dia butuh orang yang dia cintai. Dia butuh orang yang dia inginkan. Sedangkan aku cuma penghalang buat orang yang kucintai."
"Iya, gue tau yang lo maksud, Ay. Nggak papa, itu hal yang bagus. Pilihan lo kali ini sudah tepat. Lepasin dia, Ay. Lepasin Farhan. Suami lo nggak pantas dapatin hati lo yang kaya mutiara."
"Sepuluh tahun, Kir. Sepuluh tahun aku berjuang buat dapatin sedikit cinta dari mas Farhan tapi teryata aku harus nyerah. Kali ini sebagai hal terakhir yang bisa aku lakuin buat dia sebagai istri, adalah nyiapin pesta pernikahan mereka."
Kirana mengangguk namun sudut bibirnya tertarik tipis. "Farhan beneran bakal nyerai'in lo kan setelah pesta pernikahan selesai?"
Ayana mengangguk. "Kita udah janji bakal pisah buat kebaikan rumah tangganya dan Mesya."
Kirana semakin tersenyum. Jika dia tak bisa menasehati Ayana untuk berhenti mencintai Farhan, maka dia harus menyelamatkan Ayana melalui jalan perpisahan yang sudah mereka berdua rencanakan. Sahabatnya ini harus lepas terlebih dahulu dari ikatan suami istri yang sangat menyiksa selama sepuluh tahun. Setelah itu dia akan membantu sahabatnya untuk move on.
"Oke, gue bakal bantu lo. Gue bakal jadi Make-Up Artis calon istri suami lo. Tapi syaratnya, lo harus benar-benar pisah sama suami lo."
Ayana tertegun, dia menatap sahabatnya yang wajahnya saat ini tergores beberapa noda lipstik yang hancur. Wajah cantik sahabatnya itu terlihat begitu serius.
"Beneran? Kamu nggak bohong kan?"
Kirana menggelengkan kepalanya. "Nggak hanya make-Up Artis, gue bakal bantuin lo gelar pesta pernikahan paling mewah buat suami lo sebagai hadiah selamat atas perpisahan kalian."
"Kirana,"
"Gue serius. Lo nggak perlu bayar apapun. Gue nggak butuh duit jelek suami lo. Gue ngelakuin ini karena berharap lo bisa lepas dari ikatan sialan yang udah buat lo menderita selama sepuluh tahun."
Ayana tersenyum, meski sudut-sudut matanya mengeluarkan air mata. Salah satu hal terbaik dalam hidupnya adalah memiliki ibu mertua yang baik juga sahabat seperti Kirana.
"Jadi, tanggal sepuluh bulan depan kan?"
Ayana mengangguk.
"Artinya dua puluh hari lagi."
"Iya, dua puluh hari lagi aku bakal liat orang yang aku cintai menikahi wanita yang dia cintai,"
"Ay," Kirana merasakan nada berat dalam suara Ayana. Perihal cinta, ini adalah hal yang paling sulit.
"Nggak papa, Kir. Aku baik-baik aja, aku bisa atasi semuanya."
"Bukan soal itu. Tapi hati lo,"
"Hal apa yang paling bagus selain melepaskan mas Farhan buat bahagia, Kir? Aku cuma nggak mau lebih sakit lagi jika bertahan dengan hubungan tiga arah. Setidaknya, aku sudah sadar diri buat nyerah."
"Mungkin awalnya bakal berat, Ay. Tapi gue yakin semua pasti bisa lo lewati dengan baik. Gue nggak akan minta lo buat cepat move on. Hal yang bisa gue bilang, adalah cintai Farhan sampai titik lelah lo, nikmati rasa sakitnya karena itu bisa jadi kekuatan buat lepasin dia dengan mudah."
Ayana mengangguk. Kirana benar, dia sudah menghabiskan seluruh rasanya untuk Farhan. Dia sudah berjuang mempertahankan tapi pada akhirnya dia harus menyerah karena mungkin dia juga harus menyelamatkan dirinya sendiri dari kebodohan.
"Jadi, kapan lo mau ketemu Mesya?"
"Rencananya besok."
"Oke, gue bakal ikut dengan lo. Gue bakal bantu lo semaksimal mungkin. Lo nggak sendirian, Ay. Gue ada sama lo. Atau gue harus ajak Radit, buat nyuksesin rencana pernikahan suami lo? Kalau nggak salah, dia juga punya bisnis Wedding Organizer jadi pasti semua bakal lebih mudah."
"Radit?" Ayana mengerutkan keningnya karena tak menemukan sosok apapun dalam bayangannya ketika nama Radit, Kirana sebut.
"Oh, Radit, yang suka ngejar-ngejar lo pas kuliah semester pertama. Dia baru aja pulang dari luar negeri setelah sekian lama. Lo belum tau ya?"
Ayana menggeleng, merasa hal yang Kirana bicarakan tidaklah penting. "Nggak usah bawa siapa-siapa, Kir. Aku nggak mau mas Farhan-"
"Ya elah, Ay. Lo masih juga mikirin perasaan Farhan? Dua puluh hari lagi kalian pisah. Farhan langsung nikah sedangkan lo mas-"
"Kir,"
"Oke, Oke, gue tau. Gue nggak bakal bawa siapa-siapa. Jadi besok kita temui Mesya, ya?"
Ayana mengangguk.
"Gue bakal bawa semua hal yang dibutuhkan. Jadi lo tinggal kasih tau aja tempat ketemuannya,"
"Tapi, Kir-"
"Hari ini cukup, Ay. Gue paham apa yang bakal lo omongin. Lo nggak perlu mikirin hal ini. Biarin gue yang atur pesta ini, dan gue janji, pesta ini bakal mewah karena hal ini sebagai hadiah terbesar dari gue buat lo, satu-satunya sahabatnya gue. Pokoknya serahin sama gue."