Chapter 43. Bertahan
El tidak tidur dengan nyaman beberapa jam berikutnya hingga matahari sudah tinggi di ufuk timur. Meysha pun tidak tidur, ia hanya mengusap kepala Sasha yang tertidur di pangkuannya. Sementara Ben tampak lelap dengan tubuh jangkungnya meringkuk di atas karpet. Akhirnya El bisa melihat bocah itu tidur.
Mereka seperti sedang melakukan suatu ritual di ruang tengah hingga tidak ada yang mau keluar dari batas karpet. Padahal Avi sudah menawarkan kamar untuk para gadis. Namun Meysha dan Sasha tak ingin sendirian, terlihat jelas ekspresi trauma di wajah Meysha. Tentu wanita itu masih tidak dapat menerima apa yang terjadi pada Jasper, namun ia tidak dapat menyalahkan siapa-siapa, termasuk Rom. Sebab ini adalah rencana Kaz, Pemimpin Jasper.
Rom tertidur di sudut ruangan, dengan posisi duduk meringkuk dan kepala tersandar ke dinding, mungkin kelelahan setelah berjam-jam menyesali dirinya.
El bangkit dari karpet. Ia keluar dari rumah dan mendapat terpaan udara hangat pagi yang cerah. Kontras sekali cuaca pagi ini dengan hati mereka yang sedang berduka.
El memikirkan para penduduk Jasper, Emily tentu bersama mereka. Ia berharap Emily akan baik-baik saja, namun ia tahu Vinctum mungkin sudah mengangkut semua Eyerish dari Jasper. Dan saat ini mungkin Emily bersama manusia lain tertinggal di Jasper yang hangus.
Pintu membuka dan Meysha bergabung dengan El berdiri di teras.
"Ini rumah Avi," kata Meysha. "Namun setelah kedua orangtuanya meninggal, Avi lebih sering berada di Jasper."
El diam saja mendengarkan. Ia sedikit dilema. Dia ingin segera mengecek keadaan orangtuanya yang kebetulan tinggal di sekitar Goshenite. Namun ia juga ingin mengecek keadaan Emily yang masih berada di Jasper.
"Avi yang akan mengecek Jasper," Meysha seperti membaca pikiran El. "Akan berbahaya jika kita yang kembali ke sana."
El menghela nafas. Mau tidak mau ia menyetujui Meysha. Kali ini rencana Meysha kedengaran tidak gegabah seperti biasanya. Mungkin karena fakta Kaz yang sudah tidak dapat melindungi mereka lagi, menyebabkan Meysha mulai memikirkan tindakannya.
"Aku akan mengunjungi orang tuaku." Kata El. "Kalian boleh ikut."
***
Avi menghela nafas melihat sekelompok Eyerish, kecuali Ben, yang berwajah suram berdiri di hadapannya.
"Aku akan berhati-hati," ia mencoba menenangkan sorot khawatir para Eyerish itu kepadanya. "Akan lebih mudah bertindak sendirian daripada membawa kru. Meski aku bukan Eyerish, lautan tetap temanku."
"Hubungi kami," Ben menyodorkan sebuah ponsel sederhana pada Avi.
Avi menerimanya, mengamati benda elektronik kecil itu sesaat. "Oke," katanya. "Kalian juga, berhati-hatilah."
El berharap ia akan mendapat kabar baik dari Avi nanti. Tapi ia tidak ingin merepotkan Avi dengan meminta mengecek keberadaan Emily saat ini. Ada banyak orang yang tentu mereka khawatirkan.
El menarik nafas. Ia hanya mengangguk pada Avi lalu mereka berpisah dengan berlawanan arah.
Mereka berencana akan menaiki bis, namun urung karena menemukan poster wajah Rom di halte. Akan sulit membawa rombongan ini bagi El. Mereka terpaksa kembali ke sudut perkotaan kecil di Goshenite yang sepi untuk bersembunyi.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Rom ketika berdiri bersebelahan dengan Sasha.
Sasha menolehkan wajah pada Rom, ia memberikan senyuman lalu mengangguk. "Kau?"
Rom tersenyum tipis mendengar pertanyaan balik itu. Ia tidak mampu menjawabnya. Mau bagaimana lagi. Ia telah membakar banyak hal berharga milik orang-orang. Ia menghancurkan semuanya. Dia benar-benar pendosa.
Sasha mengusap lengan pria itu.
"Tidak apa-apa."
Namun bibir Sasha tidak bergerak. Suara gadis kecil itu bergema di dalam kepala Rom. Rom terkesiap sesaat, padahal seharusnya ia sudah terbiasa dengan yang dilakukan para pengendali pikiran ini.
Rom tersenyum tipis, ia hanya mengangguk berterima kasih pada Sasha yang telah menghiburnya.
El menghela nafas berat. Ia berbalik memandang rombongannya. "Aku akan cari kendaraan." Ia bagaikan sedang mengumumkan sesuatu. "Kalian semua tetap di sini untuk bersembunyi." Perintahnya.
"Aku ikut denganmu," kata Meysha segera dan El tidak ambil pusing.
Toh Meysha tidak akan mendengarkan penolakannya. Maka mereka berdua berjalan meninggalkan gang kosong perumahan, menyusuri setiap rumah.
Mereka menemukan sebuah mobil tua di depan salah satu rumah. Keduanya saling bertukar pandang lalu mengangguk, tanpa berbicara apa pun mereka sudah tahu apa yang akan mereka lakukan.
Kerja sama mereka berhasil. Padahal El belum pernah mencuri apa pun, apalagi sebuah mobil yang sedang terparkir di depan rumah pemiliknya. El berjanji akan mengembalikan mobil itu nantinya. Dia hanya meminjamnya saja sebentar. Mungkin.
El menjemput kru-nya yang sedang menunggu, lalu menancap gas menuju jalan yang ia kenal. Ia menelan ludah, mengamati sisi jalan yang tentu sudah banyak berubah sejak bertahun-tahun yang lalu. Ya, dia tidak pernah kembali sudah cukup lama.
Orang tua El berkampung halaman di Goshenite bagian darat. Dengan sejarah yang dimiliki El, ia telah berpindah-pindah sekolah di beberapa kota kecil yang ada di Silver-Beryl. Orangtuanya memang tidak pernah menyekolahkannya di Beryl, ibukota pulau mereka yang satu-satunya merupakan kota metropolitan. Dan ketika ia mendapatkan pekerjaan di Beryl, orangtuanya kembali ke Goshenite.
Sekitar satu jam mengemudi, akhirnya ia melihat perkarangan rumah yang sangat ia kenal. Ia segera memarkir mobil di depan pagar halaman, lalu turun. Ia berjalan memasuki pagar, lalu menuju teras, sedikit bergegas. Ia tidak menyangka akan kembali ke sini. Rumah orangtuanya, yang ternyata bukan orang tua kandungnya, dan ia kembali sendirian, tanpa bersama Emily.
Oh tidak, El nyaris lupa, ia tidak sendirian ke sini.
El menekan bel pintu ketika para kru-nya sudah berdiri di belakangnya. Pintu membuka dan seorang pria tua berjanggut menampakkan diri.
"Pa." Panggil El lirih pada pria tua itu.
"Ellie!"
***
Rom mengamati rumah yang terasa hangat itu. Kini ia bersama yang lain telah dijamu untuk makan siang di ruang makan yang terasa cukup besar, mereka semua duduk mengelilingi meja makan persegi panjang. Rumah yang nyaman, persis seperti rumah yang sempat ia tinggali ketika berada di Beryl, namun sayangnya rumah itu sudah terbakar.
Nevin adalah nama ayah El Shan, yang sudah menua namun tetap tampak sehat dan kekar. Ia turun bersama putranya dari lantai atas. El terlihat muram selepas dari sana.
"Maaf menunggu lama," ujar Nevin. "Dan maaf sudah merepotkan kalian." Lanjutnya lagi karena Meysha dan Rom telah menata meja makan dan juga menyiapkan beberapa makanan.
"Tidak masalah, Pak." Ucap Meysha yang terlihat penasaran melihat ekspresi wajah muram El.
"Mari makan," Nevin segera duduk di tempatnya. Lalu mereka semua makan dengan canggung. Nevin tampak berusaha menanyakan beberapa pertanyaan umum, dan nampaknya pria itu tahu untuk tidak menanyakan hal-hal sensitif. Nevin pasti mengetahui jika Rom adalah buronan.
***
Meysha akhirnya dapat berbaring di kamar yang rapi dan hangat. Sasha berbaring di sebelahnya.
"Kau lelah?" Tanya Meysha.
Sasha menoleh padanya, lalu mengangguk.
"Ini...kamar Emily."
Mendengar komentar Sasha, Meysha bangkit duduk. Dan benar saja. Ia melihat beberapa figura dengan foto Emily. Seketika ekspresi wajah wanita itu berubah masam. Ia segera bangkit dari ranjang.
"Kau mau kemana?" Tanya Sasha.
"Aku ingin berbicara dengan El," sahut Meysha sebelum keluar dari kamar.
Di lorong, ia mengamati sekitar dengan canggung. Rumah ini begitu sepi, sampai-sampai ia merasa tidak nyaman menimbulkan keributan dengan suara langkah kakinya. Sepertinya semua orang sedang beristirahat.
Ia berjalan pelan menyusuri lorong, lalu berhenti ketika menemukan beberapa figura yang menghiasi dinding. Ia menemukan foto-foto El ketika masih kecil. Ia tersenyum sendiri mengamati koleksi foto itu. El benar-benar tumbuh dengan baik. Tidak seperti dengan dirinya.
"Beristirahatlah dulu."
Meysha nyaris terlonjak ketika El muncul menegurnya.
"Aku merasa tidak nyaman," kata Meysha, mengamati El yang berjalan mendekatinya.
"Anggap saja rumah sendiri," El mengangkat bahu. "Pa sudah memberitahuku. Semuanya."
"Dia memberitahumu jika kau bukan anak kandungnya?" Tanya Meysha memastikan.
El mengangguk. "Ma adalah perawat dari Vinctum yang membawaku. Begitu kata Pa. Mereka secara tidak sengaja bertemu di Goshenite."
Meysha menghela nafas. "Maaf. Aku tidak bisa memahami perasaanmu. Tapi kau pasti merasa sedih. Soal hubungan keluargamu yang ternyata..."
"Aku baik-baik saja," El juga menghela nafas. "Sayangnya aku tidak bisa bertanya kepada Ma."
"Kenapa?"
"Satu tahun ini Ma terkena alzhemir."
"Oh..."
"Dan Pa memberitahuku jika kepolisian mencariku di sini." Lanjut El segera. "Aku menjadi buronan namun hanya di kepolisian. Pa juga mengetahui soal Rom yang buronan. Dan dia juga tahu banyak tentang Eyerish." Ia mengepalkan kedua tangannya. "Aku tidak mengerti. Jika Pa mengetahui semua hal itu, kenapa dia tidak pernah memberitahuku?"
"Mungkin mereka berpikir jika kau tidak akan pernah terlibat dalam hal ini." Kata Meysha. "Mungkin mereka mengira kau akan hidup sebagai manusia hingga akhir."
"Ya, dan sebentar lagi aku akan menutup mata. Bayangkan saja jika aku yang tidak tahu apa-apa lalu meninggal begitu saja..."
"El..."
"Sudah mendapat kabar dari Avi?"
"Kurasa belum."
El menghela nafas lagi.
"Avi pasti akan segera memberitahukan keadaan Emily." Meysha dapat menebak siapa yang sedang dipikirkan oleh El saat ini.
El tersenyum kecut. "Kau juga pasti mengkhawatirkan Kaz."
"Tidak hanya Kaz. Tapi semua orang." Koreksi Meysha. "Eyerish atau pun manusia yang ada di Jasper. Mereka semua adalah keluargaku."
El memandang Meysha yang kini giliran berwajah muram.
"Aku turut berduka dengan apa yang terjadi pada Jasper."
Meysha menyeka air mata yang tanpa ia sadari telah melewati pipinya. "Kami semua telah berjuang membangun Jasper." Bisiknya. "Para Perawat juga telah berjuang agar pulau kami tidak terdeteksi oleh Vinctum, atau pihak mana pun yang berbahaya bagi kami. Dan kemudian, setelah Kaz mampu mengendalikan kemampuannya, ia tidak dapat lagi keluar dari pulau. Setiap hari ia bekerja menata pelindung di setiap sisi pulau." Ia mendadak mendengus geli. "Usia kami berdua sama. Namun ia lebih dulu bekerja menggunakan kemampuannya. Tapi aku terus merengek untuk mengajaknya bermain keluar. Ahh, aku adalah teman yang jahat."
"Tentu saja tidak, Mey."
"Dan sekarang aku merindukan Kaz..." Meysha tidak mengerti mengapa ia begitu cengeng saat ini. Air matanya tumpah begitu saja. Ia tidak menyukai situasinya saat ini. Tidak ada Kaz. Tidak ada Jasper untuk tempat kembali. Ia seperti kehilangan kedua kakinya.
"Mey..." El menarik bahu Meysha, lalu memeluk wanita itu, menepuk lembut bahu Meysha. "Kaz pasti baik-baik saja. Dia adalah pria yang cerdas."
"Terima kasih," Meysha segera melepaskan pelukan El, ia mundur menjauh. Lalu keduanya terlihat canggung. Dengan senang hati ia menerima kebaikan El, namun ia tidak ingin terbawa suasana. Pelukan El membuatnya... nyaman. Dan itu seharusnya tidak boleh terasa nyaman. Lagi-lagi perasaannya mulai bertingkah aneh. Merepotkan sekali.
"Hai, El."
El terkesiap mendengar suara yang tidak asing baginya itu. Ia membalikkan tubuh, matanya membelalak memandang Green yang kini berdiri dihadapannya sambil tersenyum lebar.
"Akhirnya aku menemukanmu," ucap partner kerja El, Green, sambil menodongkan mulut pistol, tepat ke arah kepala El.
__*__