Chapter 42. Akhir di Jasper

1648 Kata
Chapter 42. Akhir di Jasper Pemuda yang bernama Skylar itu terlihat biasa-biasa saja, seperti karyawan kantoran yang tidak akan membuat siapa pun curiga, dengan setelan kemeja dan celana kain, berpenampilan rapi dengan rambut klimis. Pria itu mengulum senyum sambil mengamati kedatangan El dan Rom. Pria itu telah mendekati tempat persembunyian mereka berdua, dengan gaya santai berjalan meninggalkan pertempuran di belakangnya. “Hai, Rom, kita bertemu lagi,” sapa Skylar, membuat Rom menelan ludah, menunjukkan dilema besar untuk meyakinkan diri jika Skylar yang berwajah baik-baik itu adalah lelaki b***t yang mengendalikan Ares. “Dan juga El.” El menemukan kilat aneh dari sorot mata Skylar ketika menyebut namanya. Pasang mata pria itu tidak asing, juga kuluman senyumnya yang khas. Rambut ikal hitamnya yang diklimis. Semuanya tidak asing. "Kau mengenalku?" tanya El. "Oh ya, kau Eyerish yang bertahan dari tembakan pengawalku." Memang b***t, pikir El jengkel. “Hentikan dia,” kata El tajam, mengangguk pada Koina yang sedang dikendalikan oleh Ares di gerbang. Skylar menoleh sekilas dari balik bahunya. “Jangan khawatir," ucapnya santai. "Anggap saja mereka sedang berada di Arena.” “Dasar gila,” geram El. “Hmm, El." Panggil Skylar dengan akrab. "Apakah kau tidak mengingatku?” Jantung El berdetak tidak nyaman di dalam rongga dadanya. Ia berharap ia tidak memiliki hubungan apa pun dengan pria aneh di depannya ini. Tapi segala hal tentang Skylar sama sekali tidak asing. "Menurutmu berapa nama Skylar yang kau kenal selama hidupmu?" Skylar seolah sedang memancing ingatan El. "Dan aku adalah satu-satunya Skylar yang itu." Tanpa sadar El mundur selangkah, Rom mengamati perubahan ekspresi wajah El, yang kini terlihat ketakutan bercampur sorot tak percaya. “Kau... Skylar?” tanya El, tergagap, mata biru gelapnya membelalak. "Skylar... Bocah itu?" “Benar sekali!” Skylar mengangguk riang. “Aku sangat senang kau masih mengingatku!” Tapi El tidak merasa senang. Ini membingungkan. "Bukankah kau... sudah...?" "....mati?" Lanjut Skylar lalu tertawa. Ia melebarkan kedua lengannya. "Tapi aku di sini! Itu artinya aku baik-baik saja!" "El... Kau mengenalnya?" Tanya Rom dengan berbisik. “Apakah Emily masih bersama denganmu?” Skylar tiba-tiba bertanya. Pasang mata hitamnya tampak bercahaya di kegelapan malam. El menelan ludah. Ini... Tidak mungkin kan? “Apakah dia masih sama seperti dulu? Cewek preman kecil yang perlu diajarkan sopan santun, hah?” “Diam, kau.” Desis El segera. Skylar mendengus geli. "Dan kau masih sama seperti dulu, selalu membela cinta pertamamu itu." “Apa maumu?” tanya El segera. “Kau pasti sudah tahu,” jawab Skylar. “Aku menginginkan Rom dan Sasha kembali ke Vinctum. Juga sekaligus mengajakmu dengan kawan-kawan yang ada di sini.” “Kalau begitu tanyakan padanya,” El mengangguk pada Rom yang berdiri di sebelahnya. "Kalau aku, aku tidak tertarik dengan tawaranmu." “Aku juga tidak ingin kembali ke sana,” kata Rom segera. “Begitu pula dengan Sasha.” “Hmm," Skylar menunjukkan wajah bingung. “Kenapa? Bukankah kehidupan di Vinctum lebih baik daripada di desa kecil yang menyedihkan ini?” “Di sini tidak seperti yang kau pikirkan,” kata El segera. "Dan hentikan memanfaatkan Ares." "Aku tidak sedang memanfaatkannya." Skylar tersenyum kecil. "Dia hanya sedang melakukan tugasnya." "Oh ya? Dengan mempengaruhinya untuk... untuk mengendalikanku lalu membakar Panti Asuhan?!" Rom mengepalkan tangannya, suaranya terdengar nyaring, membentak. El menoleh pada Rom, terkejut dengan bentakan Rom yang tiba-tiba. Skylar tertawa kecil. "Rom... Aku turut berduka cita dengan yang kau alami... Tapi... Mereka bukan orang-orang yang patut kau kasihani. Mereka sudah menyiksamu." "Yang kau lakukan pada Ares sama dengan yang mereka lakukan padaku!" El menyadari jika perubahan emosi Rom sama sekali tidak bagus, ia bisa melihat percikan api muncul dari ujung-ujung jari Rom. Dan Rom sama sekali tidak menyadarinya. Namun sebelum El sempat memperingatkan Rom, tiba-tiba saja tubuh Rom terbanting ke udara hingga menabrak teras rumah kayu di belakangnya, seketika pria itu tidak sadarkan diri karena benturan keras di kepala dengan permukaan kayu. "Kau...!" Seruan El belum selesai ketika tubuhnya naik ke udara dan lehernya tercekik oleh tangan tak kasat mata. El tak berhasil mengeluarkan sepatah kata dan kakinya berusaha mencari pijakan. "Ckck," desah Skylar. "Aku terpaksa melakukan hal ini. Lagi." Sialan. Skylar benar-benar akan membuat mereka tidak sadarkan diri lalu menculik mereka. "El, kau harus bergabung dengan kami." El tidak tahu kemampuan apa yang dimiliki oleh Skylar karena saat ini Skylar menggunakan udara, seperti Meysha. Lalu bongkahan besar tanah menerjang ke arah mereka. Seketika saja Skylar melepaskan El lalu menghindari serangan Rudy yang tak terduga. El mendarat kembali ke bumi, ia segera berdiri meski nafasnya masih tersengal lalu mendatangi tubuh Rom, menampar wajah pria itu agar segera bangun. Ia menoleh ke belakang ketika Rudy kini sudah berhadapan dengan Skylar, meninggalkan pertempurannya dengan Ares dan Koina. "Lari, El!" Seru Rudy lalu cambuk Koina kembali menampar ke tubuhnya. El menelan ludah melihat kondisi tubuh Rudy yang sudah berantakan, namun ia melihat Skylar telah bangkit kembali yang kini menghempaskan Rudy jauh beberapa meter ke belakang dengan kemampuannya. Reflek yang terlalu bagus, tidak sebanding dengan dirinya atau pun Rom. Karena mengetahui limit-nya, ia segera menyeret Rom bahkan sebelum Rom sadar sepenuhnya, lalu membawanya berlari memasuki hutan. "Lari, Rom!" Seru El yang berlari di depan. Untunglah Rom berhasil mengejarnya. Entah bagaimana namun Rudy kembali membantu mereka dengan membuat tanah-tanah di belakang mereka bergerak naik hingga pepohonan berhamburan menutup jalan. Namun Skylar menampar semua pepohonan itu dengan kemampuan udaranya, membuat batang-batang pohon berterbangan, El dan Rom bahkan perlu menundukkan kepala ketika sebuah pohon besar lewat di atas kepala mereka. Keduanya terjatuh ketika batang pohon menghantam punggung mereka. Sial, pantai masih jauh, El tidak memiliki sumber air untuk kemampuannya di sekitar hutan porak poranda ini. Air tanah pun terlalu sulit untuk diambil dalam kondisi tidak fokus. "El," kata Rom. "Pergilah lebih dulu, aku akan membakar hutan ini." El membelalakan mata pada pria itu. "Kau gila?!" Desisnya. Ia tidak mau membayangkan Jasper yang merupakan desa kecil nan indah itu menjadi semakin porak poranda. "Kaz memintaku..." "Apa?!" Rom sudah berdiri, ia menjulurkan kedua tangannya, lalu memejamkan mata. Detik berikutnya percikan api bermunculan dan kemudian seperti air yang disemburkan, api yang sangat besar menyembur dari telapak tangannya, lalu bagaikan mulut raksasa, api itu melalap pepohonan di depan mereka. Api terus menyembur dari telapak tangan Rom, udara mulai semakin panas dan api terus melahap membakar ke setiap penjuru. "Sudah cukup," kata El, memandang api yang bagaikan tembok tinggi dihadapan mereka. Ia tidak dapat melihat apa pun lagi di baliknya, dan Skylar tak lagi muncul. "Rom!" Serunya, lalu menarik sebelah tangan Rom. Namun ia segera melepaskan tangan Rom yang terasa panas. Rom seolah tersadar, ia terjatuh ke belakang, terbatuk-batuk dan api akhirnya berhenti keluar dari ujung-ujung jarinya. Kedua tangannya melepuh, luka bakar. Mengerikan. Inilah perbedaan Eyerish Api.bEl tidak dapat membuat air seperti Rom yang dapat menciptakan api dari dalam tubuh. "Ayo," El segera menarik Rom untuk berdiri, ia menahan diri ketika merasakan panas tubuh Rom yang tidak biasa, lalu menyeret Rom untuk melangkah, meninggalkan tembok api di belakang mereka yang terus semakin membesar dan melebar. Menghanguskan Jasper ke setiap penjuru. Pada akhirnya, mereka masih belum siap untuk melawan siapa-siapa. Dasar lemah. *** Avi tidak dapat menggunakan kapalnya, mereka terpaksa menaiki perahu kecil. Ia dan El mendayung di kedua sisi yang berbeda, terombang-ambing meninggalkan Japser yang merah membara di belakang mereka. Rom menangisi perbuatannya, sementara Meysha memeluk Sasha yang diam saja sambil membelalakan mata ke arah Jasper. Juga Ben yang diam saja dengan kulit putihnya yang semakin pucat. *** Avi membawa mereka menepikan perahu di tepi pantai Goshenite yang sepi setelah mendayung berjam-jam. "Ayo," bisik Avi yang segera berjalan menapakkan kaki di atas pasir putih pantai. El terpaksa mengikuti meski tubuhnya terasa pegal karena ia harus mendayung. Ia tidak bisa menggunakan kemampuannya meski sumber air melimpah di bawah perahu mereka. Begitu pula Meysha. Kemungkinan kemampuan mereka dapat dideteksi oleh Vinctum yang masih berada di Jasper. Mereka mengikuti Avi menjauhi keramaian dermaga pantai Goshenite di subuh hari, mereka memasuki hutan. Sekitar 15 menit melangkah, mereka menemukan sebuah rumah kecil di dalam hutan tersebut. Avi segera membuka pintu rumah kecil itu. "Ayo, masuk." Mereka memasuki rumah setelah Avi. El menarik nafas lega karena di dalam rumah terasa lebih hangat setelah berjam-jam mendayung di laut yang berudara dingin. Rumah itu tidak memiliki sumber listrik. Avi menyalakan lentera, sementara Meysha datang membawa selimut untuk mereka. "Coba kulihat tanganmu, Rom." Pinta Meysha. "Tidak, aku baik-baik saja," tolak Rom dan sudah memasukkan kedua tangannya ke balik selimut, lalu duduk di sudut ruangan. Pria itu masih bersedih. "Duduklah kalian semua, aku akan membuatkan teh panas," kata Avi. Meysha lebih dulu duduk di ruang tengah yang dilapisi karpet tebal yang hangat, Sasha mengikutinya, begitu pula Ben. El juga duduk di atas karpet itu, melirik sekilas pada Rom yang menyendiri di sudut ruangan. El menghela nafas, ia berpaling pada Meysha. "Jasper... Aku..." "Tidak apa-apa," sela Meysha segera. "Aku tahu itu rencana Kaz." Ucapnya lirih. "Kau...tahu?" El sedikit terkejut. "Aku memang bukan pengendali pikiran, tapi aku mengenal Kaz dengan baik. Aku bisa tahu apa saja yang ia pikirkan walau ia tidak pernah mengucapkannya," ujar Meysha dengan wajah muram, ia mengusap puncak kepala Sasha yang duduk di sebelahnya. "Dia hanya meminta Sasha untuk memberitahu Rom. Tapi aku tahu." "Lalu bagaimana dengan Rudy dan Koina?" Tuntut El. Meysha menghela nafas. "Mereka akan baik-baik saja." "Oh ya? Kau tidak lihat keadaan Rudy ketika itu!" El terdiam ketika menyadari suaranya membahana di dalam rumah kecil itu. Mereka semua terdiam membisu, hanya terdengar dentingan sendok yang mengaduk di dalam gelas, dari dapur. Avi sedang membuatkan teh. Aroma melati memenuhi rumah kecil itu. "Aku tidak mengerti," desis El. "Aku baru saja siuman, lalu kalian memintaku untuk menjadi pemimpin kalian. Dan aku tidak tahu-menahu dengan rencana kaz yang akan membakar Jasper." Meysha menghela nafas. "Maaf, El. Kaz kadang memang egois. Tapi setelah ini kami akan mengikuti rencanamu." "Jadi... Apa rencana kita?" Ben akhirnya membuka suara, suaranya terdengar serak karena kelelahan. Semua pasang mata terarah pada El dan El memaki di dalam hati. Dia tidak punya ide. "Ketika hari sudah terang, aku akan mendatangi rumah orang tuaku. Terserah kalian ikut atau tidak." Kata El akhirnya. __*__
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN