Chapter 39. Emily

1459 Kata
Chapter 39. Emily Rom meniti langkah mengikuti Emily yang meninggalkan perumahan desa di belakang mereka. Ia ingin bertanya kemana mereka akan pergi, namun ia merasa canggung. Maka dia memilih untuk diam saja. Hingga akhirnya Emily berhenti setelah melewati deretan pepohonan hutan cemara, dan dihadapan mereka terlihat ujung pantai. Emily menahan lengan Rom untuk segera berhenti. Rom memandang Emily dengan ekspresi bingung. "Lihat ini," kata Emily, ia kemudian menempelkan telapak tangannya di udara. Lalu ia mengetuk udara di depan mereka, yang menimbulkan bunyi ketukan seperti menyentuh sebuah dinding. "Ada pelindung tidak kasat mata di sini," Emily menjawab pertanyaan di wajah Rom. "Kaz yang membuatnya." Rom beralih pada udara di hadapannya. Ia mengangkat sebelah tangannya, mencoba menyentuh pelindung yang dimaksud. Jemarinya menyentuh benda tak terlihat itu, namun sengatan menusuk kulitnya, ia segera menarik tangannya. "Ada apa?" tanya Emily kaget melihat reaksi Rom. "Aku mendapat sengatan," jawab Rom, ia mengamati jemarinya yang telah terluka, seperti disayat sesuatu. "Aneh sekali," komentar Emily. "Aku baik-baik saja ketika menyentuhnya," ia kembali mempraktekkannya, meraba dinding dihadapan mereka yang tak terlihat. "Kau baik-baik saja? Ayo kita kembali untuk mengobatinya." "Tidak apa-apa," kata Rom segera. "Ini hanya luka kecil. Aku bisa sembuh dengan cepat." "Oh, tentu saja..." Emily mengangguk mengerti. "Tapi mengapa kau mendapat sengatan ya?" Rom memikirkan jawaban dari pertanyaan itu. Mungkin saja pelindung tak kasat mata ini bisa merasakan hal bahaya seperti dirinya yang adalah Eyerish Api. "Bagaimana kau bisa berada di sini?" Rom akhirnya bertanya. Emily tersenyum kecil mendengarnya, seolah ia sudah menunggu Rom akan bertanya. "Aku membantu El bertemu dengan Meysha. Ada orang-orang yang mencoba menangkap El. Kami berdua memutuskan untuk mengikuti Meysha. Eum, maksudku, keputusanku, sebab ketika itu El sedang tidak sadarkan diri." Rom merasa tidak nyaman. Apakah dirinya yang menyebabkan Emily dan El dalam bahaya? "Jangan salahkan dirimu," Emily seolah membaca ekspresi Rom. "Ini sama sekali bukan karena dirimu. Aku rasa ini sudah menjadi takdir kita untuk bertemu." Rom menundukkan wajah. Ia ingin mengakui hal itu. Ia ingin hal ini menjadi takdir yang bagus baginya, bertemu dengan Emily dan juga Eyerish lainnya. "Kenapa kau terlihat murung lagi?" sebelah tangan Emily terangkat, lalu menyentuh wajah Rom. Rom yang terkejut segera mundur menjauh. Ia memandang gugup pada Emily yang terdiam, juga balas memandangnya. Sesaat Rom hanya diam membeku. Sorot mata Emily seperti mengunci tubuhnya. Emily maju mendekatinya. Ia reflek mundur dan punggungnya menabrak batang pohon Cemara di belakangnya. Ketika Emily semakin mendekatinya, ia tidak dapat menjauh lagi. Emily tidak mengatakan apa pun, hanya memandangi Rom nyaris tanpa berkedip. Lalu sebelah tangan Emily memegang bahu Rom, dan satunya menyentuh sebelah wajah Rom. Rom menelan ludah, merasakan suhu tubuh wanita itu dari permukaan telapak tangan di wajahnya. Selanjutnya ia seperti terhipnotis. Ia menundukkan wajah, merasakan sebelah tangan Emily berpindah ke lehernya, dan dengan berani ia mendaratkan bibirnya pada wanita itu. Entahlah. Ia pernah mengharapkan hal ini. Harapan kurang ajar yang ingin ia kubur. Namun Emily secara nyata berada di hadapannya. Ia mengecup perlahan bibir Emily. Emily tidak menolaknya, meski ia berharap Emily akan mendorongnya dengan kasar. Dan ketika Emily membalas kecupan, nafsu di dalam Rom seperti terlepas dan menggila. Ia segera memeluk wanita itu, mengalungkan sebelah lengan di pinggang dan satunya di bahu Emily. Mempersempit jarak diantara mereka berdua, membuat tubuh mereka saling bersentuhan dan bertukar suhu tubuh. Saling membalas kecupan. *** Rom tertidur sangat nyenyak. Ia terbangun karena hembusan lembut angin yang menggelitiki wajahnya. Ia membuka mata dengan perlahan, dan membutuhkan waktu untuk memproses keberadaannya. Bisa saja ia telah bermimpi panjang. Mungkin ia masih berada di Idocrase, di halaman panti asuhan, tertidur sendirian di bawah pohon oak karena kelelahan bermain dengan anak-anak. Lalu mimpinya berlanjut, ia bertemu dengan seorang wanita yang sangat memesona bernama Emily. Namun saat ini ia tidak sedang berbaring di bawah pohon oak. Melainkan pohon Cemara yang menjulang, lalu ia menoleh, menemukan Emily yang sedang memandanginya, kemudian memberikan senyuman kepadanya. Semua hal itu nyata. "Kau sudah bangun?" Emily menyeka poni di dahi Rom. "Maaf, apa aku tertidur lama?" Rom bertanya gugup. "Tidak juga." Rom segera bergerak duduk, Emily mengikutinya. "Emily..." Rom berkata. "Kau tidak marah padaku?" Emily mengerjapkan mata, terlihat heran. "Marah?" "Ya, aku sudah kurang ajar padamu." Sesaat Emily terdiam sambil memandangi Rom. Kemudian ia tersenyum, cekikikan. "Oh Tuhan... kau belum pernah berciuman?" Rom mengerjapkan matanya dengan gugup. "Oh maaf, aku tidak bermaksud meledekmu," Emily berusaha menahan cekikikannya. "Itu artinya aku adalah yang pertama untukmu." senyumnya terlepas, membuat wajahnya tampak bercahaya karena senyuman itu. Rom tidak mengatakan apa pun, ia hanya menundukkan wajah. "Emily... Aku... maaf... El..." "Hubunganku dengan El tidak berjalan dengan baik," Emily segera menyela, membuat Rom mengangkat wajahnya, terbelalak memandang Emily. "Kami sudah putus." "Ap... apa?" "Rom... aku bukan wanita yang sopan," kata Emily. "Aku tidak bisa menutupi perasaanku." ia mendesah. "Aku sangat mengkhawatirkanmu. Aku nyaris berpikir aku tidak akan pernah melihatmu lagi." Rom tidak tahu harus merespon bagaimana. "Em... jika kau putus...." Ia merasa apa yang mereka lakukan saat ini tidak benar. "Ya Tuhan, Em.... El sedang kritis." ia segera berdiri. Emily juga ikut berdiri. "Aku mendengar jika El sudah melewati masa kritisnya." "Benarkah?" Emily mengangguk. Ia menarik nafas. "Maaf." Rom membelalakkan mata pada Emily, tampak kaget. "Kenapa kau meminta maaf?" "Karena aku sudah kurang ajar padamu," Setelahnya Emily segera meninggalkan Rom dengan ekspresi menahan kekecewaan. *** Emily berusaha menahan perasaannya yang terasa pedih. Ia berharap Rom akan membalas perasaannya, karena butuh keberanian besar untuk mengakhiri hubungannya dengan El. Selama ini ia hidup di bawah bayang-bayang El. Tujuan kehidupannya selama ini adalah untuk membahagiakan El, juga membahagiakan Keluarga Shan yang telah berbaik hati merawatnya hingga ia berpendidikan dan memiliki pekerjaan. Dan kehidupannya seperti jungkir balik. Perasaannya berubah begitu saja saat ia mengenal Rom. Sayangnya Rom tidak memberikan respon yang diharapkan oleh Emily. Tentu saja, Rom adalah pria baik-baik, tidak seperti dirinya yang lahir dari keluarga berantakan. Mungkin Rom akan merasa jijik padanya yang bertindak sembarangan, tidak beretika, wanita yang tidak sopan. Semua pendidikan dari keluarga Shan pada akhirnya tidak berguna kepadanya. Tetap saja dia adalah wanita dari keluarga yang berantakan. Langkah kaki Emily reflek membawanya ke perumahan rawat. Ia memasuki kamar dimana El dirawat, dan menemukan Meysha, satu-satunya orang yang sedang menunggui El. Emily mengamati sesaat wajah pucat El yang tertidur. El tidak pernah sakit sejak kecil, begitu yang diingat oleh Emily. Pertama kalinya Emily melihat El terbaring lemah adalah ketika El mengaku telah membunuh seorang Eye Tracker. Dan semenjak saat itu ia semakin sering melihat El terluka, meski ia tahu El adalah seorang Eyerish yang mampu sembuh dengan cepat dari manusia normal. "Perlu bantuan?" tanya Emily, beralih pada Meysha. Meysha tidak tersenyum kepadanya. Wanita itu mulai bersikap dingin kepada Emily sepulang dari Vinctum. Mungkin El telah memberitahu Meysha tentang hubungan mereka berdua yang sudah berakhir. "Dia baik-baik saja," kata Meysha. "Ayo, bicara di luar." wanita berambut abu-abu itu segera keluar dari kamar, Emily mengikutinya. Meysha menarik nafas lalu berbalik pada Emily. "Kukira kau tidak akan dekat-dekat dengan El lagi." ujarnya sinis. "Bahkan dia terus memikirkanmu sepanjang perjalanan. Dan kau malah pergi bersama Rom ketika dia sedang kritis." Emily terkejut mendengar hal itu. Ia tidak tahu jika Meysha melihatnya pergi bersama Rom. "Hubungan kami sudah berakhir..." "Lalu kenapa kau di sini?" "Apa?" "Kenapa kau mengunjungi El?" "El... dia... dia... masihlah temanku. Kami sudah berteman sejak kecil. Aku mengkhawatirkan keadaannya." Meysha mendengus tak percaya. "Em, seharusnya kau pergi meninggalkannya. Atau lebih baik kau kembali ke kota." "Ap... apa? Tidak, bukankah aku sudah berjanji akan membantu kalian di sini?" pinta Emily. Dia tidak ingin kembali ke kota lagi. Baginya Jasper adalah tempat tinggal yang sesuai untuknya. "Masih banyak manusia yang bisa membantu kami." kata Meysha. "Jika kau tetap di sini, El hanya akan semakin patah hati." Emily menundukkan wajah. Meysha benar. Tapi ia tidak bisa pergi dari tempat ini. Dan tentu ia juga mengkhawatirkan keadaan El. Ia merasa berdosa karena telah merasa bahagia di saat El belum siuman. Tapi ia benar-benar lega setelah melihat Rom kembali dengan baik-baik saja. "Kau benar, seharusnya aku tidak mendekatinya lagi." kata Emily pelan. "Tapi aku tetap ingin tinggal di sini, aku sudah bersumpah pada diriku untuk membantu kalian." "Emily..." "Mey..." sela Emily segera. "Aku pernah membunuh seorang Eyerish. Dulu, ketika aku masih kecil." Pengakuan itu membuat Meysha terperangah kaget. "Apa?" bola mata abu-abu gelapnya membelalak memandang Emily. "Kau bercanda ya?" Emily menggelengkan kepala. "Kau bisa menanyakan hal ini pada El. Dia juga mengetahuinya. Aku tidak pernah melupakan hal ini, dan aku bersumpah pada diriku untuk dapat menebus kesalahanku. Jika aku sudah membunuh satu, maka aku harus bisa menyelamatkan seribu Eyerish." "Ya Tuhan, Em..." Emily segera meraih kedua tangan Meysha. Ia dapat merasakan suhu tubuh Eyerish itu yang terasa sejuk, seperti suhu udara pagi dengan angin yang berhembus sepoi-sepoi. "Kumohon, Mey..." bisik Emily pada Meysha. "Bantu aku untuk menebus dosaku ini." __*__
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN