Alexander Harper Point of View
Aku menyibukkan diri dengan beberapa dokumen yang berserakan di seluruh meja ruang tamu hingga ke sofa dan membuatku duduk di bawah karpet bulu yang khusus di pesan Benedict untukku di Maroko. Mataku masih fokus membaca informasi yang ada di dalam dokumen itu hingga tidak menyadari Seline sedang berdiri di seberang hanya dengan berbalut jubah mandi dan tangan terlipat di depan d**a. Seline berdehem pelan membuatku mendongakkan kepala.
"Ada apa?" tanyaku dengan kening berkerut samar.
"Hanya penasaran mengapa wajahmu tampak begitu serius sejak tadi." jawab Seline. Ia melangkah mendekat, sedikit membungkukkan tubuh saat sudah berdiri di seberang untuk mengambil beberapa lembar kertas. "Apa ini? Bukankah ini akta kelahiran?" tambahnya bertanya.
"Aku sedang menyelidiki seseorang." jawabku singkat.
"Siapa?"
Aku membereskan bagian sofa dan menepukkan tangan agar Seline dapat duduk di sana. Setelah Seline duduk. Aku menyodorkan selembar foto kepada wanita itu. "Aku yakin, kau pasti mengenali siapa mereka."
Seline mengangguk kecil setelah beberapa saat memperhatikan dua orang yang ada di dalam selembar foto itu. Kemudian ia mengalihkan pandangan kepadaku dan mengangkat sebelah alis. "Lucas dan Alicia Graves. Siapa yang tidak tahu mereka?"
Memang benar apa kata wanita itu. Siapa yang tidak tahu pasangan itu? Hampir sembilan puluh persen penduduk di seluruh daratan Amerika boleh dikatakan turut menyumbang dan mengisi pundi-pundi uang keluarga itu mengingat bisnis mereka berada di bidang properti. Semua itu bahkan belum termasuk ekspansi bisnis di bidang perhotelan dari akuisisi Graves Enterprise terhadap SM International yang dengar-dengar merupakan perusahaan mendiang orang tua Alicia Lengowaski, istri dari Lucas Antonio Graves. Mereka berdua bahkan dinobatkan oleh beberapa majalah ternama seperti Forbes dan Times sebagai Raja dan Ratu properti.
"Kalau begitu..." aku sengaja menggantung kalimat sementara sebelah tanganku mengambil selembar foto lain dari atas meja. Kemudian aku memberikan foto itu kepada Seline. Di dalam foto itu juga terdapat dua orang di dalamnya. Namun kali ini kedua orang itu sama-sama seorang perempuan. "Bagaimana dengan mereka? Apakah kau tahu siapa mereka?"
Seline mengangguk cepat. "Tentu saja. Mereka berdua putri Lucas dan Alicia Graves."
Aku mendengus geli mendengar jawaban Seline. Sepertinya memang hanya aku yang tidak tahu siapa putri dari keluarga Graves. Namun hal ini tidak dapat disamakan dengan salah satu putri Lucas dan Alicia yang bernama Jace itu. Aku tidak mengenali Jace karena wanita itu memang hampir tidak pernah terekspos ke publik seperti Kylie Jenner. Sementara aku? Memikirkan bagaimana mungkin Jace benar-benar tidak mengenaliku membuatku masih terheran-heran sampai detik ini.
"Apakah kau mengenal putri pertama mereka? Jace?"
Seline sedikit mencondongkan tubuh dan melemparkan rendah foto-foto itu di atas meja. Ia berdehem pelan sebelum menggeleng kecil. "Aku tidak mengenalnya secara langsung. Hanya selalu melihatnya datang di peragaan busana dan duduk di barisan paling depan bersama seorang kritikus fashion ternama. Beberapa kali juga aku mendengar dari make up artist kalau Jace mewarisi begitu banyak harta dari ayah kandungnya belum termasuk Lucas Graves."
Aku terdiam selama beberapa detik mencoba memikirkan sesuatu. Aku yakin pemikiran yang baru saja melintas dalam benakku mungkin akan membuat Benedict kalah telak dalam taruhan kecil yang kami buat sekaligus membuatku kembali dapat bertemu dengan wanita itu. Aku menoleh menatap Seline. "Berbicara mengenai pergaan busana. Apakah kau masih selalu menyediakan satu kursi kosong untukku?"
"Apakah kali ini kau mau datang hanya untuk bertemu Jace? Apakah kau menyukainya?"
Aku menahan senyum dibibirku saat mendengar Seline balik bertanya dengan menirukan cara berbicaraku. Aku memicingkan mata dan sedikit mencondongkan tubuh ke arahnya. "Aku mencium ada aroma cemburu darimu."
"Cemburu? Kau lupa kalau kita tidak ada hubungan apapun?"
Aku menyeringai ke arah Seline. "Kau yakin kita tidak ada hubungan apapun?" tanyaku. Sebelah tanganku perlahan mencoba menarik pengikat jubah handuk yang melingkar di sekitar pinggang wanita itu. "Padahal beberapa hari lalu kita..."
"Kita apa?" sergah Seline. "Sudah ku katakan padamu kalau beberapa hari lalu kita tidak melakukan apapun. Aku membuka semua pakaianmu karena kau muntah. Jadi jangan berpikiran aneh-aneh." Ia sedikit mendorong tubuhku sebelum bangkit berdiri dan mengikatkan kembali tali pengikat yang kutarik. "Cepat pergilah sebelum asistenku datang kemari." tambahnya menggerutu.
Aku terkekeh geli. Kebiasaanku yang suka menggoda orang lain sepertinya sudah menjadi hobi sehingga terkadang sulit untuk berhenti. Beruntung Seline dan Benedict bukanlah orang yang mudah terbawa perasaan sehingga aku benar-benar menikmati waktu bersama mereka. "Baiklah-baiklah. Aku akan segera pergi dari sini. Aku akan kembali nanti malam." kataku sambil mulai membereskan dokumen-dokumen yang ada mengingat Seline memang benar-benar harus pergi untuk pemotretan. Untuk itu asisten pribadi dan mungkin beberapa tim akan datang kemari mempersiapkan semua yang dibutuhkan Seline sebelum pergi.
"Untuk apa punya banyak uang kalau kau masih menumpang di kamar hotelku?"
"Siapapun yang memiliki banyak uang tentu juga lebih menyukai sesuatu yang gratis."
Seline memutar mata sambil melipat tangan di depan d**a. "Aku benar-benar heran mengapa bisa berteman denganmu dalam waktu yang cukup lama."
"Seperti katamu. Aku temanmu. Kau juga tahu aku hanya memiliki dirimu dan Ben sebagai teman terdekatku. Jadi pilihanku hanya terbatas pada dua pilihan. Aku tentu lebih memilih tidur bersamamu dibandingkan dengan Ben bukan?"
Seline memejamkan mata beberapa detik. Ia menghela napas panjang. "Sepertinya aku harus cepat mencari kekasih agar kau tidak seenak diri keluar masuk kemari."
...
Aku baru saja masuk kedalam rover-ku yang terparkir di basement dan menyalakan mesin ketika ponselku berdering. Kulihat dari monitor layar sentuh yang ada di dasbor yang sudah terhubung dengan ponsel kini menampilkan sebuah nomor tidak dikenal.
"Siapa yang menghubungiku?" gumamku. Jarang sekali ada nomor tidak dikenal menghubungi nomor ponsel pribadiku. Bahkan seingatku nyaris tidak pernah mengingat semua panggilan dari orang yang tidak dikenal biasanya ditujukan pada Benedict sebelum akhirnya sampai padaku. Bahkan meskipun Benedict memberikan nomor pribadiku. Pria itu pasti akan bertanya atau memberitahuku terlebih dahulu. Namun tanpa berpikir panjang. Aku memutuskan untuk mengangkat panggilan itu.
Aku menekan tombol berwarna hijau pada monitor layar sentuh hingga tampilan berubah. Kemudian aku menekan tombol rekam untuk berjaga-jaga seandainya hal buruk terjadi saat percakapan sedang berlangung. "Halo?"
"Halo. Selamat sore, apakah benar ini dengan nomor Alexander Harper?" tanya wanita dengan sangat sopan.
"Ya benar." jawabku singkat. Aku mencoba menahan diri untuk tidak bertanya darimanakah wanita mendapat nomor pribadiku dan membiarkan wanita di seberang panggilan memperkenalkan diri terlebih dahulu.
"Perkenalkan nama saya Elleanor. Saya menghubungi anda sebagai perwakilan dari Chief Executive Officer dari Reid International. Sebelumnya saya ingin meminta maaf karena langsung menghubungi anda tanpa melalui manajer atau agensi anda mengingat sesuatu yang ingin disampaikan atasan saya bersifat pribadi."
Aku tidak begitu mendengar nama perusahaan yang disebut wanita itu karena di saat yang bersamaan aku sedang membunyikan klakson untuk menyapa salah seorang petugas parkir yang biasa selalu membantuku membawa barang belanjaan yang kubawa untuk Seline. Hingga wanita itu mengatakan, "Apakah anda bersedia untuk menjawab beberapa pertanyaan dari Nona Graves?"
"Siapa?"
...
"Alex? Aku pikir kau menginap di tempat Seline malam ini." kata Benedict. Secara kebetulan pria itu melihatku melangkah keluar dari lift saat hendak memasuki ruang tamu sembari membawa secangkir kopi dari arah dapur.
"Seline mendadak ada urusan." Aku berlalu melewati Benedict. "Lagipula aku memang harus kembali. Ada urusan penting."
"Urusan penting apa?" tanya Benedict bingung. Ia yang masih berdiam diri di posisinya kemudian menoleh menatapku dengan kening berkerut. Aku yakin ia saat ini berusaha memikirkan sesuatu yang berkaitan dengan urusan pekerjaan. "Aku sudah memastikan berulang kali kalau jadwalmu memang kosong hingga besok siang."
Aku tersenyum penuh kemenangan sambil meletakkan barang-barangku diatas meja sebelum menjatuhkan b****g di atas sofa dan mencari posisi duduk yang nyaman. Dalam hati aku memuji diri sendiri mengingat aku adalah orang yang beruntung saat ini. Aku baru memikirkan cara untuk bisa menghadiri pergaan busana agar dapat bertemu Jace tapi hal lebih baik terjadi sehingga aku tidak perlu repot-repot. "Aku harus mengambil kunci mobil Arash AF10 Hybrid di petugas valet di bawah."
Benedict mengerjap. "Kau apa?" tanyanya setengah berseru. Dengan langkah lebar ia menghampiriku. Ia meletakkan cangkir teh dalam genggaman tangannya di atas meja. "Kau pasti sedang menggodaku bukan?"
"Tidak. Aku sedang tidak menggodamu." jawabku sambil menahan senyum. Kemudian aku mengambil ponsel dan membuka aplikasi perekam suara. Aku mencari sebuah audio berisi rekaman panggilan yang terjadi dua puluh menit lalu di parkiran basement hotel tempat Seline menginap selama dua bulan ini. "Dengarkan baik-baik." peringatku.
Benedict terdiam menatapku was-was saat rekaman mulai ku putar.
"Perkenalkan nama saya Elleanor. Saya menghubungi anda sebagai perwakilan dari Chief Executive Officer dari Reid International. Sebelumnya saya ingin meminta maaf karena langsung menghubungi anda tanpa melalui manajer atau agensi anda mengingat sesuatu yang ingin disampaikan atasan saya bersifat pribadi."
Kuhentikan rekaman dan mengangkat sebelah alis. "Bagaimana? Apakah kau siap meminjamkan Arash mu padaku?" tanyaku.
"Kau pasti mengada-ada. Kau menyuruh seseorang untuk membuat rekaman itu bukan?" tanya Benedict. Kemudian dengan cepat menyambar ponselku dan memutar kembali rekaman yang sudah kuputar untuknya tadi.
"Perkenalkan nama saya Elleanor. Saya menghubungi anda sebagai perwakilan dari Chief Executive Officer dari Reid International. Sebelumnya saya ingin meminta maaf karena langsung menghubungi anda tanpa melalui manajer atau agensi anda mengingat sesuatu yang ingin disampaikan atasan saya bersifat pribadi."
"Siapa?"
"Halo, Alex. Perkenalkan namaku Jean Graves. Maaf aku menghubungimu secara mendadak. Aku ingin menyampaikan sesuatu padamu. Apakah ada waktu? Kalau kau saat ini sibuk aku bisa menghubungimu lain waktu."
"Tidak. Aku ada waktu."
"Baiklah . Aku senang mendengarnya."
Benedict menghentikan sejenak rekaman itu. Ia mengangkat sebelah alisnya. "Ini bukan Jace. Tapi Jean." katanya masih berusaha mengelak agar tidak kalah dari taruhan.
"Dengarkan sampai selesai."
Benedict menekan tombol putar agar rekaman itu berlanjut. Raut wajahnya kini mulai terlihat panik membuatku terkekeh.
"Jadi apa yang ingin kau bicarakan denganku?"
"Baiklah aku tidak akan berbasa-basi dan langsung pada initnya. Jadi tiga bulan dari hari ini, Reid International akan memasuki usia emas sejak pertama kali berdiri. Sama seperti sebelumnya, perusahaan akan mengadakan perayaan yang cukup besar. Aku sudah mengirimkan undangan beserta proposal melalui emailmu dan manajermu agar kalian tahu gambaran besar acaranya. Jadi, apakah mungkin kau bisa mengkonfirmasi pada kami mengenai kehadiranmu sebelum sabtu ini?"
"Karena kau adik Jace dan kau menghubungiku secara langsung. Kau tidak perlu menunggu sabtu ini. Akan kupastikan aku datang menghadirinya."
...