Sembilan

997 Kata
Sudah hampir setengah tahun hubungan Amel dan Ajiz berlangsung. Ajiz semakin menunjukkan perhatiannya pada Amelia, tak sedikit Ajiz banyak merayu atau memuji Amel.Meskipun sudah berbulan-bulan berlalu, tapi ucapan Nino masih terngiang dalam pikirannya.   Perusahaan mengadakan acara berkemah untuk karyawan perusahaan mereka.   Dan hari ini mereka sudah berkumpul di halaman parkir perusahaan. Ada enam bus yang berjajar di halaman parkir.   "Minta perhatiannya sebentar," seru Ajiz yang menggunakan pengeras suara.Perhatian karyawan beralih pada pemilik suara, begitu pun dengan Amelia.   Ajiz memberi arahan dan juga apa saja kegiatan mereka selama di sana. Sambil mendengar arahan, panitia lain membagikan name tag sebagai tanda pengenal karyawan.Perusahaan tempat Amelia bekerja memang sering mengadakan piknik, hanya saja untuk berkemah baru pertama kali ini.Arahan selesai, satu persatu karyawan mulai menaiki bus.   Rombongan divisi marketing di bagian bus paling belakang.Otomatis Amel hanya sendiri, karena Seira dan Ajiz ada di bagian bus depan, khusus untuk petinggi.   Bus mulai meninggalkan halaman parkir perusahaan, Amelia bernyanyi riang diiringi tepuk tangan rekan-rekannya.Ah, Amelia jadi ingat masa-masa SMK dulu. *** Bus sudah masuk area pegunungan, Rasa dingin mulai menusuk ke tulang.   Ajiz berganti tempat mendekati Seira yang duduk di belakang."Kamu kedinginan?" tanya Ajiz berbisik tanpa melihat Seira.   Seira hanya bergumam mengiyakan. Perlahan tangan Ajiz menggenggam tangan Seira erat menyalurkan kehangatan.Ajiz berani melakukan itu karena memang kebanyakan dalam bus rekan-rekannya tertidur pulas, jadi tak ada yang melihat pikirnya.   Seira menoleh ke samping menatap wajah Ajiz yang terpahat sempurna, begitu tampan. Astaga, Seira tertangkap basah memandangi Ajiz. Ajiz tersenyum lembut pada Seira, secepat kilat Ajiz mengecup bibir Seira. Ah, Seira semakin tersipu dengan perlakuan Ajiz padanya.   Tanpa mereka sadari sedari tadi manik hitam pekat menatap tajam ke arah mereka dengan tangannya terkepal kuat menahan gejolak amarah dalam dadanya. *** Amelia menguap lebar merentangkan kedua tangannya bebas. Matanya mengerjap pelan menyesuaikan penglihatannya."Sudah sampai, Sayang." Ajiz merunduk tersenyum hangat pada Amelia. Tangannya terulur mengusap puncak kepala Amel.   Amel segera membenahi diri, melihat isi bus yang ternyata sudah kosong. "Ah, sudah sampai ya. Kok nggak bangunin aku dari tadi," gerutunya dengan ciri khas bangun tidurnya.   Ajiz terkekeh pelan. "Aku sudah bangunin kamu loh dari tadi, bahkan Aku juga sudah beberapa kali curi ciuman di bibir kamu," sahut Ajiz dengan nada menggoda. Amel terpekur, melayangakan tatapan tajam pada Ajiz. "Pelecehan seksual itu namanya!" sungut Amel tak terima.   Ajiz tertawa memegangi perutnya. "Kalau curi ciuman di kening juga pelecehan seksual?" tanya Ajiz mengangkat sebelah alisnya menunggu jawaban Amel.   Amel memberengut meraih tas ranselnya, "Apapun itu, kalau tanpa seizin atau kehendak orangnya, tetap pelecehan seksual namanya," oceh Amel tak memedulikan raut wajah Ajiz.   Ajiz mengambil alih ranselnya, menahan pergelangan tangannya kemudian menariknya sehingga dirinya menubruk d**a bidang Ajiz.   Tangan Ajiz bergerak menangkup pipi Amelia, perlahan wajahnya mulai ia dekatkan ke wajah Amel, sementara Amel tak berani memejamkan matanya. Ia terus memperhatikan gerakan Ajiz yang semakin mendekati wajahnya. Bahkan deru napas Ajiz pun sudah terasa pada permukaan wajahnya.   Nino berdiri di belakang Amel, melihat interaksi dua sejoli itu.Hatinya memanas, secara spontan dehaman keras ia keluarkan untuk mengusik kemesraan mereka.   Amelia melepaskan tangan Ajiz yang menangkup pipinya, tergesa menjauhkan diri, sedangkan Ajiz berdecak melihat siapa yang sudah mengganggunya.   "Maaf, kita datang ke sini untuk refreshing bukan untuk memenuhi hasrat sialan kalian," hardik Nino merasa senang karena adegan mesra mereka ia cut.   Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Amelia turun dari bus terlebih dahulu meninggalkan kedua Pria itu di sana, sedangkan dirinya turun membawa serta rasa malu karena tertangkap basah hampir ciuman.   Astaga...   Sementara dalam bus. "Lo merasa diri lo paling oke? Sampai lo seenaknya mainin perasaan anak orang." Nino bersedekap menatap tajam pada Ajiz dan Ajiz pun menatap Nino tak kalah tajam. "Tempo lalu lo cumbu mesra si Seira dan sekarang lo mau merusak si Amel. Mau lo apaan sih, Jiz!" seru Nino tak habis pikir. Ajiz bergeming. "Kalau lo nggak cinta sama Amel, lebih baik lo tinggalkan Amel. Gue yakin, Amel cuman jadi alat buat lo buktiin ke Seira kalau Lo beneran cinta sama dia, iya kan?" lanjut Nino dengan nada sinis.   Nino tahu semuanya, bahkan sejak cerita SMK pun Nino sudah tahu.   Di gudang belakang sekolah Nino sengaja bersembunyi di sana hanya untuk sekedar merokok.Nino bukan murid yang baik, tapi otaknya yang cerdas menutupi keburukan perilakunya.Sayup-sayup Nino mendengar dari dalam gudang ada suara orang yang sedang berbicara, Nino mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka.   "Aku cinta sama kamu, Sei. Bukan sama Amel," suara seorang Pria yang sudah Nino tebak, Ajiz.   "Aku nggak bisa, karena Amel juga cinta sama kamu," sahut seorang gadis menangis, Seira.   Nino memutar bola matanya malas, drama percintaan."Aku nggak bisa membayangkan kalau Amel tahu kita saling cinta, Amel pasti minder banget. Kamu cinta pertamanya, meski aku tahu ini salah, tapi setidaknya kamu mau berada di sisi Amel, memberinya semangat. Aku melihat Amel mulai putus asa."   Nino semakin tertarik dengan topik pembicaraan mereka kali ini.   "Terus Aku harus memaksakandiri deketin si gendut itu, buat membuktikan kalau cinta aku beneran buat kamu?"   Munafik! Itu yang muncul dalam pikiran Nino setelah mendengar ucapan Ajiz.Nino tak habis pikir, di luar sana saat dirinya membuli Amel, Ajiz pasti berada paling depan membela Amel, tapi ternyata di belakang orangnya, oh My God...   "Kamu nggak boleh hina Amel kayak gitu."   "Memang benar kan, Amel itu gendut, hitam, dekil, jelek pula."   Astaga... Ajiz ternyata hatinya sangat busuk, bahkan lebih busuk dari sampah non organik.   "Kalau kamu cinta sama Aku, kamu harus membuktikan dengan merubah Amel, mendampingi Amel, bahkan kalau bisa kamu jatuh cinta saja pada Amel."   "Oke, Aku buktikan Amel akan berubah dan setelah Amel berubah, aku harap kamu mau jadi kekasihku. Aku nggak bisa jatuh cinta sama Amel, di saat cintaku sudah habis semuanya buat kamu."   Idiot, mereka hanya kasihan pada Amel. Oh ya ampun.. Nino jadi iba pada Amelia.   "Jangan lo pikir gue nggak tahu sepak terjang lo, gue tahu lo ada maksud tertentu sebenarnya, tapi gue nggak mau tahu kalau lo sampai menyakiti Amel," tekan Nino semakin mendekati Ajiz. "Lo habis!" setelah mengatakan itu, Nino segera berlalu turun dari bus.   Ajiz terperkur, dia tak bisa mengucapkan sepatah kata pun, pikirannya berkecamuk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN