Sepuluh

914 Kata
"Mel, masak mie instan kayaknya segar deh," usul Seira setelah duduk di samping Amel.   Amel menoleh menatap Seira tak bersemangat. “Mana boleh masak mie instan," sahut Amel lesu. "Kamu lihat," Amel menunjuk Ajiz yang sibuk merapikan tendanya. "Ahli giziku ada di sana, bisa puasa aku kalau makan mie instan sampai ketahuan dia."   Seira terkikik geli tangannya mengusap punggung Amelia seolah-olah sedang memberi kekuatan. "Sabar ya, semua kan indah pada waktunya," ucap Seira menahan tawa.   "Sialan!" umpat Amel membuat tawa Seira pecah begitu saja.   *** Amelia berjalan sedikit menjauh dari tenda, menghirup aroma disiang hari yang terasa sejuk bukan ide yang buruk. Amel senang dengan kesejukan, kesejukan yang seakan mengambil alih seluruh rasa lelahnya dan membawa rasa lelah itu pergi bersama dengan hembusan anginnya.Amel merapatkan jaketnya yang membalut tubuhnya. Manik cokelatnya menjelajahi pemandangan sekitar yang indah.   Tanpa Amel sadari tangan besar dan terasa hangat memeluknya dari belakang. Amel dapat mencium aroma yang sudah ia hafal sejak saat bersamanya, Ajiz. "Nggak baik merenung di sini sendirian," suara serak Ajiz mengisi keheningan.   Amelia tersenyum tipis menyandarkan kepalanya di d**a bidang Ajiz. Amel mendongak menatap wajah Ajiz dari bawah malah menambah kadar ketampanannya. Ajiz merunduk sehingga pandangan mereka beradu.Tangan Amelia terulur mengusap rahang tegas Ajiz yang dipenuhi bulu-bulu halus. Ajiz meraih telapak tangan Amelia menempelkannya di pipinya, sesekali Ajiz mengecup telapak tangan Amel.   Sorot mata Ajiz berubah menjadi sendu, Ajiz menatap manik cokelat Amel, perlahan wajah Ajiz mendekat. Entah siapa yang memulai, bibir mereka sudah menempel. Ajiz memberi lumatan penuh kelembutan, begitu pun Amel yang membalas lumatan Ajiz.   Lumatan mereka terhenti, napas mereka saling memburu. Ajiz tersenyum mengusap bibir Amelia yang bengkak dan juga basah bekas ciuman panas mereka.   "Kita kumpul dengan rekan yang lain," ajak Ajiz yang diangguki Amel.   Seira sedari tadi mencari Amel, tapi langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat Ajiz mengendap-ngendap memeluk Amelia dari belakang.   Seira mengurungkan niatnya menghampiri Amel, memilih berdiri melihat dari tempatnya. Seira melihat adegan intim itu dari awal, dadanya berdenyut sakit.   Seira ingin menangis, tapi dia bukan siapa-siapa.Jujur, Seira menyesali permintaannya pada Ajiz.Seira mengusap air matanya kasar kemudian berlalu dari tempat itu.   "Kamu dari mana, Sei?" tanya Amel melihat Seira yang baru kembali dari arah yang sama.   Seira segera merubah raut wajahnya tersenyum cerah. "Itu, Aku habis cari kayu buat api unggun, tapi nggak nemu."   Amelia membulatkan bibirnya kemudian tersenyum mengajak Seira memakan sandwich gandum miliknya."Waw, ada makanan nih." Nino menyerobot mengambil sandwich yang ada di tangan Amel.   Amel mendengus mencebik, kenapa hidupnya tak pernah tenang? Batinnya mengeluh merasa tak adil karena sikap Nino padanya.   Seira geleng-geleng kepala melihat interaksi dua insan di sampingnya itu. Seira memilih memakan sandwich bagiannya, mengunyah secara perlahan.Kunyahannya terhenti melihat Ajiz yang berjalan ke arahnya. Ralat, bukan ke arahnya melainkan ke arah Amelia.Iya, Amel kan kekasihnya.   "Kamu sudah makan sandwichnya?" tanya Ajiz yang sudah di sisi Amel mengusap puncak kepala Amel.   Amel memberengut menunjuk Nino yang sibuk mengunyah. "Dia mengambil sandwichku," adu Amel dengan nada merengek.   Nino masih mengunyah, tapi matanya menatap tajam Ajiz.Sumpah, rasanya ingin memuntahkan sandwichnya tepat ke wajah Ajiz.   "Nggak masalah, nanti kita buat lagi yang baru." tenang Ajiz mengusap puncak kepala Amel. Amel tersenyum memeluk lengan Ajiz manja. Oh.. Hubungan mereka ada kemajuan beberapa bulan terakhir inidan Amel sangat senang.   Seira mencuri pandang ke arah Amel dan juga Ajiz. Hatinya berdesir bergemuruh penuh amarah, segera Seira beranjak dari duduknya berpamitan untuk mencari minum.   Semua kemarahan Seira tak lepas dari pandangan Nino, Nino menyeringai dalam hatinya ia bersorak senang merapalkan kalimat yang tak layak untuk diucapkan pada Seira.   "Seira kenapa?" gumam Amel yang bisa didengar Ajiz.   Ajiz menatap kepergian Seira, kemudian beralih menatap Amel."Aku periksa dulu logistik sebentar," ucap Ajiz mengabaikan tatapan Nino padanya.   Amelia hanya bergumam mengiyakan sementara fokusnya ia gunakan untuk memakan sandwich bekas Seira.   Nino menatap Amel dengan tatapan yang sulit diartikan. Awalnya Amel memilih berpura-pura tidak menyadarinya, tapi lama-lama risi juga ditatap seperti itu. Amelia menoleh membalas tatapan Nino. "Apa!" sentak Amel melotot.   Nino tersenyum jahil mengedikan bahunya tak acuh kemudian kembali melahap potongan sandwich terakhirnya.Nino beranjak kemudian berlalu tanpa sepatah kata pun. *** "Sei," seru Ajiz saat melihat Seira yang berdiri di tepi sungai memeluk dirinya sendiri.   Seira mengusap air matanya kala mendengar suara Ajiz, diam di tempat tanpa berani menoleh ke belakang.   Ajiz sudah berada di samping Seira. "Kenapa pergi begitu saja?" tanya Ajiz membuka suara.   Air mata Seira kembali berderai, sakit di dadanya sungguh sangat menyesakkan. Ia pikir hubungan Amel dan Ajiz tak akan sejauh yang ia lihat, Ajiz membuktikan bahwa dia mulai belajar mencintai Amel, dan itu sangat menyakitkan untuknya.   Seira menoleh menatap wajah Ajiz dengan mata sembabnya. "Aku mohon hentikan ini semua," lirih Seira tercekat.   Ajiz tersenyum getir membalas tatapan Seira. "Kenapa?" tanya Ajiz seraya menghela napas panjang. "Bukankah ini yang kamu mau? Aku sudah membuktikan seberapa besar cintaku padamu. Kamu meminta aku mengakhiri semuanya?" Ajiz berdecih pelan. "Bahkan aku baru saja memulainya, Seira."   Tangis Seira pecah, Seira menangis membekap mulutnya sendiri. "Aku minta maaf," cicitnya tak kuasa menahan tangis. "Aku minta maaf, Ajiz. Aku menyesal, mohon maafkan aku."    Ajiz memegang kedua bahu Seira memaksanya untuk menatapnya. "Aku sudah jelaskan berpuluh-puluh kali padamu bahwa suatu saat rasa kasihan itu bisa berubah menjadi suatu rasa yang lebih." Ajiz menatap Seira lekat kemudian menarik Seira masuk ke dalam pelukannya, mengusap surai kecokelatan Seira. "Aku masih mencintaimu, bahkan sangat mencintaimu. Beri aku waktu untuk mengakhirinya."   Seira tersenyum samar mengangguk pelan, membalas pelukan Ajiz erat.   Mata tajam Nino mengasi interaksi Ajiz dan Seira.Kedua tangannya mengepal erat sehingga buku jarinya memutih.Rahang Nino mengeras, dalam hatinya ia mengumpati keduanya.   "b******k!"  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN