bc

Heart Attack

book_age16+
20
IKUTI
1K
BACA
friends to lovers
goodgirl
sweet
bxg
lighthearted
campus
secrets
multiple personality
friends
naive
like
intro-logo
Uraian

Chat sederhana dari pria pendiam seperti Genta nyatanya berhasil mengguncang ketenangan jiwa Wulandari Dwi Anindita di minggu-minggu meresahkan menuju UAS.

Wulandari, kayaknya aku beneran suka kamu

Jika dibedah struktur kalimatnya tentu saja meragukan. Bilang suka kok pake KAYAKNYA, siapa yang percaya? Nggak ada, apalagi jika mengingat sejarah hubungan mereka.

3 tahun jadi teman serombel hanya kenal nama dan berbicara seperlunya terkait tugas. Itu saja bisa dihitung berapa kali mereka menjadi partner tugas dan terlibat percakapan singkat tak lebih dari 10 kata, sekali diskusi langsung jadi karena penggunaan sistem pembagian tugas.

Tapi kenapa jantung Wulan tak berhenti berdebar padahal otaknya mendoktrin, jika kalimat itu persentase C nya 100%.

Siapapun tolong selamatkan kewarasan Wulan!

*****

Ini bukan kisah tipisnya jarak antara benci dan cinta, tapi ini adalah kisah dua orang yang tak pernah saling sapa tapi tanpa sengaja sering bertemu dalam suasana canggung luar biasa.

Mereka sama-sama pendiam dan kaku, jika dijadikan satu ibarat tugu selamat datang.

Entah bagaimana akhir kisah romansa dua jiwa yang karakternya serupa tapi pemikirannya jauh berbeda ini. Ditambah beberapa stimulan dari berbagai pihak yang mendorong mereka mendekat sebagai bagian dari takdir Tuhan.

------

C = Convidence Level, biasanya menggunakan nilai rentang 90%, 95%, dan 99% untuk menentukan tingkat keakuratan suatu sampel. Semakin lebar C nya, semakin besar peluang benarnya tetapi semakin tidak berguna. Karena itu, trade off tidak boleh terlalu lebar karena tingkat kepercayaannya bisa turun, C 95% dianggap sebagai angka yang tidak moderat dan sering dipilih.

~Anetarilasss~

chap-preview
Pratinjau gratis
Perekonomian Indonesia
Minggu awal dimulainya kegiatan perkuliahan menyebabkan atmosfer malas menggelayuti wajah mahasiswa yang saat ini menempati gedung c3-120 Fakultas Ekonomi Universitas Indera Sarasvati. Mereka adalah mahasiswa semester 6 Prodi Ekonomi Pembangunan rombel EP-A 2016 yang berjumlah 55 orang. Sebagian besar mahasiswa saat ini tengah sibuk mengotak-atik gawai masing-masing dan sesekali diselingi candaan bersama teman sebelah mereka. Waktu sudah menunjukan pukul 9.56 wib tetapi masih banyak bangku kosong terutama dua baris bangku bagian depan, pemandangan yang lazim ditemukan dibangku perkuliahan apalagi jika dosennya masuk list killer, moodian, disiplin, dan wajib dihindari mahasiswa. Di sayap timur kelas bagian tengah terlihat seorang gadis berpenampilan sederhana namun cukup mencolok dengan pakaian berwarna kuning dan rambut terurai panjang, wajahnya nampak lembut walaupun tanpa ada guratan senyum menghiasi wajah ayunya, tipikal wajah cewek kalem dan polos. Wulandari Ayuning Dewi Permadi namanya, dikenal sebagai pribadi yang tertutup oleh banyak orang, berbeda 180 derajat jika didekat teman baiknya, dia justru dikenal sebagai pribadi ceria, humoris, ramah, agak lola, sabar, keibuan dan bijaksana. "Lo liburan ngapain aja Wul, nggak semedi di dalem kamar teruskan?" Hesti Nurida Fatmala teman dekatnya sejak mata kuliah Ekonomi Publik 1 di semester 3 lalu, membuka percakapan ditengah riuhnya mahasiswa lain yang sibuk berbagi kisah seputar liburan semester. Awal kedekatan mereka dimulai ketika menunggu ruang kelas yang dipakai maba untuk kuliah Pengantar Ekonomi usai, sama-sama memiliki kegemaran terhadap perkembangan hallyuwave membuat obrolan mereka nyambung dan menjadi dekat hingga sekarang. “Kamu lupa ya aku ikut SA kemarin? Seharusnya yang patut dipertanyakan itu liburanmu ngapain aja Hes? Piknik ke negeri halu apa mendekam seharian meratapi nasib karena nggak bisa liat konser?” “Lo kalau ngomong dikit, tapi nylekit banget kenapasih? Punyu mulutuh jangan julid-julid ntar matinya cepirit” Hesti itu orangnya sensitive jadi tersinggung dikit bisa panjang urusannya. Apalagi dia juga punya sikap keras kepala akut dan pantang menyerah terutama dalam debat kusir diantara kami berlima. Aku, Hesti, Dea, Nita, dan Utari adalah teman akrab sejak semester 3 karena sama-sama pasien terdampak perkembangan Halyuwave dengan frekuensi berbeda-beda. Hesti si Army yang saat ini hatinya tengah ambyar karena Day6, Dea sebagai Exo-l garis keras, Nita penggila drakor dan Elf sejak jaman ubur-ubur, dan Utari pecinta dedek emez yang saat ini tengah menggilai NCT, sementara diriku sendiri adalah kpopers yang mulai merasa dewasa dengan pola pikir sederhana yang tidak ingin repot dan mulai jemu dengan dunia perfandoman serta drama romansa penuh tipuan. Jadi sudah mulai hiatus dengan perkembangan dunia kpop dan drakor kecuali grup duo Bbolbalgan4 yang saat ini masih kuikuti comebacknya, lagunya asiksih. “Iya-iya maaf, kamu sensi amatsih hari ini Hes. Kenapa?” “Gue biasanya juga gini kali Wul, emang apa yang salah? Lo kali yang baperan, baru gitu aja udah baper apalagi kalau di rayu buaya kelas Hiu bisa langsung hanyut lo” “Masyaalloh Hes, tobat euy! Masih sama-sama menyandang gelar jomblo abadi aja sok-sokan ngomongin buaya, ntar kalau digigit kelabakan kamu” "Kalian nonton wyws nggak?" Anita Dwi Sukmaningrum yang saat ini tengah duduk dibangku belakang kami menyeletuk hingga membuat Hesti yang tengah membuka mulutnya siap mengeluarkan kalimat pedasnya urung. Bisa dimasukan keajaiban dunianih, si Nita ngajak ngomog duluan. Nita itu hobinya berangkat pagi walaupun kuliah dimulai pukul 10 dengan alasan menikmati wifi gratis dan lancar tanpa gangguan padahal di kosnya juga ada fasilitas wifinya, inimah cuma alesan karena Nita nggak betah dikosannya sendiri. Sehingga ketika kami bertiga datang, -aku, Hesti, dan Utari karena arah kos yang sama- pasti nemuin dia lagi fokus mengamati sinyal wifi hingga mengabaikan siapapun disekitarnya, jadi kalau tiba-tiba dia ikutan nimbruk seperti ini pasti dianya lagi gabut karena sinyal wifi yang tidak mendukung hobinya atau dia lagi kerasukan. "Males ngikutin Nit, ntar ajalah kalau udah selesai minta kamu ya. Bagus nggak?" Sesama kpopers itu saling berbagi drama korea hasil download itu sudah biasa, apalagi karakter seperti Wulan yang saat ini tengah berusaha keras menghemat pengeluaran demi bisa membeli HP baru. "Baguskok, sekarang baru nyampe episode 6" Nita itu suaranya halus karena sikapnya yang pemalu. Walaupun Wulan tergolong pribadi pemalu tapi dalam lingkup pertemanan mereka berenam, dia adalah si periang yang agak lola tapi kalau si Nita ini dia memang asli luar dalamnya pendiam. "Dahlah besok aja kalau udah tamat nit, kalau ngikutin dari awal biasanyakan aku menyerah ditengah jalan" Tak lama setelah percakapan antara Wulan, Hesti dan Nita berakhir bu Amanah datang memasuki kelas dengan terburu-buru karena jam sudah menunjukan pukul 10.36 Wib yang berarti beliau terlambat 36 menit. Bu Amanah Maulida merupakan salah satu dosen wali rombel EP A 2016 bersama bu Cantika Pratiwi yang dikenal sebagai dosen cantik tapi memiliki kepribadian menyebalkan. Kami sebagai mahasiswa semester 6 sudah sewajarnya mengetahui karakteristik sebagian besar dosen dan tahu bagaimana cara mengambil hati dosen tersebut apalagi di semester ini ada matkul Sempro, jadi mengetahui karakter dosen itu penting. Rombel EP A 2016 sudah mengetahui dengan baik bu Amanah yang memiliki karakter disiplin, tegas, tapi plin-plan, karena pernah diajar semester lalu dalam matkul Metopen. Beliau disebut plin-plan karena setiap memberi tugas instruksinya suka berubah-ubah, maklum saja karena kesibukannya sebagai wakil dekan 2 bidang keuangan membuatnya lebih sering mengikuti rapat daripada duduk bersama mahasiswanya yang bertampang kuyu menahan kantuk dan bosan akut. Bahkan Wulan sering merasa ragu dengan nilai matkul metopennya semester lalu yang dapat B karena dia mengerjakan tugasnya asal-asalan. Jika kating seringkali mengeluh tentang susahnya tugas metopen yang mewajibkan mahasiswa berhasil membuat proposal dari bab 1 - bab 3 sekaligus menjadi bekal untuk matkul sempro di semester 6, mahasiswa EP A 2016 justru sangat santai karena yakin bu Amanah tak akan memeriksa tugasnya secara detail, maklum sibuk rapat. "Assalamu'alaikum wr.wb, Selamat pagi mas mbak. Hari ini minggu pertama kuliah seperti biasa kita akan membahas kontrak kuliah dan RPS untuk matkul Perekonomian Indonesia semester ini. Seperti biasa toleransi keterlambatan 15 menit dengan kesempatan absen sebesar 25% atau 3 kali pertemuan tapi biar aman kita buat 2 kali saja ya. Penilaian kita akan menerapkan bobot 2+2+2 biar tidak berat pas uasnya dan setelah UTS saya ingin kalian membuat jurnal tentang perekonomian Indonesia yang temanya akan saya tentukan dan mempresentasinnya. Nah pembagian kelompoknya mau bagaimana? Tapi saya mau kelompoknya campuran tidak hanya perempuan dengan perempuan ataupun lelaki dengan lelaki. Ini sistemnya mau bagaimana? Tentukan sendiri, berhitung, atau mau saya tentukan?" ini guru biarpun dosen wali perasaan kejam banget baru minggu pertama aja udah bahas tugas. “Buat sendiri” “Berhitung” “Individu” “Ditentukan Bu Amanah” Terdengar suara bersahut-sahutan dengan pendapat berbeda-beda memenuhi atmosfer dalam kelas, jadi inget jaman SMA yang suasananya 11-12 dengan keadaan saat ini kalau bahas tentang pembagian kelompok. “Karena banyak pendapat berbeda kita lakukan voting saja, siapa yang ingin berhitung?” suara bu Amanah menggelegar memecah riuh suara kami yang sibuk berdebat memilih metode untuk membuat kelompok. Beberapa tangan mengacung keatas yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang. “Buat sendiri?” “Ditentukan bu Amanah saja” Arfian, sang komting kelas abadi memberikan solusi yang berhasil membuat semua orang bungkam dengan dahi berkerut sebal, terutama untuk pendukung tribun memilih sendiri. “Baiklah, kalau begitu silahkan berhitung sampai…berapa jumlah mahasiswa disini?” “55 bu” suara lantang Sofia, mahasiswa asal Bogor yang memiliki kepribadian supel dan ceria, mascot cewek pecicilan. “Saya menyiapkan 14 tema, berarti nanti ada 1 kelompok yang anggotanys berjumlah 3 dan 13 kelompok jumlah anggotanya 4. silahkan berhitung 1 sampai 14 dimulai dari sebelah sini dan biar lebih efisien presentasinya akan saya buat berurutan daripada diacak lagi, nanti malah lupa” tegas bu Aminah seraya menunjuk barisan sisi timur. “1” “2” “3” …. “10” gumamku yang berhasil dipahami teman sebelahku yang tidak lain Hesti. 10? Sama siapa ya? Mudah-mudahan aja orangnya nyambung kalau diajak ngobrol dan yang pasti bukan golongan manusia kelewat rajin sejenis Arafah. “Kamu berapa Lan?” bisik Nita dengan kepala menjulur diantara Wulan dan Hesti yang tengah celingukan mencari teman sekelompok mereka. “10, emang kamu berapa nit?” “1” gumamnya lesu, spontan tawa antara aku dan Hesti langsung meledak lantaran bisa dipastikan jika presentasi dilakukan urut sesuai hasil hitungan kali ini. Kelompok pertama bisa dipastikan menjadi penyaji di minggu pertama dan akan habis dibantai 13 kelompok lainnya, tapi akan lebih miris kelompok 14 karena menjadi penutup yang bisa dipastikan pertanyaan yang diajukan akan keluar jauh dari konteks lantaran sudah jenuh dengan banyaknya presentasi menjemukan yang harus didengarkan. “Silahkan dicatat anggota kelompoknya dan kumpulkan ke saya! Setelah itu kita pilih komting untuk mata kuliah kali ini” suara lantang bu Amanah berhasil memecah kekacaun dalam kelas lantaran banyaknya orang yang mengeluhkan pembagian anggota mereka. “Kelompok 1 angkat tangan!” suara Sofia yang keras menggelegar memberikan instruksi guna mempercepat pencatatan anggota kelompok yang sudah usai dibagi. “Kelompok 2 angkat tangan!....kelompok 10 angkat tangan!” kudengar jantungku berdegup cepat ketika anggota kelompok 10 mengangkat tangannya. Genta, Arina, Malik,… tunggu, Genta? Si manusia aneh sok cool itu? Batinku pilu begitu menyadari salah satu anggota kelompoku adalah si aneh Genta. Gimana nggak aneh, kata teman-temanku yang lain dia itu dingin, pendiam, kaku, sok cool, super serius, dan misterius tapi menurutku dia itu aneh, sok ramah, sok akrab, dan mmm… apa ya? Pokoknya anehlah dan jujur aku agak risih kalau deket-deket dia karena bawaannya jantungku suka jumpalitan, keringat dingin sebesar biji salak yang membanjiri sekujur tubuhku, dan yang lebih parah tenggorokanku kering kerontang sampe susah dibuat ngomong. Mati aku. “Nim lo berapa Wul?” tanya Arina berhasil menarikku dari lamunan akan kemungkinan bagaimana kami mengerjakan tugas kelompok nanti. Canggung, kaku, dan super serius. “081” jawabku pelan dan tanpa sengaja melakukan kontak mata singkat dengan nya yang duduk dibangku barisan depan sisi kiri bu Amanah. Matanya menyorotku tajam yang membuatku risih hingga akhirnya aku memilih mengalihkan pandangan menatap Hesti yang sibuk mencatat nama anggota kelompoknya diselembar kertas untuk dikumpulkan ke bu Amanah. “Sudah semuakan? Ayo kumpulkan dan selanjutnya kita pilih komting” Dengan lesu Wulan mengikuti kegiatan kuliah minggu pertama itu dengan helaan nafas berat setiap detiknya begitu usai pembagian kelompok. Entah apa yang salah tapi setelah usai kegiatan makrab era maba dulu Wulan selalu berusaha keras menghindari terjebak suasana akward dengan Gentala Al Fahreza, mahasiswa asal Bandung yang terlihat misterius dan aneh menurutnya. Bahkan dia tidak tahu siapa yang akhirnya terpilih menjadi komting karena sebelumnya banyak orang bersorak mencalonkan Yusuf, Abi, Dika dan si aneh Genta ini.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Saklawase (Selamanya)

read
69.7K
bc

Aksara untuk Elea (21+)

read
843.3K
bc

Sekretarisku Canduku

read
6.6M
bc

Dia Suamiku

read
821.1K
bc

SEXRETARY

read
2.3M
bc

Surgeon Story

read
267.3K
bc

Sak Wijining Dino

read
162.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook