"DIBANDING Veron dan Stefan, Max itu juga lebih bertangan dingin dan keji. Gue bahkan pernah baca dimana gitu kalau Max itu bisa disamain sama Kim Jong Un yang di Korea Utara. Lebih gilanya lagi, perusahaan Stefan sama Max itu semacam ngadain kerjasama antar perusahaan because sepupu Max itu nikahin Stefan—sumpah perempuan itu lucky banget! Gue juga mau nikahin Stefan—"
"Jadi," Layla menatap Radha serius, "lo benar-benar nggak bisa main-main sama dia. Too bad dia nggak sebaik Veron dan Stefan, but aura dinginnya itu benar-benar bikin semua orang bertekuk lutut sama dia. Baik wanita maupun pria. Dan karena he's the last businessman yang single, banyak bangeeet wanita-wanita yang deketin dia."
Layla mengangkat jarinya mulai menghitung. "Mulai dari jajaran anak pejabat, anak pengusaha, aktris, model, penyanyi, sampai PSK kelas atas pun semuanya deketin Max. Tapi Max nggak pernah berhubungan serius sama mereka, paling cuma one night stand terus ditinggal."
"Dan lo juga harus tahu Ra, kalau lo nikahin Max pasti banyak banget orang-orang yang berusaha ngegagalin itu ataupun celakain lo. Lo bakal kena tekanan lahir batin deh, trust me. Apalagi kalau orang-orang tahu lo cuma dijodohin dan nggak suka sama dia, itu bakal jadi boomerang buat lo dan Max."
"Gue sih nggak peduli kalau itu jadi masalah buat dia," tutur Radha jujur. "Tapi gue takut kalau hal ini juga berimbas ke keluarga gue."
"Pastinya. Orang-orang bakal jadiin lo dan keluarga lo spotlight, selain itu seluruh hubungan masa lalu lo maupun keluarga lo, bakal dicari deh yang jelek-jeleknya! Lo tahu 'kan mulut perempuan tuh seremnya kayak apa, apalagi mereka yang orang tua atau saudaranya punya kekuasaan. Hati-hati aja deh."
Radha tahu kalau pernikahan itu bukanlah hal main-main, ia juga semakin takut mendengar konsekuensi yang harus ia hadapi menyandang status sebagai istri Max. Radha tidak masalah kalau dirinya yang tertimpa bahaya, tetapi dia tidak bisa membiarkan keluarganya yang terkena imbasnya.
"Terus... Gue harus gimana, La?"
"Ya semua terserah lo, Ra." Layla menatap Radha serius. "This is a serious thing, you know? Sekali lo masuk lingkaran itu, lo nggak akan semudah itu keluar."
"Ta-tapi gue harus ngelakuin ini La..." ujar Radha lemah.
"Ra, lo harus mikirin kebahagiaan lo sendiri juga, dong. Lo nggak bisa terus menerus buat orang-orang di sekitar lo bahagia. Gue enggak tahu masalah apa yang lo hadapin tapi lo juga harus pertimbangin kebahagiaan lo sendiri."
"Gue tahu saran gue ini egois banget tapi gue nggak bisa ngelihat lo tertindas mulu. Lo dipaksa siapa sih? Si Mimi?" tebak Layla.
"Enggak kok La, gue..."
"Bakal gue hajar tuh si Mimi kalau berani maksa lo nikahin dia," potong Layla seraya menunjukkan bogemnya.
"Makasih ya La... Lo buat hati gue agak lega."
Radha menatap Layla terharu, selama ini ia tidak terlalu dekat dengan sahabatnya yang satu ini untuk hal cerita dari hati ke hati tetapi kali ini, ia bersyukur menceritakan sedikit dari kegundahan hatinya ke Layla.
"No problem! Rumah gue bakal selalu terbuka kok buat lo! Sini gue peluk."
Radha langsung menghambur dalam pelukan Layla, Layla hanya bisa menghela nafas panjang dan membelai rambut Radha lembut. Ia berharap sahabatnya itu bisa memilih jalan yang terbaik bagi dirinya sendiri.
***
"Ma, Pa, aku akan menikahi CEO Dexter Group itu." Dalam satu tarikan nafas, Radha berhasil mengatakan ke orang tuanya. Belum sempat Adam dan Eva membalas, Radha melanjutkan perkataannya. "Aku nggak merasa terpaksa atau apapun itu, dan aku akan bahagia kalau perusahaan kita terselamatkan. Kebahagiaan kalian juga kebahagiaanku juga untuk itu, tolong restui aku."
"Radha... Mama sudah bilang 'kan kamu jangan mengorbankan diri kamu seperti ini..."
"Ma, Radha enggak mengorbankan diri Radha. Menurut Radha, apa yang Radha lakukan ini yang terbaik bagi kita semua. Apa mama tega harus menutup perusahaan sedangkan banyak karyawan kita yang menggantungkan nasib mereka kepada kita?" potong Radha tegas.
Adam menyeka sedikit air mata yang keluar dari matanya, ia merengkuh Radha kuat-kuat. "Putri kecilku sudah beranjak dewasa rupanya..."
"Tentu saja pa," ujar Radha dengan senyum penuh kegetiran. "Aku akan melakukan yang terbaik bagi keluarga kita."
"Tapi Radha..."
"Baguslah ma kalau Radha itu sadar!" Mimi tiba-tiba saja menyahut dari tangga rumah mereka, Radha sendiri tidak menyangka kalau kakak perempuannya itu ada di rumah. "Kapan coba Radha berusaha untuk keluarga kita? Selama ini kalian cuma memanjakan Radha 'kan?"
"Mimi! Kenapa kamu berbicara seperti itu terhadap adik kamu?" hardik Eva tak suka.
"Lho, kenapa memangnya? Aku salah ngomong? Selama ini mama dan papa hanya menyuapi Radha saja! Apa pernah kalian melihat Radha terjun langsung dalam bisnis kita baik di kantor atau di lokasi outdoor? Tidak 'kan? Setidaknya kali ini dia sedikit berguna bagi kepentingan keluarga kita."
"Memangnya apa yang kamu lakukan untuk keluarga ini selain menambah aib keluarga, hah?!" balas Eva sengit.
"Apa mama bilang? Aku sudah merendahkan harga diriku meminta bantuan finansial bagi keluarga kita ke Surya dan mama bilang aku tidak melakukan apapun?" Radha bisa mendengar nada bicara Mimi yang semakin tinggi. "Mama kemana saja, hah? Terusin saja belain si Radha! Dia 'kan memang anak kesayangan mama! Aku sih sudah biasa dianaktirikan seperti ini!"
"Sudahlah! Apa yang kalian debatkan?" lerai Adam. "Kalian tidak seharusnya bertengkar karena hal sepele!"
"Hal sepele? Jadi kamu menganggap kebahagiaan Radha itu hal yang sepele? Ayah macam apa kamu ini, Adam! Kamu harusnya bisa melakukan yang terbaik bagi Radha!" omel Eva.
"Lihat 'kan pa! Mama terus saja membela Radha! Padahal aku ini hanya membicarakan kenyataan!" timpal Mimi panas.
"CUKUP!" Adam menggebrak meja yang berada di dekatnya. "Mimi lebih baik kamu pulang ke rumah suamimu dan Eva... Lebih baik kamu istirahat di kamar."
"Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu," tutup Mimi seraya melenggang keluar dari rumah keluarganya.
Setelah Mimi pergi, Eva mendekati Radha dan menyentuh tangan anakknya itu dengan lembut. "Radha, mama harap kamu benar-benar mempertimbangkan hal ini. Jangan pikirkan perkataan kakakmu itu, ini semua demi kebahagiaanmu nak. Mama tidak mau kamu terluka karena melakukan hal ini."
"Ma..." Radha melepaskan tangan ibunya dari tangannya sendiri, "aku tidak pa-pa. Sungguh. mama dan papa tidak perlu khawatir lagi, ya?"
Radha segera bangkit berdiri lalu membungkukkan tubuhnya di hadapan kedua orang tuanya, ia berjalan kembali menuju kamarnya. Baik Adam maupun Eva tidak mampu berkata-kata apapun lagi. Mereka tahu kalau Radha berkorban demi mereka, tapi mereka sendiri tidak bisa berbuat apapun untuk menolong Radha.