RADHA menatap kemegahan kantor Dexter Company dengan berat, ia mengatur nafasnya beberapa kali dan berkaca di kaca gedung tersebut untuk memastikan penampilannya pantas dan sopan. Hari ini Radha mengenakan bell sleeve dress berwarna putih selutut dipadu boots berwarna cokelat tua, setelah memastikan semuanya sempurna Radha melangkahkan kakinya ke dalam gedung tersebut.
Gedung Dexter Company tampak ramai oleh para karyawan yang berlalu lalang, kebanyakan dari mereka yang baru datang segera berlarian menuju lift yang dibatasi oleh sebuah alat dimana para karyawan harus menempelkan kartu terlebih dahulu baru bisa melewati alat tersebut.
Selain itu banyak pula yang mondar-mandir sambil membawa berkas-berkas tebal yang ditumpuk cukup tinggi, bahkan office boy pun rasanya turut sibuk, entah membersihkan kaca, mengepel, maupun melakukan hal-hal lain. Intinya seisi kantor itu sibuk semua.
Radha menemui resepsionis yang sama seperti yang ia temui beberapa hari yang lalu, ia memberikan senyuman kecilnya, "Saya perwakilan dari PT. Bratha Layar Abadi ingin menemui Pak Max."
Resepsionis itu kembali menghubungi lewat telepon beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk kepada Radha. "Mari Bu, ikuti saya."
Meskipun ini kedua kalinya Radha berkunjung ke Dexter Company, Radha cukup hafal dengan ruangan yang ia lalui. Ia sadar kalau lift yang digunakan menuju ruangan Max berbeda dengan lift karyawan lainnya. Resepsionis itu harus menempelkan kartu di mesin dimana kita akan menggunakan lift, lalu di dalam lift ia menempelkan kartu itu lagi.
Di tiap sudut gedung juga terdapat CCTV dan satpam, sepertinya pengamanan gedung ini ekstra kuat. Di lantai ruangan khusus Max pun Radha bisa menemukan empat satpam yang berjaga di lorong tersebut.
'Pasti pria ini memiliki banyak musuh, jadi ia takut sewaktu-waktu dibunuh musuhnya, makanya pengawasannya seketat ini,' batin Radha yakin karena kantor ayahnya pun tidak seketat ini penjagaannya.
Radha menemui sekretaris Max yang sudah berdiri untuk menyambutnya, belum sempat Radha berbicara sekretaris itu bersuara, "Harap tunggu sebentar disana. Pak Max masih memiliki tamu."
Radha tersenyum sopan kemudian duduk di kursi yang ada tepat di seberang meja sekretaris itu. Radha memerhatikan langit-langit ruangan itu sampai terdengar bunyi bantingan pintu cukup keras, sontak Radha menoleh kearah sumber suara, mendapati seorang wanita cantik yang menunjukkan wajah kesalnya.
Ketika wanita itu melihat Radha, Radha bisa melihat kilatan penuh amarah di dalam bola matanya. "Kamu wanita barunya Max 'kan?"
Hah?
Saking shocknya, Radha hanya bisa melongo mendengar kata-kata wanita itu sebelum sadar apa yang ia maksud. "Maksud anda? Sa-saya tidak me..."
BYURRR.
Wanita itu tiba-tiba saja sudah mengguyurkan jus jeruk yang disuguhkan untuk Radha ke pakaian Radha. Belum sempat Radha bereaksi, wanita itu berkata lagi, "Awas ya. Aku akan buat perhitungan denganmu."
Lalu wanita itu pergi meninggalkan Radha yang terkena shock berlipat ganda. Sekretaris Max segera menghampiri Radha sambil membawa tissue, "Anda tidak pa-pa?" tanyanya khawatir.
"Biasanya kalau ketemu sama wanita yang Pak Max putusin, suka begini, Bu," lanjut sekretaris itu tanpa Radha minta.
Radha menerima tissue pemberian sekretaris Max sambil mengulum senyum, "Iya nggak pa-pa. Makasih ya Mbak."
Radha mengelap noda jus jeruk yang melekat di pakaiannya, ia tahu kalau tidak ada gunanya berusaha membersihkan noda itu jadi Radha hanya berusaha mengelap sekedarnya agar agak kering. Setelah merasa pakaiannya cukup kering, Radha memutuskan menemui Max.
Di dalam sana Radha bisa melihat Max yang tengah menyesap kopinya dengan santai, Max menatap Radha sekilas lalu kembali melanjutkan aktivitas meminum kopinya. Radha yang awalnya hanya berdiri di dekat pintu akhirnya berjalan mendekati Max.
"Saya ingin memberitahu keputusan saya."
"Dengan anda datang kemari, itu berarti jawabannya iya, bukan?" balas Max dingin.
Radha merasa harga dirinya terinjak-injak saat ini, tapi ia berusaha meredam segala emosinya dengan memberikan senyuman sopannya. "Bagaimana anda bisa yakin sekali dengan hal itu?"
Akhirnya Max meletakkan cangkir kopinya, lalu turut berdiri, menatap Radha yang sudah menatapnya dengan tatapan menantang namun tenang. Jujur saja, Max menyukai cara Radha yang tenang menghadapi situasi seperti ini, padahal Max yakin jauh di dalam lubuk hati Radha, gadis itu ketakutan.
"Saya tahu anda ini tipe orang seperti apa." Max menyentuh ujung rambut Radha, membuat gadis itu sedikit ketakutan. "Anda adalah orang yang bersedia berkorban demi kebahagiaan orang lain. Anda adalah orang yang sangat naif, Nona Brathawijaya. Itu sebabnya orang-orang akan memanfaatkan dan menginjak-injak anda."
"Apa yang saya lakukan memiliki alasan," balas Radha. "Dan alasan saya adalah demi keluarga saya dan ribuan karyawan yang bekerja bagi perusahaan kami. Anda boleh mengatai saya bodoh atau naif, tapi menurut saya, saya adalah perempuan yang berani mengambil keputusan terbaik."
Max menganggukkan kepalanya tapi Radha bisa melihat wajah pria itu yang tampak tidak terlalu puas dengan jawaban Radha. Atau memang mukanya seperti itu? Selalu datar tanpa ekspresi dan sekalinya tersenyum, justru senyum dingin nan membunuh yang tercetak di wajah tampannya.
Max melirik Radha dari ujung kepala sampai ujung kaki yang membuat Radha tidak nyaman, ia menutupi bagian dadanya menggunakan tas jinjingnya. Menyadari gerakan refleks Radha, Max menyambar jasnya, "Ayo ikut saya."
Radha menyeringitkan dahinya. "Kemana?"
"Saya tidak bisa membiarkan calon istri saya berpakaian seperti itu untuk pulang ke rumahnya."
Max melempar jasnya kearah Radha yang segera ditangkap gadis itu, Radha masih berdiri di tempatnya walaupun Max sudah berjalan menjauhi dirinya. Hingga akhirnya di depan pintu, Max menoleh kearah Radha, "Apa yang anda lakukan disana? Ayo ikut saya, Nyonya Dexter."
***
Kini Radha berada di dalam lift hanya berdua dengan Max. Ia sudah mengenakan jas pria itu setelah mengerti maksud pria itu meminjamkan jasnya adalah untuk melindungi tubuhnya, tapi ia masih menjaga jarak dari Max karena enggan. Aura menakutkan pria itu terlalu sulit untuk Radha lawan.
"Kancingkan jasnya," perintah Max rendah.
Radha menyeringitkan dahinya bingung, sebenarnya ia tidak terlalu mendengar apa yang dikatakan Max, "Kenapa?" tanyanya polos.
Max menggertak pelan, ia menarik pinggang Radha agar mendekat dengan dirinya kemudian mengancingkan jasnya yang kebesaran di tubuh gadis itu. Radha membeku begitu menyadari apa yang dilakukan Max kepadanya, ia membiarkan pria itu mengancing jasnya dengan cepat.
"Untuk apa anda memakai jas saya kalau tidak dikancing. Sama saja noda jus jeruk itu terlihat banyak orang," ujar Max yang terdengar seperti keluhan di telinga Radha.
TING.
Radha hendak menyampaikan terima kasihnya tapi Max sudah ngeloyor meninggalkan Radha sendirian, sebelum lift tertutup kembali, Radha segera melompat keluar kemudian mengikuti Max dari jarak yang cukup jauh.
"Ternyata dia tidak seburuk yang kukira," gumam Radha pelan.
Ia terus mengikuti Max sampai menabrak seseorang yang membawa tumpukan file. "Ah, maaf, maaf." Radha segera membantu wanita itu memunguti file yang sudah berserakan.
Wanita itu tampak tidak senang, ia menarik kertas itu dari tangan Radha dengan kasar. "Tidak perlu membantu saya. Kamu anak mana sih? Anak magang ya disini? Nggak usah cari gara-gara ya sama saya."
'Ya ampun... Orang ini ditolong nggak ada rasa terima kasihnya,' keluh Radha tidak percaya.
"Saya 'kan sudah minta maaf Bu... Dan juga saya bukan..."
Wanita tersebut segera menyela Radha. "Udah, udah, nggak usah banyak ngomong kamu itu. Kamu nggak tahu ya saya itu Supervisor disini? Anak magang mana kamu? Saya aduin sama supervisor kamu, baru tahu rasa."
Radha menggaruk kepalanya bingung, kenapa wanita ini mengiranya anak magang sih? Radha hendak membuka mulutnya sampai sebuah suara membuat seisi lobi menjadi hening. "Dia bukan anak magang tapi kekasih saya. Ada masalah apa?"
Max berjalan mendekati Radha, menarik pinggang gadis itu dengan santainya kemudian merangkul pinggang Radha dengan mesra. Radha berusaha menghindar tapi tangan Max mencengkramnya lebih kuat lagi, tanda agar Radha tidak banyak bergerak.
Radha bisa melihat wajah wanita itu yang pias seketika, begitu pula dengan tatapan tak percaya dari orang-orang yang ada disana. Seisi lobi seperti di-pause setelah mendengar pernyataan dari CEO mereka.
"Ma-maaf Pak sa-saya..."
Max mengangkat tangan kirinya. "Tidak perlu meminta maaf. Kamu sudah saya bebas tugaskan detik ini juga. Saya tidak butuh bawahan yang merasa superior terutama terhadap anak magang." Max menatap seluruh karyawannya yang ada disana, "Ini juga pelajaran bagi kalian semua supaya tidak merendahkan orang lain apapun jabatannya, bahkan office boy sekalipun harus kalian hargai. Mengerti?"
"Mengerti Pak..." jawab seluruh orang yang ada disana.
"Bagus. Sekarang kembali melakukan pekerjaan kalian."
Setelah mengucapkan hal itu Max segera menyeret Radha keluar dari lobi kantor, disana sudah terdapat supir yang menyambut mereka. "Selamat siang Pak Max."
"Masuk," perintah Max dingin.