sembilan

1063 Kata
MOBIL Max melaju menuju daerah perbelanjaan di ibukota, suasana di dalam mobil itu benar-benar canggung. Radha sendiri bingung harus memulai pembicaraan apa. Sesampainya di lobi salah satu mall, Max segera turun dari dalam mobil diikuti Radha. Keduanya berjalan menuju salah satu toko pakaian yang terkenal akan karya haute couture-nya. Radha tahu betul berapa uang yang harus digelontorkan untuk satu buah pakaian simple dari toko tersebut, meskipun dirinya tidak pernah membeli merk tersebut, kakaknya merupakan pelanggan setianya. Begitu mereka menginjakkan kaki di dalam sana, seorang pramuniaga menyapa Radha dan Max dengan sopan. "Selamat pagi Pak Max. Ada yang bisa dibantu?" Tanya pramuniaga tersebut. "Tolong tunjukkan koleksi yang kalian miliki ke gadis di belakang saya ini." Pramuniaga itu mengangguk, ia mendekati Radha dan mengangkat tangannya dengan sopan. "Mari Bu, saya antar melihat koleksi terbaru kami." Radha tersenyum kecil, ia mengikuti pramuniaga tersebut yang membawanya ke satu ruangan khusus berisi pakaian perempuan. Ruangan itu terpisah dari ruangan sebelumnya seperti ruangan khusus bagi pelanggan VIP. "Ini adalah koleksi terbaru kami yang tidak kami display. Hanya pelanggan VIP yang dapat melihat koleksi baru ini sebelum jadwal penjualan di Indonesia, Bu." Pramuniaga itu menjelaskan tanpa Radha minta. Radha mangut-mangut mendengar penjelasan pramuniaga tersebut. Perhatian Radha tertuju pada dress berwarna krem yang dipadu dengan ikat pinggang berwarna merah dan biru. Radha berusaha mencari price tag dress itu tetapi tidak menemukannya. "Anda ingin yang ini, Bu?" Dengan cekatan pramuniaga itu meraih dress tersebut dari gantungan dan menunjukkan di hadapan Radha. Radha mengangguk. "Iya." "Baiklah, mari saya antar ke kamar ganti." Pramuniaga itu mempersilahkan Radha berjalan terlebih dahulu lalu ia mengikuti Radha disamping, ia membawa Radha ke lorong lain dan membukakan pintu untuk Radha lalu menggantungkan dress tersebut di gantungan. "Kalau ada yang anda butuhkan lagi, anda bisa memanggil saya Bu. Saya akan menunggu diluar." "Baik. Terima kasih." Radha meraih dress itu dengan hati-hati, ia merasa saying harus membuang uang sebanyak ini hanya demi sebuah dress branded tetapi ia tidak bisa memikirkan kata-kata yang pas untuk menolak Max. Aura yang berada disekitar pria itu terlalu kelam membuat Radha takut salah bicara, apalagi wajahnya yang sedingin es semakin membuat Radha enggan berdekatan dengannya. Setelah selesai berganti pakaian, Radha berjalan menemui Max yang tengah menatap layar ponselnya dengan intens. Menyadari ada seseorang yang berada di hadapannya, Max mendongakkan kepalanya kemudian mengangguk. Ia segera berjalan menuju kasir untuk membayar dan dengan arahan matanya menyuruh Radha untuk mengikutinya keluar. Keduanya berjalan dalam keheningan, Radha kira Max akan membawanya menuju lobi mall tetapi siapa sangka Max justru menaiki eskalator. Radha tepat berada dua tangga di bawah Max, ia bersuara pelan, "Mmm... Anu..." Max tidak menggubris Radha sedikit pun. Radha menggaruk kepalanya frustasi, ia ingin menarik jas Max tapi rasanya tidak sopan. Tiba-tiba saja Max bersuara, "Kalau anda ingin bicara dengan saya, anda harus berada di samping lawan bicara anda," ujarnya dingin. Dengan ragu-ragu Radha menaiki tangga; berdiri di samping Max. Pria itu bergeming, membuat Radha memulai pembicaraan terlebih dahulu, "Kita mau kemana?" "Nanti anda akan tahu," jawabnya singkat. Radha mengangguk pelan, ia membuang pandangan matanya kearah lain. Ia tidak bisa membayangkan hidup serumah dengan pria dingin ini seumur hidupnya, bahkan membuka topik pembicaraan saja rasanya sulit sekali bagi Radha. Ia adalah tipikal orang yang pendiam dan tidak tahu cara membuka topik pembicaraan, tetapi Radha juga tidak suka kalau ia harus terjebak dalam situasi canggung seperti ini. Apalagi Max nampaknya tidak berniat untuk berbicara juga dengan Radha, hal itu membuatnya semakin frustasi. "Hati-hati." Max meraih pinggul Radha dan sedikit mengangkat tubuhnya. Kalau Max tidak menolongnya, bisa dipastikan Radha pasti tersandung. "Terima kasih," balas Radha yang masih sedikit ling lung. Max menggelengkan kepalanya. "Ayo." Keduanya berjalan memasuki restaurant yang didominasi berwarna biru, Radha pernah mendengar nama restaurant ini, kalau tidak salah restaurant ini terkenal sebagai salah satu restaurant khas Prancis yang terkenal di Jakarta. Selain mempunyai kafe sendiri, Viona juga terkenal dengan aktivitasnya sebagai food blogger dan Radha sering sekali diceritakan oleh Viona tentang restaurant-restaurant yang pernah ia kunjungi. "Ingin makan apa?" "Terserah anda saja." Radha menutup buku menu yang disodorkan di hadapannya. Bagaimana pun juga ia tidak pernah makan di restaurant ini, dan ketika Radha melihat menu-menunya, rasanya Radha ingin meringis karena nggak ngerti. "Kalau begitu kami pesan Cote de Beouf saja." Pelayan yang berada di samping Max mengangguk. "Baik. Untuk minumnya pak?" Tanya pelayan tersebut dengan sopan. "Billecart Salmon Brut Rose." Pelayan itu mengangguk, ia menoleh kearah Radha yang masih membolak-balik menu dengan bimbang. "Emm... Earl Grey saja." "Baik. Untuk pesanan Cote de Beouf-nya harap menunggu sekitar tiga puluh menit terlebih dahulu ya Pak, Bu. Ada yang bisa saya bantu lagi?" Radha menggeleng. "Baiklah kalau begitu, saya permisi terlebih dahulu." Radha menarik nafas panjang diam-diam, ia memutar otaknya untuk mencari topik pembicaraan tetapi siapa sangka, Max memulai pembicaraan terlebih dahulu. "Berapa usia anda?" Radha tertegun sesaat sebelum menjawab, "Bukankah anda sudah mengetahui hal itu?" Max menatap Radha tajam; membuat jantung Radha ketakutan akan tatapan pria itu. Radha mengutuk dirinya dalam hati, 'Duh bodoh banget sih kamu Radha! Kenapa ngomong kayak gitu coba?' "Ma-maksud saya, saya yakin anda sudah melakukan background check tentang keluarga saya 'kan?" Suara Radha terdengar bergetar. Max tertawa mengejek. "Apa anda pikir anda sepenting itu bagi saya, Nona Brathawidjaya?" Darah Radha menggumpal seketika tetapi ia merasakan aura membunuh Max menguar dari tubuh pria itu sehingga darahnya yang semula mendidih kembali mendingin. Radha mengerjapkan matanya lalu tertawa canggung, "Ah, umur saya 21 tahun." "Sudah lulus?" "Mau wisuda." Max mengangguk. "Kapan wisudanya?" "Dua bulan lagi." Radha merasa aneh berbicara dengan topik santai seperti ini dengan Max. Ia yakin kalau Max sudah mengetahui hal itu, tetapi... apakah Max menanyainya supaya mereka memiliki bahan pembicaraan seperti ini? Diam-diam Radha melirik wajah tampan Max yang tengah menegak sampanyenya. Setelah melihat wajah Max dari dekat, Radha harus mengakui kalau Max benar-benar tampan. Kulitnya berwarna sawo matang yang terlihat eksotis, matanya tajam dan berwarna hitam pekat bagaikan langit malam yang tak berbintang, hidungnya mancung, dan garis rahangnya tercetak dengan jelas. Ia benar-benar seperti malaikat yang turun ke bumi. Tapi Tuhan itu adil, meskipun Max diberikan segala rupa dan fisik yang menawan, hatinya tidak setampan itu. Radha mendengus dalam hati, ia menyembunyikan ekspresi wajahnya dengan meminum tehnya. "Saya bukan orang baik, Nona Brathawidjaya." Radha tersentak. Ia hampir tersedak mendengar perkataan Max. Ia meletakkan cangkir tehnya dengan hati-hati dan mengelap sudut bibirnya, apa maksud perkataan Max? Radha tidak tahu harus membalas apa. "Apa anda yakin ingin menikahi saya?" lanjut Max.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN