Bab 1 : Orang Tua Berkumpul
Kemarin Meti telah mendaftar ulang sebagai mahasiswa baru dan sudah wawancara. Hasil.wawanvara dari staf kampus dengan orang tua Meti yaitu membayar lima puluh juta sebagai uang pangkal. Untinglah ibunya Meti sudah menyiapkan uang itu dengan cara meminjam di bank dan gajinya dipotong setiap bulan. Yahh berhutang demi suatu cita-cita.
Hari ini akan diadakan pertemuan petinggi Fakultas Kedolteran demgan orang tua majasiswa baru pukul sepuluh pagi.
Sebelum ke kampus Meti dan ibunya mengambil uang di bank berjumlah lima puluh juta rupiah untuk diserahkan di kampus, dalam percakapan kemarin Meti diminta membayar uang kuliah satu juta tiap semester. Dengan hati penuh semangat ibunya Meti menyamggupi.
Pukul sepuluh aula Fakultas Kedokteran sudah mulai terisi, Meti dan ibunya masuk dan duduk di bangku agak di tengah, karena para undangan baru berdatangan, ibunya Meti bicara-bicaea dengan seorang ibu paruh baya berpenampilan sosialita yang duduk di sampingnya bersama seorang putri yang tak kalah juga berpenampilan keren dengan.pakaian fashionable.
Ibu tersebut bertanya kepada ibunya Meti berapa uang pangkal yang dibayar Meti. Ibu Dorkas, ibunya Meti, menjawab lima puluh juta dan balik bertanya berapa yang dibayar ibu itu, dengan nada datar dan ringan tanpa beban sang ibu menjawab tujuh ratus lima puluh juta rupiah, karena jalur mandiri.
Mendengar jumlah tersebut ibu Dorkas melongo dan bibirnyaa membentuk huruf O. "Banyak amat," kata ibu Dorkas lirih. Si ibu di sebelahnya hanya tersenyum.
Pembawa acara membuka pertemuan dilanjutkam menyanyikan lagu Indonsia Raya oleh semua hadirin sambil berdiri tegap, disambung dengan sepatah kata dari pihak petinggi kampus, dilanjutkan dengan sepata kata dari perwakilan orang tua mahasiswa baru.
Kemudian masuk acara warna sari, seorang bapak paruh baya dari penampilannya rapi dan kelihatan sopan.
"Selamat pagi, terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya,
saya orang tua Rita yang lulus tes masuk perguruan tinggi tahun ini, dan diterima di Fakultas Kedokteran. Kemarin saya sudah wawancara pihak kampus dan sudah memberi tahu uang pangkal yang harus saya bayar adalah lima puluh juta rupiah.
Ehmm sayang sekali saya tidak punya uang sebanyak itu. Sekian dan terima kasih", bapak tersebut duduk sambil menunduk, begitu juga anak gadisnya tertunduk mendengar penjelasan bapaknya. Hening beberapa saat, aula diliputi berbagai perasaan dari personil yang ada. Kemudian wakil rektor dari universitas itu berdiri di atas podium melihat ke arah bapak tadi yang menyampaikan masalah anaknya yang tidak bisa membayar uang pangkal yang telah ditentukan kapmpus.
"Terima kasih Pak atas penyampaian Bapak. Pihak kampus telah mendalami tentang penentuan jumlah uang pangkal yang ditagih kepada mahasiswa baru tahun ini. Saya ikut prihatin akan hal yang dialami Bapak. Dari kampus memberikan solusi, anak Bapak bisa tetap kuliah di sini dengan jalan pindah ke fakultas lain yaitu Fakultas Keperawatan tanpa tes lagi dan uang pangkalnya lebih murah terima kasih". Pertemuan dengan para orang tua dan pihak kampus.
Meti sangat terkesan dengan curatan hati bapak yang tidak mampu membayar uang pangkal lima puluh juta rupiah dan juga sangat terkesan dengsn ibu sosialita yang dengan ringannya membayar tujuh ratus lima puluh juta rupiah. Ahh pintar itu mahal menn.
Meti melihat dirimya sendiri, yang juga bisa membayar lima puluh juta rupiah dengan jalan meminjam uang di bank. 'Ibuku pahlawanku, aku akan bersungguh-sungguh belajar ibu semoga kita bisa ke depannya hidup kita lebih baik. Tuhan! dengar permohonanku,' Meti berbisik pada dirinya sendiri.
Kehidupan kampus sudah mulai, Oientasi Pengenalan Kampus sudah berlangsung. Aneka asesoris ada di atas kepala mahasiswa baru perempuan dengan dipilin dua dengan pita merah di sebelah kanan dan pita putih sebelah kiri, yang laki-laki dibotaki. Semuanya memakai dot berwarna hijau yang diikat dengan tsli menyerupai kalung, sewaktu-waktu dipakai mendengar
aba-aba dari senior pendamping.
Bersatu dengan anak sosialita, anak rektor yang kebetulan juga sebagai mahasiswa baru, anak pejabat, anak perantau bercampur jadi satu. Setelah orientasi pengenalan kampus selesai perkuliahanpun dimulai, teman sesama kelomok-kelompok terbentuk dengan sendirinuya. Setelah masa orientasi pengenalan kampus selesai dan perkuliahan sudah berlangsung teratur ibu Dorkas kembali ke kampung.
Meti mengantar ibunya sampai di bandara, setelah check in ibu Dorkas kembali menemui Meti. Dipeluknya anak gadisnya, dicium pipinya, dan menghapus butiran bening air mata di pipinya. Sambil mengangkat wajah anak gadisnya
"Kau baik-baik saja di sini nak ya. Tuhan tetap menyertai dan memberkartimu. Ayo senyum dong. Ayo silakan pulang ke kosmu baru mama maduk ke ruang tunggu"
"Iya Bu, selamat jalan, tiba dengan selamat Bu", Meti memeluk dan mencium kedua pipi ibunya.
Riana datang ke kamar Meti membawa beberapa buku cetak tentang mssalah medis di tangannya.
" Ini Met, buku yang dipakai di semester pertama, semoga bisa membantu.
"Aduh Kak Ria repot-repot sekali, padahal saya sudah rencana ke kamar kakak nanti"
"Nggak papa Met, belajar yang rajin ya, saya sudah beri tanda point-point yang penting dalam buku ini"
"Makasih kak atas pertolongannya".
Meti sangat bersyukur mendapat kakak kelas waktu.SMA kini menjadi kakak kelas di bangku kuliah yang begitu baik dan penuh perhatian.Memang Riana masih mempunyai hubungan darah dengan Meti dari pihak bapaknya.
Hidup jauh dari orang tua saat kuliah dengan uang bulanan yang pas-pasan seperti Meti sangatlah berat. Untunglah ada Riana yang membooking kosan yang sangat dekat dengan kampus sehingga biaya transport tidak ada, dan bila ada kuliah yang mengharuskan makan di kantin karena ada kuliah diwaktu berbeda misalnya ada kuliah pagi dan ada kuliah sore maka Gina bisa pulang makan dan istirahat.Keras kehidupan menpai cira- cita gais. Meti belajar sungguh-sungguh. Buku paket yang dipinjamkan Gina dia pelajari bab demu bab.
Semester satu Meti mendapat nilai sempurna nilainya semua A. Semangatnya luar biasa. Saat pertengahan semester Meti sudah mulai dikenal temannya sebagai mahasiswa cerdas.
Ketika nilai mid semester akan diumumkan dosen, Meti tenang-tenang saja, sementara teman-temannya mengidolakan Irwan yang paling pintar bersosialisasi dengan semua teman sekelas dan selalu duduk paling depan.
Meti merasa dia dapat mengerjakan soal yang diberikan dosen dengan mudah. Masuklah dosen mementeng tasnya, di genggaman tangan kirinya terlihat kertas kerja mahasiswa. Pak Jimmi menaruh kertas itu di mejanya dan mengambil buku dari tasnya dan memulai perkulishan.
Mahasiswa semua penasaran akan hasil tes yang belum dibagikan. Akhirnya tinggal lima belas waktu kuliah pak Jimmi, dia mengakhiri perkuliahan dan mengambil kertas kerja mahasiswa.
"Saya telah memeriksa kerja kalian, yang masih kurang harap belajar baik-baik. Untuk mid tes kali ini saya umumkan namanya mulai dari terbaik tiga yaitu Ledy Citra Putri,mana orangnya?,", dengan malu-malu gadis yang disebut namanya angkat tangan. Semua mahasiswa bertepuk tangan, Ledy yang berkulit putih lamgsung memerah wajahnya sambil senyum-senyum.
" Kita melirik ke terbaik dua yakni Betty Wulansary,, orangnya mana", Yang bernama Betty pun angkat tangan sambil senyum manis.
" Nah, sekarang kita tiba pada terbaik satu dengan nilai sempurna. Siapa kira-kira ya", pak Jimmi terdiam sambil memandang mahasiswanya satu persatu. Masing'masing mahasiswa menjagokan teman yang dianggap pintar.
Tak ada yang melirik Meti, kebsnyakan mahasiswa menjagokan Erwin sang ketus kelas.
" Terbaik satu adalah...Meti Apriani. Selamat ya. Mana orangnya?". Meti mengangkat tangannya sambil tersenyum manis. Teman-temannya melihat ke arahnya dengan pandangan kagum.
Pak Jimmi memberikan kertas jawaban Gina kepada mahasiswa yang duduk di depan untuk diserahkan kepada Meti yang duduk di barisan bangku tengah. Mulai saat itu Meti menjadi pusat perhatian teman-temannya.
Meti gadis polos dengan sapuan bedak baby di wajahnya, cara berpakaian rapi tanpa kesan menor, penampilan sederhana dengan tatapan mata setajam elang. Pak Jimmi keluar dari kelas Meti, mahasiswa masih membicarakan hasi tes yang mereka peroleh.
Setelah mendapatkan skor tertinggi dari salah satu mata kuliahnya, Meti semakin terpacu belajar. Buku-buku paket yang yang dipinjamkan Riana dengan stabilo dan catatan kecil di buku tersebut memudahkan Meti mempelajarinya. Ahh selalu ada jalan keluar bila mendapati jalan buntu. Dengan kiriman dana yang pas-pasan dari ibunya setiap bulan, Meti tentu tak bisa membeli buku seperti teman-temannya.