bc

Tak Seperti Putri Salju

book_age16+
217
IKUTI
2.3K
BACA
love after marriage
friends to lovers
mate
goodgirl
sweet
bxg
serious
campus
secrets
spiritual
like
intro-logo
Uraian

Dengan nama Putri Salju, tidak lantas membuat Risa memiliki nasib seperti gadis berpipi semerah delima yang dikisahkan menikah dengan pangeran tampan setelah mendapat sebuah kecupan karena pingsan, akibat memakan apel beracun. Namun, beda cerita dengan Risa yang sering kali menenggak pahitnya janji palsu atau bahasa kekiniannya 'menjadi korban PHP (Pemberi Harapan Palsu)'.

Jika diadakan lomba, mungkin Risa menempati peringkat pertama dalam nominasi 'batal dikhitbah' alias 'batal menikah' sejagat nusantara. Bagaimana tidak? Kakak sepupunya saja membatalkan khitbah sudah tiga kali, ditambah dari dua pria yang salah satunya berprofesi sebagai dokter, hampir membuat Risa putus harapan.

Akankah Risa bisa menemukan pelabuhan terakhirnya tanpa ada kata 'batal'? Juga ... akankah gadis yang berprofesi sebagai penulis itu bisa menjadikan alur kisahnya berakhir bahagia meski kebanyakan teman hidupnya adalah luka?

Simak perjalanan sang Putri Salju dalam novel bertajuk 'Tak Seperti Putri Salju'.

chap-preview
Pratinjau gratis
Prolog •Putri Salju Rasa Siti Nurbaya•
"Perihal menunggu, itu memang terdengar mudah, tetapi nyatanya susah. Namun, perihal kehilangan, terdengar pun tidaklah mudah, bahkan pada kenyataan, sering kali ciptakan kata menyerah." *** “Dewasa nanti, Bunda akan menikahkan Risa dengan Bang Yunus. Bunda janji, Bang Yunus akan membahagiakan Risa. Sangat bahagia ... jadi, Risa jangan sedih lagi, ya, Sayang.” Gadis lugu berumur sebelas tahun yang tengah menitikkan air mata di pangkuan perempuan paruh baya itu, mendongak dengan suara tangis mereda. “Menikah?” utaranya bertanya, bingung akan satu kata sakral tersebut. Perempuan itu tersenyum, lalu mengangguk mengiakan. Dia lalu berkata pelan, “Bunda mau Risa menikah dengan Bang Yunus, pasti hidup Risa tidak akan menderita lagi seperti sekarang. Mau, 'kan?” Risa bergeming, menatap wajah penuh ketenteraman milik sosok yang merupakan istri dari saudara almarhum papanya tersebut. Dalam hening Risa berpikir, apakah benar dia akan bahagia jika menikah dengan anak dari tantenya itu? Apakah dia akan terbebas dari sumpah serapah dan kebencian sang mama? Atau, apakah mamanya akan berhenti meng-capnya ‘pembunuh’? “Bunda.” Bibir mungil yang hendak berucap itu terurungkan tatkala suara penuh penekanan dari arah tangga menelisik pendengaran. Keduanya sontak mengalihkan netra ke arah laki-laki dengan kaos bola berwarna putih yang menampakkan wajah tertekuk masam. Risa mengubah posisi menjadi duduk, lantas segera menghapus cairan di kedua pipinya. “Bang Yunus,” panggil gadis itu dengan senyum mulai mengembang. “Yunus nggak mau menikah dengan Risa, pokoknya nggak mau!” Setelah meneriakkan kalimat penolakan, Yunus berlari menuruni tangga. Terus berlari ke arah luar tanpa sepatah kata yang terlontar dari kedua perempuan itu. *** Gadis yang tengah terlelap selama setengah jam di meja belajar itu terbangun. Beberapa waktu lalu, dia membaca dan menghafalkan istilah-istilah rumit dalam rangka mempersiapkan diri untuk mengikuti SBMPTN yang kedua kalinya hingga bosan dan tertidur. Mengucek kedua matanya berkali-kali. Si pemilik wajah sebesar telapak tangan dengan tinggi badan 148 cm itu memperhatikan kalender yang berdiri di hadapannya. Terhitung tinggal dua minggu lagi laki-laki itu akan datang melamarnya. Sedangkan, SBMPTN akan dia ikuti lusa. Raut bahagia tidak sedikit pun menghiasi baby face-nya. Hanya ada helaan napas panjang, pertanda bahwa sekarang dia tengah mengalami masa-masa penuh tekanan alias depresi. Untungnya bukan depresi berat. Selain memikirkan khitbah yang ditakutkan tidak berjalan baik seperti kejadian tahun lalu, gadis bernamakan Putri Salju dengan nama panggilan Risa yang mana sangat mirip dengan kartun disney itu juga memikirkan hasil SBMPTN nanti. Dia takut akan gap year lagi seperti tahun kemarin. ‘Takut gagal’ seolah sudah melekat di benaknya, sehingga saat ini Risa tidak bisa menutupi kecemasan tingkat dewanya. Lebih-lebih jika Hana—sang mama sudah mulai bertanya apa saja yang dia pelajari semalam, membuat dia semakin tertekan. Risa merasa ditimpa beban berton-ton saat Ana kembali mengingatkan jika dia harus lolos di Fakultas Kedokteran sebagaimana wanita single parent itu berprofesi sebagai dokter. Bicara tentang sang mama, Risa jadi teringat mimpinya-bukan, lebih tepatnya itu adalah sepenggal kejadian di masa lalu yang singgah ke mimpinya. Sekarang, dia merasa sudah bahagia, sebab Hana bukan lagi mama yang membencinya seperti dulu, setelah kematian sang papa. Lima tahun lamanya Hana menaruh kebencian pada Risa hanya karena merasa gadis itu penyebab kematian sang suami. Dulu, di hari pentas seni yang diselenggarakan sekolah Risa, hal buruk menimpa sang papa—Arka karena harus memenuhi kemauan peri kecilnya. Saat itu, kondisi Arka sedang sakit, tetapi Risa ngebet ingin sang papa datang ke acara pentas seni yang dia sendiri tampil di acara itu. Gadis itu bahkan tidak mendengarkan ocehan sang mama karena jengkel dengan sikap anaknya yang tidak mengerti situasi. Tidak akan ada ayah yang rela melihat putri kecilnya kecewa dan bersedih. Maka, laki-laki berumur '45 tahun itu mengabaikan rasa sakit yang terus menghunjam bagian dadanya. Padahal, hari itu adalah hari di mana dia akan menjalani operasi pengangkatan sel kanker yang bersarang di bagian paru-parunya selama bertahun-tahun. Namun, Arka rela menunda operasi dan memutuskan untuk datang ke acara pentas seni sang putri. Kondisi Arka yang buruk kian memburuk ketika menghadiri acara pentas seni Risa. Ramai, bising, ditambah obat yang seharusnya diminum tepat waktu malah tidak dikonsumsi membuat laki-laki itu semakin tersiksa. Hana membujuk sang suami untuk pulang, tetapi Arka malah menolak dengan alasan peri kecilnya belum tampil. Mau tidak mau, rasa sakit harus dia tahan sampai acara selesai. Nahas, ketika Risa berhambur ke pelukan sang papa-setelah selesai membaca puisi berjudul ‘Tuhan, Angkat Penyakit Papaku’—tiba-tiba saja Arka memejamkan mata. Kedua tangannya yang merangkul Risa terlepas. Pelukan hangat selama beberapa detik itu menjadi yang terakhir kali dirasakan gadis kelas lima SD tersebut. Ya, sejak saat itulah Hana menyimpan kebencian mendalam pada Risa, putri semata wayangnya. Akan tetapi, kebencian itu tidak lagi dirasakan Risa, sebab Allah adalah satu-satunya Dzat yang Maha Membolak-Balikkan Hati hamba-Nya. Bersyukur, bahkan sangat bersyukur, meskipun hingga saat ini dia masih merasakan betapa over protective-nya sang mama semenjak tidak menaruh kebencian lagi, lebih-lebih terhadap nilai akademisnya di sekolah. Namun, Risa tahu bahwa sifat itu adalah sebentuk kasih sayang perempuan bergelar ‘malaikat tanpa sayap’ kepadanya. Demi masa depan yang lebih baik. *** Satu tahun yang lalu ... Hidangan di meja makan sudah rapi tertata, bahkan wanginya menguar hingga ke rumah tetangga. Tidak lupa vas bunga bertengger manja di tengah-tengah meja, menambah kesan elegan jamuan pada Senin pagi buta. Risa sudah siap dengan setelan syar'i-nya pun Hana yang juga terlihat cetar mengenakan pakaian adat, lengkap dengan sanggul khas perempuan konglomerat. Mereka tengah menunggu kedatangan tamu spesial yang rumahnya terletak tiga meter dari kediaman mereka. Iya, tetangga yang berada di seberang jalan. Cukup lama menunggu, hingga membuat tempe goreng yang tersaji di hadapan Risa tersisa tiga potong. Maklum, kalau makanan kesukaan memang tidak akan bertahan lama, mudah tergoda. Risa menghela napas bosan. “Apa mereka nggak jadi dateng ngelamar, ya, Ma? Atau ... lamarannya dibatalin?” tanyanya sembari menyembat satu potong tempe. “Hush! Nggak boleh ngomong gitu, pamali!” peringat Hana tegas, lantas kembali berujar, “mungkin aja mereka ada kendala, jadinya datang terlambat.” Kembali menghela napas bosan, Risa memilih menyalakan ponsel pintarnya. Tidak berselang lama, kedua bola mata gadis itu membulat. “Ma, bentar, ya, Risa mau ke kamar dulu. Pengumuman udah keluar!” Tanpa menunggu persetujuan sang mama, dia segera bergegas ke ruangannya yang berada di lantai atas. Di kamarnya, Risa sudah bergelut dengan benda canggih bernama komputer. Tampak dia sedang log in ke sebuah situs. Jari telunjuknya mulai membidik tombol enter pada keyboard sembari melafalkan doa yang berbunyi ‘semoga aku lolos’ berulang kali. Tombol pun ditekan dengan cepat, beberapa detik kemudian muncul notifikasi tulisan berwarna merah. Risa terpaku dengan mata mulai berkaca. Dia tidak lolos ... untuk ke sekian kali. Setelah menangisi ketidaklolosannya di kamar selama berpuluh-puluh menit, gadis itu menuruni anak tangga tanpa gairah, hendak kembali ke ruang makan. Sampai di sana, dia menemukan sosok perempuan dan laki-laki paruh baya yang tampak sedikit pun tidak berbahagia. “Ayah, Bunda?” panggil Risa dengan suara lemah. Mereka ada di sini, lalu di mana anak laki-laki mereka? Pikirnya. Pandangan gadis itu beralih ke sang mama yang tampak menunduk lesu, menatap kosong piring-piring aestetik di meja. Sejak saat itu, Risa tahu bahwa lamaran benar-benar dibatalkan, sesuai hipotesanya waktu lalu. Dia pun berkata, “Mungkin belum jodoh.” Tersungging sebuah senyuman getir di wajah natural yang menampakkan semburat kemerahan pada kedua pipinya, lantas Risa berlalu tanpa sepatah kata yang terucap dari ketiga tetua itu.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

I Love You, Sir!

read
270.3K
bc

Love Match

read
180.2K
bc

Maaf, Aku Memilih Dia!

read
230.5K
bc

Skylove

read
115.0K
bc

Long Road

read
148.1K
bc

MANTAN TERINDAH

read
10.0K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
484.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook