bc

Sejuta Mimpi

book_age12+
349
IKUTI
1.7K
BACA
love-triangle
fated
inspirational
drama
bxg
highschool
friendship
school
love at the first sight
friends
like
intro-logo
Uraian

Seharusnya Rembulan tidak masalah memiliki tubuh overweight, tapi ucapan teman-teman di sekitarnya selalu membuat Rembulan kehilangan percaya diri. Selalu dibandingkan dengan sang kakak yang lebih cantik dan selalu menjadi pusat perhatian, tentu berhasil membuat Rembulan sesak.

Di sekolah, Rembulan memiliki banyak julukan karena berat tubuhnya yang berlebih. Satu kelebihan yang dimilikinya adalah: Rembulan pintar dalam bidang akademik. Dan, hal itu membuat Iren, teman sekelasnya, iri dengan Rembulan. Pasalnya, Iren memiliki ambisi untuk menjadi nomor satu.

Selama ini Rembulan banyak sadar diri. Terlebih tentang perasaannya kepada Bintang, teman satu angkatannya, yang tak pernah berani Rembulan ungkapkan.

Pita dan Yura sudah merencanakan misi untuk Rembulan. Akankah Rembulan berhasil menjalankan misi dari teman-temannya?

Hingga kedatangan Ares, murid baru di kelas Rembulan, membuat Rembulan belajar banyak dari lelaki itu. Seolah-olah Ares hadir untuk mengembalikan rasa percaya diri Rembulan yang telah lama padam.

Teman-temannya memiliki cita-cita setinggi langit. Lalu, apa kabar dengan Rembulan yang tidak tahu dengan mimpinya sendiri setelah banyak orang yang mematahkannya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Part 1
Olokkan dari teman-teman membuat Rembulan merasa tidak percaya diri. Selama ini, Rembulan memang sudah sering mendengar olokkan dan hinaan orang lain kepadanya, tapi rasanya tetap sama: sakit. Hatinya selalu sakit setiap kali mendengar ocehan orang-orang yang menghina fisiknya. Gendut, kumal, jelek, hitam, dan tidak ada bagus-bagusnya sama sekali. Begitu yang selalu orang lain katakan kepada Rembulan. Sejak kecil, Rembulan memilih fisik dengan berat badan berlebih. Namun, tidak mencapai obesitas. Meski demikian, Rembulan sadar bahwa dirinya tetaplah gendut. Wajar jika orang-orang selalu mengejeknya. Hingga ia duduk di bangku SMA pun, olokkan itu masih sering terdengar di telinganya. Rasanya semakin sakit ketika harus dibandingkan dengan Pelangi, kakaknya. Pelangi memiliki tubuh yang ramping, tinggi, cantik, putih, dan orang-orang selalu mengatakan bahwa Pelangi cocok menjadi seorang model. Pelangi selalu mendapatkan pujian dengan keistimewaan fisik yang dimilikinya. Sedangkan Rembulan selalu menjadi yang terbelakang karena tidak menarik di mata kebanyakan orang. Seperti sekarang, Rembulan merasakan sakit hati untuk yang ke sekian kali ketika mendengar temannya berbicara. Rembulan sudah lelah untuk menanggapi mereka, Rembulan hanya bisa diam. Diam-diam mendengarkan, lalu ia akan menangis diam-diam, sendirian. "Kapan, ya, orang-orang bisa mandang gue takjub?" Rembulan menopang dagu di atas meja kantin. Menghela napas dengan tatapan nanar. "Lan," Yura yang sedari tadi asyik menikmati siomay jadi menatap sahabatnya itu. "Kenapa sih lo harus selalu insecure? Gue udah berapa kali bilang kalau nggak seharusnya lo selalu denger apa kata mereka. Lo nggak bisa terus-menerus kayak gini, Lan. Bahaya buat kesehatan mental lo. Lo masih remaja, rawan insecure wajar. Tapi, lo bahkan berulang kali hampir setiap hari selalu mengeluh dengan keadaan lo. You are is amazing, Rembulan." Yura menatap Rembulan dengan gemas dan kesal sekaligus. Pasalnya, ini bukan kali pertama Rembulan mengeluhkan keadaan dan cibiran orang-orang. Telinga Yura rasanya sudah bosan mendengar keluhan Rembulan yang tidak ada habisnya. Yura tidak membenci Rembulan karena perempuan itu mengeluh dengan fisiknya, tapi Yura kasihan dengan Rembulan jika sahabatnya itu terus-menerus membiarkan ucapan orang merusak mentalnya. "Tapi, Ra, it's hurt me. Gue nggak tahu salah gue apa sampe orang-orang selalu menghina fisik gue. Kalau emang mereka nggak suka harusnya nggak usah ngomong kayak gitu, kan, Ra?" Rembulan menyuapkan bakso ke mulutnya, mengunyah, lalu menelannya dengan tatapan menyapu ke seluruh kantin yang ramai. "Gue capek, Ra. Lo nggak ngerasain apa yang gue rasain selama ini. Lo nggak ngerti rasanya jadi gue, Ra. Lo enak, lo cantik, pinter, semuanya serba ada di lo. Orang-orang ngeliat lo juga oke-oke aja, nggak masalah. Nggak kayak mereka ngeliat gue seolah-olah jijik." "Lan, gue empati sama lo. Justru itu gue nggak mau terus-menerus buat lo jadi kayak gini dan ngerasa nggak percaya diri. Bahkan lo harus dipaksa dulu buat ke kantin cuma takut denger omongan orang lain ke lo. Mereka yang menghina biasanya jauh lebih hina, Lan. Gue nggak bermaksud apa-apa, cuma gue ngerasa kalau lo—" "Aduh, udah, ya, udah, Ra, Lan." potong Pita merasa gerah dengan obrolan teman-temannya. "Nggak usah debat, bisa?" Pita menghela napas. "Makan aja dulu, debatnya dilanjut nanti—eh, Lan! Ada Bintang itu, ya ampun, ganteng juga ternyata dia, ya." Rembulan dan Yura refleks menoleh mendapati gerombolan most wanted sekolah yang selalu dipuja oleh kebanyakan warga sekolah. Namun, pandangan Rembulan hanya tertuju pada seorang lelaki bertubuh tinggi yang sekarang duduk bersama teman-temannya. Lelaki itu Bintang, wajahnya yang tampan dan mencolok di antara teman-temannya yang lain. Yang Rembulan tahu bahwa Bintang anak yang baik, tidak banyak macam-macam di sekolah. Bintang masuk ke deretan most wanted sekolah karena wajahnya yang tampan, juga karena harta orang tuanya yang tajir melintir. Dengar-dengar bahwa ternyata orang tua Bintang adalah dokter spesialis yang gajinya sudah tidak diragukan lagi. Namun, bukan hanya hal itu Rembulan menyukai Bintang. Saat pertama kali MOS di SMA, Bintang pernah memberikan bekal rotinya kepada Rembulan ketika mereka sedang istirahat karena kotak makan Rembulan tertinggal di rumah. Meski bukan Bintang yang memberinya secara langsung, melainkan kakak pamong, tapi tetap saja rasanya tetap Bintang yang memberikan karena itu milik Bintang. Saat itu Bintang harus ke UKS dan mengatakan bahwa ia sudah kenyang, jadi tidak masalah jika bekalnya diberikan kepada Rembulan. Selain itu, Bintang juga tidak banyak bicara. Bintang selalu meraih juara sepuluh besar di kelasnya. Namun, hal itu tidak bisa membuat Rembulan dengan mudah mendekati Bintang. Pasalnya di sekolah ini, bukan hanya Rembulan yang menyukai Bintang, tapi puluhan siswi yang terang-terangan bahkan diam-diam menyukai Bintang. Termasuk Rembulan, tentunya. "Woi, bengong aja!" Pita menggerakan tangannya membuat Rembulan tersentak. Rembulan mendengkus, memakan baksonya lagi. "Lo beneran nih sampe sekarang nggak ada niatan deketin Bintang, Lan?" tanya Pita serius. "Itu, banyak, lho, yang deketin Bintang. Tapi kayaknya Bintang biasa aja, ya, dia nggak terlalu menanggapi. Masih jomblo juga ternyata." "Pita, gila aja gue deketin Bintang. Dia itu terlalu sempurna buat gue yang rakyat jelata. Apalah daya. Gue cuma bisa diem-diem suka sama dia. Gue nggak ada niatan deketin dia. Yang ada nanti Bintang ilfeel sama gue. Ya kali deh, saingannya aja berat-berat. Gue mah apa dong, cuma serpihan rengginang doang." balas Rembulan menekuk wajahnya. Dia sudah menghabiskan bakso dan minumannya. Ketika hendak pamit duluan ke kelas, Yura dan Pita menahan Rembulan untuk menunggu mereka. "Lan, bentar dong, siomay gue belum habis!" "Iya, tunggu kenapa? Kan, ada Bintang di sini, jadi lo bisa sepuasanya liat muka dia dong." tambah Pita membuat Yura menganggukkan kepalanya. "Betul, tuh, Lan!" ujar Yura setuju. "Gue sih setuju sama Pita. Lo jadi bisa tahu perasaan Bintang ke lo kalau lo deketin dia. Lo jadi nggak gantungin perasaan lo sendiri, Lan. Lo bisa ungkapin perasaan lo. Mungkin?" Rembulan mendengkus. "Tanpa gue deketin, gue udah tau duluan kok jawaban dia bakal gimana. Yang pasti dia nggak bakalan mau sama cewek gendut, jelek kayak gue. Kan, gue udah bilang kalau gue cuma rakyat jelata buat dia mah. Dia itu udah kayak kasta bangsawan, sedangkan gue rakyat jelata doang." Usai mengatakan itu, Rembulan pamit untuk ke toilet dan ke kelas duluan. Rembulan menghela napas, memikirkan perkataan teman-temannya dan juga orang-orang yang menghinanya hari ini. Ketika keluar dari kantin, Rembulan berpapasan dengan Pelangi, kakaknya. Rembulan melihat Pelangi jalan bersama teman-teman yang jumlahnya banyak, tidak seperti dirinya. Pelangi selalu hidup dalam bayang-bayang yang indah. Berbeda dengan Rembulan. "Eh, Rembulan. Sendirian aja?" seru salah satu teman laki-laki Pelangi. Rembulan tahu laki-laki itu, dia yang paling sering jahil dan mengoloknya, lalu membandingkan Rembulan dengan kakaknya itu. "Eh, Bowo! Jangan gangguin Adek gue!" seru Pelangi. Rembulan tidak pernah menyalahkan Pelangi karena selama ini Pelangi juga baik dan tidak pernah merasa bahwa dirinya selalu cemerlang. Pelangi kakak yang baik untuk Rembulan, hanya saja pandangan orang-orang selalu membuat Rembulan sakit hati. "Beneran Adek lo emang?" tanya Bowo tertawa, diikuti teman-temannya yang hanya terkekeh. "Masalahnya sampe sekarang gue rada nggak percaya aja. Pelangi, lo itu cantik, ya, nggak ada mirip-miripnya sama adik lo si Rembulan." Belum sempat Pelangi menjawab, Rembulan sudah pamit duluan dan menundukkan kepalanya. Sepanjang jalan menuju toilet, Rembulan hanya menunduk. Rembulan selalu merasa kehilangan kepercayaan dirinya setelah mendengar ucapan orang lain yang selalu mengolok dan membandingkan dirinya. Di dalam bilik toilet, air mata Rembulan jatuh begitu saja membasahi pipinya. Rembulan sudah sering mendengar olokan orang-orang kepadanya yang membully secara verbal. Rembulan tidak tahu apa salahnya sampai banyak orang yang tidak mau menganggap kehadiran Rembulan di sekitar mereka. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

GARKA 2

read
6.2K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Perfect Revenge (Indonesia)

read
5.1K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

Super Psycho Love (Bahasa Indonesia)

read
88.6K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.9K
bc

TERNODA

read
198.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook