"Lo udah coba pake skincare belum sih, Lan?" tanya Yura yang duduk di depan meja Rembulan.
Rembulan mengangguk. "Udah, tapi yang murah, Ra. Terus, gue juga nggak rutin pakenya. Males."
"That's poin. Itu alasan kenapa lo masih insecure. Lo nggak rutin, Lan. Coba kalau lo konsisten sama skincare yang lo pake, meski butuh waktu lama, tapi worth it kalau harganya emang low. Tapi, lo nggak pake pemutih abal-abal gitu, kan, Lan?"
"Nggaklah, kalau gue pake pemutih abal-abal, pasti muka gue udah putih, lehernya item. Belang. Lah, ini muka sama leher item semua, kusem, dekil." balas Rembulan mendengkus.
"Lo lagi ngomongin diri sendiri, Lan?" Iren, teman sekelasnya tiba-tiba saja ikut menimbrung obrolan mereka. Iran bersedekap, mengangkat alis menatap Rembulan. "Jarang-jarang ada yang nyadar sama dirinya sendiri lho, Lan. Bagus itu. Menurut gue sih, definisi yang tadi lo bilang itu sesuai sama diri lo, Lan. Apalagi, kayaknya satu sekolah tahu kalau lo adiknya Kak Pelangi, pentolan di sekolah kita. Rada heran pas orang-orang tahu kalau lo adiknya. Gue juga sempet kaget, nggak percaya sampe sekarang. Tapi untungnya Kak Pelangi baik dan selalu ngebela lo. Lo beruntung punya Kakak kayak dia, Lan. Tapi, jangan-jangan lo cuma anak pungut, Lan, makanya beda banget?" tanya Iren lagi, terkekeh di akhir ucapannya.
"Maksudnya lo menghina Rembulan atau gimana, nih, Ren?" tanya Pita yang tiba-tiba sewot.
"Gue cuma bilang fakta, Pita. Gue tahu kalau Rembulan pinter, tapi itu aja nggak cukup untuk menarik perhatian orang-orang. Cantik dan penampilan juga perlu, kan?" tanya Iren lagi. "Sebenernya bukan urusan gue sih, tapi gue kasihan aja ngeliat lo, Lan. Lo kayaknya menyedihkan banget gitu. Emangnya lo nyaman sekolah di sini ketika tahu tatapan orang-orang selalu membandingkan diri lo dengan Kakak lo?"
"Gue sekolah buat menuntut ilmu kok, Ren. Bukan buat dengerin apa kata lo dan orang lain." balas Rembulan tersenyum kecil. "Ngomong-ngomong, makasih ya, lo udah relain waktu lo untuk ngasih tau gue tentang hal yang sebenernya nggak ada urusannya sama lo, Ren. Lo peduli banget sama gue, ya, Ren?"
Iren balas tersenyum. "Lebih tepatnya gue kasihan sama lo, Rembulan. Apa lo nggak pernah mikir selama ini? Di kelas, setiap ada pembagian kelompok olahraga, anak-anak nggak ada yang mau sekelompok sama lo. Dan, kalau ada pembagian pelajaran Biologi, Fisika, Kimia atau pelajaran lainnya, mereka pasti nyari lo. Jelas, itu semua karena terpaksa mereka tahu kalau lo itu pinter dan kesayangan guru. Kalau lo nggak pinter, kelar hidup lo, Lan. Cantik nggak, gendut iya, cuma pinter doang. Lumayanlah, Lan."
Rembulan diam, dia membenarkan perkataan Iren. Di kelasnya, Iren selalu merasa tersaingi dengan Rembulan karena dia pintar. Iren selalu berada di peringkat bawah Rembulan jika menyangkut akademik. Iren tidak pernah bisa mengalahkan gelar juara satu Rembulan. Iren hanya mentok di juara kedua saja. Maka dari itu, Rembulan tahu bahwa Iren memang tidak menyukainya karena hal itu.
"Lo harus keluarin modal, Lan. Lo harus belilah skincare yang mahal buat diri lo. Make up, dan lain-lain. Jangan pelit-pelit, Lan. Lo udah SMA, udah remaja, udah seharusnya pinter merawat diri. Bukan hanya pinter merawat otak lo doang. Kayak gue misalnya, gue seimbang aja tuh otak sama diri gue sendiri. Karena gue pinter merawat keduanya. Seimbang." seru Iren lagi, dia menepuk pundak Rembulan berkali-kali. "Lo itu nggak sempurna, Lan."
Usai mengatakan itu, Iren pergi ke mejanya setelah mengambil buku dari Samsul. Rembulan hanya diam saja. Hal itu membuat Pita dan Yura mendesak Rembulan untuk melawan. Bahkan mereka akan memanggil Iren dan memarahinya jika saja Rembulan tidak menahan mereka.
"Iren bener kok. Dia nggak salah, Ra, Ta. Apa yang Iren bilang itu bener. Gue nggak apa-apa. Mungkin gue cuma harus merawat diri gue sendiri, nggak hanya merawat otak gue doang. Gue aja yang males merawat diri sampe orang-orang ngerasa jijik tiap kali liat gue." Rembulan meminum air di botolnya.
Mendengar ucapan Rembulan membuat kedua temannya menghela napas. "Rembulan, lo cantik kok. Setiap perempuan itu cantik, Lan."
"Iya, cantik kalau gue harus bisa merawat diri sendiri. Itu, kan, maksudnya, Ta?" tanya Rembulan pada Pita, teman sebangkunya.
Pita adalah murid baru
di kelas Rembulan pada awal semester dua. Awalnya, Rembulan hanya duduk sendiri, tidak ada yang mau menemaninya. Setelah Pita datang dan tidak ada bangku yang kosong lagi, akhirnya Pita duduk bersama Rembulan. Pita juga baik, tidak memberikan pandangan berbeda kepada Rembulan, tentunya karena Rembulan juga sering membantu Pita ketika ada soal dan materi yang sulit. Saat belum ada Pita, Rembulan akan berbicara hanya dengan Yura, perempuan itu baik dan tidak memandang Rembulan sebelah mata—tidak seperti kebanyakan teman-temannya. Lagi pula, Yura akan bertanya banyak hal kepada Rembulan ketika perempuan itu tidak mengerti dengan pelajaran di kelas. Rembulan banyak membantu perkembangan otak Yura dan Pita.
Pita hanya bisa menghela napas. "Gini aja, Ta. Gimana kalau nanti kita belanja skincare ke minimarket, biasanya, kan, suka ada tuh. Kita liat-liat di sana, manfaatnya apa aja. Kalau cocok sama kulit lo, ya dibeli. Tapi mungkin harganya agak mahal. Gue bisa bantuin lo nyari yang pas kalau lo mau. Atau, nanti kita nyari di YouTube aja kali, ya. Kan, ada banyak tuh beauty vlogger yang merekomendasikan skincare. Besok gue bawa laptop deh, kita cari bareng-bareng, gimana?"
Rembulan terlihat berpikir sebentar, setelah Yura juga menyetujuinya, akhirnya Rembulan mengangguk. Itu artinya dia harus mengumpulkan uang untuk membeli skincare.
"Lo juga harus diet, Lan. Kalau bisa jangan kebanyakan makan nasi." tambah Yura memberitahu. "Banyakin lauknya aja, nasi sedikit. Jangan makan malem lebih dari jam enam sore, Lan. Itu ngaruh banget bikin gendut."
Rembulan menghela napas. Perkataan orang lain selalu membuatnya tertekan. Orang-orang tidak pernah memikirkan perasaan Rembulan, mereka hanya akan mengatakan apa yang ingin mereka katakan tanpa harus susah payah peduli dengan perasaan orang lain.
"Emangnya lo nggak nanya-nanya gitu ke Kakak lo, Lan?" tanya Yura, perempuan itu menghentikan kegiatan mencatatanya selagi guru belum datang. "Kan, lo bisa nanyain tuh ke dia, atau lo pasti taulah skincare apa yang dia pake dan bikin mukanya cantik."
"Gue udah pernah direkomendasiin sama Kakak gue, dia bahkan bantu gue ngajarin tentang hal-hal yang harus diperhatikan untuk merawat diri. Cuma karena emang gue orangnya gampang nyerah, susah juga dan gagal. Gue nggak berhasil, malahan yang ada muka gue jerawatan gara-gara pake skincare yang sama kayak Kakak gue. Mungkin karena emang keluhan kulit kami nggak sama, jadinya gue nggak cocok deh." ujar Rembulan lesu. "Gue juga udah pernah diet, tapi bukannya berhasil, maag gue malah kambuh."
"Pasti cara diet lo yang salah, Lan. Duh, gimana, ya, gue juga nggak bisa bantu banyak, Lan. Tapi kalau lo butuh telinga buat cerita, gue siap kok, Lan. Lo tenang aja, gue nggak mandang lo cuma dari fisik aja kok. Gue tahu lo orang baik, Rembulan." ujar Pita membuat Rembulan menyunggingkan senyumnya.
"Iya, Lan. Lo nggak usah khawatir, meski gue terkesan nggak suka dengan cara lo ngeluh, itu karena gue peduli sama lo, Lan. Gue nggak mau mental lo semakin tertekan dengan apa yang selalu lo pikirin." tambah Yura membuat Rembulan menganggukan kepala.
Rembulan tidak pernah berani bertanya kepada Yura dan Pita mengenai alasan mereka mau berteman dengannya. Ketika teman lain justru tidak mau berteman dengan Rembulan, bahkan menyapa saja enggan, tapi Yura dan Pita mau berteman dengannya.
***
Celengan ayam milik Rembulan berhasil dipecahkannya. Rembulan mulai mengumpulkan dan menghitung jumlah uang yang didapatkan selama ini dalam celengannya. Rembulan berharap bahwa uangnya bisa cukup untuk membeli skincare yang dia butuhkan. Rembulan tidak ingin membeli kebutuhan pribadinya dengan meminta secara cuma-cuma kepada orang tuanya. Rembulan tahu diri bahwa dia tidak seharusnya membebankan orang tua hanya dengan keinginannya terpenuhi.
Rembulan anak yang baik, begitu kata ibu dan ayahnya. Rembulan selalu menemani ibunya untuk pergi ke pasar, berbelanja bahan masakan untukbpesanan katering. Rembulan juga rela menghabiskan waktu istirahatnya untuk membantu sang ibu. Berbeda dengan Pelangi yang sering sekali keluar untuk bermain bersama teman-temannya. Pelangi memang sesekali membantu ibunya, tapi Pelangi lebih sering keluar rumah untuk bermain dengan teman sekolahnya.
Namun, Rembulan tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Rembulan tidak merasa terbebani dengan membantu ibunya sendirian. Rembulan tahu Pelangi baik kepadanya, maka dari itu mereka juga jarang bertengkar. Rembulan dan Pelangi seperti adik-kakak pada umumnya. Hanya saja Rembulan selalu merasa malu jika harus mengeluarkan unek-unek yang selama ini dia pendam, entah kepada Pelangi atau pun ibunya.
"Lan, dipanggil Ibu, tuh!" Pintu kamar Rembulan terbuka, menampilkan Pelangi dengan rambut yang masih menggunakan roll. "Eh, ngapain nih hancurin celengan?" tanya Pelangi membuka pintunya semakin lebar. "Lo mau beli apaan, Lan?"
"Gue mau beli skincare, Kak."
"Widih, gaya! Beli skincare apaan? Awas lagi nanti jerawatan kayak dulu." ujar Pelangi yang sudah duduk di tepi kasur milik Rembulan. "Hati-hati lo, sayang duit, Lan."
"Belum tau sih, Kak. Gue mau liat-liat dulu soalnya."
Pelangi mengangguk, dia memerhatikan Rembulan yang sedang merapikan pecahan celengannya. "Lan," panggil Pelangi membuat Rembulan menoleh sekilas. "Lo nggak nyaman, ya, sama temen-temen gue di sekolah? Gue nggak tahu kenapa mereka kayak gitu, Lan. Gue harap lo nggak usah dengerin apa kata mereka. Gue nggak pernah mikirin hal itu kok, Lan. Gue tahu perasaan lo. Lo baik-baik aja, kan, Lan?"
Rembulan mengangguk, dia memalingkan wajahnya ke arah lain. Pura-pura sibuk dengan celengan ayamnya yang sudah pecah. "Iya, Kak. Gue nggak apa-apa kok. Tadi Ibu manggil gue, ada apa?"
"Disuruh nganterin kue ke Bu Rimar. Soalnya gue bentar mau berangkat, Lan."
"Lo jalan mulu, mau ke mana sih? Dimarahin Ibu baru tahu rasa." seru Rembulan lalu keluar dari kamarnya dan membawa pecahan celengan itu ke dapur sembari menghampiri ibunya.
Rembulan menarik napas panjang, sejak Pelangi menyinggung teman-teman yang mengoloknya, perasaan Rembulan terasa sakit sekali. Namun, dia tidak boleh menangis. Rembulan harus kuat karena dia tahu sesedih apa pun hidupnya, pada akhirnya Rembulan akan kembali pada dirinya sendiri, bukan orang lain.
***